Menu
in ,

“Tips” Hindari Beli Produk Palsu di “e-commerce”

Tips Hindari Beli Produk Palsu

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Sekitar sebulan yang lalu, Perwakilan Dagang Amerika atau US Trade Representative (USTR) mengidentifikasi 42 e-commerce dan 35 pasar fisik di dunia yang dianggap terlibat atau memfasilitasi pemalsuan merek dagang. Beberapa e-commerce asal Indonesia masuk di dalamnya, antara lain Tokopedia, Bukalapak, serta Shopee. Untuk itu, Asosiasi E-Commerce Indonesia atau Indonesian E-Commerce Association (idEA) membagikan tips agar konsumen bisa menghindari pembelian produk palsu di e-commerce:

1. Pilih produk dari toko resmi

Saat ini setiap e-commerce, terdapat kanal “Toko Resmi” atau “Official Store”. Hal ini merupakan upaya e-commerce dan pemilik merek/toko untuk membantu pembeli agar tidak terjebak pada barang palsu. Dengan demikian, disarankan pembeli berbelanja di kanal “Toko Resmi” atau “Official Store”.

2. Jangan tergiur harga miring 

Bila mencari produk melalui kanal pencarian biasa, Anda akan menemukan banyak penjual mengklaim bahwa produknya merupakan merek asli dengan harga miring. Hal ini justru patut dicurigai. Jangan sampai Anda ingin untung malah jadi buntung.

3. Cek aktivitas dan “rating” penjual 

Terkadang, produk asli tidak semuanya ada di official store, ada pula di kanal biasa. iDEA menemukan, ada beberapa dari mereka justru distributor resmi. Oleh karena itu, bila pembeli menemukan kasus seperti ini, disarankan tetap mengecek legalitas, perhatikan aktivitas penjualan, hingga rating. Pembeli juga bisa berkomunikasi melalui fasilitas “chat” untuk mengonfirmasi legalitas barang.

4. Cek ulasan 

Di platform e-commerce biasanya terdapat fitur “ulasan”. Di sana pembeli bisa menganalisis komentar konsumen sebelumnya. Cek keluhan atau pujian yang ditulis pembeli itu, pastikan kualitas dan keaslian produk, cek pastikan pembeli melayani secara profesional dan kredibel.

Ketua Umum idEA Bima Laga mengatakan, produk palsu marak tidak hanya tersebar di e-commerce, namun juga pasar tradisional atau pasar modern. Namun, ia mengakui, e-commerce mempunyai keterbatasan dalam mengatasi peredaran produk palsu itu.

“Ibaratnya seperti mal, yang berjualan itu memang penjual. Jadi yang harusnya bertanggung jawab adalah merchant. Namun, perusahaan e-commerce bisa mengatur kebijakan yang membuat penjual di platform tidak menjual produk palsu. Pemilik platform hanya mempunyai batas maksimal take down dan peringatan. Kalau penjual mencoba menjual lagi, ada peringatan lagi,” ungkap Bima.

Secara simultan, perusahaan e-commerce juga perlu terus mengedukasi pengguna untuk menjual atau membeli barang asli.

“Edukasi kepada konsumen penting, karena mereka kadang sengaja membeli produk palsu. Selain itu, kembali ke daya beli mereka. Makanya, kami arahkan agar konsumen lebih baik beli produk lokal dengan harga terjangkau daripada membeli produk bermerek yang palsu,” jelas Bima.

AVP of Marketplace Quality Bukalapak Baskara Aditama menegaskan komitmen perusahaan dalam melindungi hak kekayaan intelektual pemilik merek di platform. Bukalapak memastikan telah melarang penjualan barang palsu dan bajakan.

“Semua pelanggaran terhadap aturan itu akan dikenakan sanksi. Bukalapak bekerja sama dengan berbagai pemilik merek dan regulator untuk menangani peredaran barang palsu dengan Bank Indonesia (BI), Badan Narkotika Nasional (BNN), Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), serta kepolisian,” ungkap Baskara.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version