Menu
in ,

Transisi Energi Terbarukan Perlu Libatkan Swasta

Pajak.com, Jakarta – Belum lama ini Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, transisi energi terbarukan dari energi fosil membutuhkan biaya sangat besar. Jumlahnya setidaknya mencapai 3,5 triliun dollar AS atau sekitar Rp 50.050 triliun per tahunnya.  Bahkan, menurut Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti, biaya penanganan perubahan iklim lebih besar dibanding biaya penanganan krisis global 2008 bahkan pandemi Covid-19. Tak hanya itu, Badan Energi Internasional memperkirakan transisi rendah karbon dapat membutuhkan sekitar 3,5 triliun dolar AS dalam investasi sektor energi setiap tahunnya. Untuk itu, menurut Kepala Kajian Ekonomi Lingkungan LPEM FEB UI Alin Halimatussadiah proses transisi energi harus melibatkan pihak swasta.

Alin mengatakan, mencontohkan, untuk bisa mengoperasikan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan butuh dana yang besar. Di sisi lain, melihat kondisi keuangan negara, hal itu tak memungkinkan untuk ditanggung pemerintah sendiri.

“Transisi menuju green economy itu membutuhkan biaya yang bukan cukup besar, tapi sangat besar,” ungkapnya dalam sebuah webinar dikutip Kamis (2/3/2022).

Mengingat besarnya biaya itu, Alin mengusulkan agar pihak swasta dilibatkan untuk mendorong transisi energi di Indonesia. Kolaborasi antara pemerintah dan swasta ini diyakini dapat mengatasi persoalan mahalnya biaya transisi ke energi hijau. Agar swasta tertarik, menurut Alin pemerintah harus mampu memicu minat swasta masuk ke sektor energi terbarukan. Misalnya dengan memberikan berbagai insentif agar pihak swasta tertarik untuk mengembangkan pembangkit energi berbasis energi terbarukan.

“Pemerintah harus memberikan pemicu kepada swasta supaya ikut bergerak, maka harus betul model insentif yang diberikan,” saran Alin.

Alin menyampaikan, model pembangkit energi terbarukan memang merupakan hal baru yang saat ini tengah dikembangkan sehingga skalanya pun masih kecil dan sulit dilakukan efisiensi. Namun, bila banyak pihak yang terlibat dan pengembangan semakin intens maka ke depan akan memungkinkan untuk bisa dilakukan efisiensi seoptimal mungkin.

Upaya transisi energi menuju energi terbarukan memang tak bisa ditunda-tunda lagi mengingat dampak perubahan iklim kian terasa. Saat ini negara-negara di dunia sudah menyadari pentingnya transformasi hijau secara global. Komitmen ini dipresentasikan dalam COP26 pada November 2021 lalu pada saat para pemimpin dunia sepakat perubahan iklim harus ditanggapi dengan serius.

Sebagai informasi, menurut studi yang dilakukan Swiss Institut, suhu bumi akan meningkat sebesar 3,2 derajat Celcius dan menghilangkan potensi Produk Domestik Bruto (PDB) global sebesar 80 persen jika masyarakat dunia tidak mengambil langkah apa pun. Namun, jika target Paris Agreement bisa dicapai oleh masing-masing negara, kenaikan suhu maksimum bisa ditekan dari 3,2 derajat Celcius menjadi 2 derajat Celcius sehingga penyusutan PDB terbatas menjadi 4 persen. Untuk mengendalikan perubahan iklim dan mengurangi risiko bencana alam lebih lanjut, upaya besar harus diambil dan realokasi modal besar-besaran pun diperlukan.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version