in ,

Nilai Produk Palsu yang Beredar Capai Rp 148 T

Nilai Produk Palsu
FOTO: KLI Kemenkeu

Pajak.com, Jakarta – Indonesia merupakan pasar dagang yang sangat besar sehingga mampu menarik para produsen untuk memproduksi dan memperdagangkan produknya, termasuk produk palsu. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Ditjen Bea Cukai) mencatat, berdasarkan kajian Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP), nilai produk palsu yang beredar di masyarakat telah mencapai Rp 148,8 miliar pada tahun 2020 dengan total opportunity loss sebesar Rp 291 triliun. Angka ini meningkat tajam sebesar 347 persen sejak 2015. Maka dari itu, Ditjen Bea Cukai mengajak masyarakat untuk menyadari pentingnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), khususnya dengan mendaftarkan produknya sebagai HKI.

“Hingga saat ini ada 25 HKI yang sudah terdaftar di Ditjen Bea Cukai dan jumlah ini masih perlu kita tingkatkan. Ditjen Bea Cukai tak henti mengimbau masyarakat, khususnya para pemilik atau pemegang hak untuk dapat berpartisipasi dalam penegakan HKI. Caranya adalah dengan mendaftarkan barang HKI berupa merek dan hak cipta pada sistem rekordasi Ditjen Bea Cukai,” kata Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Hatta Wardhana melalui keterangan tertulis yang diterima Pajak.com, (29/4).

Baca Juga  Defisit APBN Tembus Rp 153,7 Triliun per Agustus 2024

Ia menjelaskan, proses pendaftaran cukup mudah, yaitu perekaman atau rekordasi dilakukan dengan pengajuan permohonan oleh pemilik atau pemegang hak kepada Ditjen Bea Cukai melalui sistem CEISA HKI melalui portal customer.beacukai.go.id. Permohonan rekordasi akan diputuskan (diterima atau tidak) setelah dilakukan proses validasi data dengan pangkalan data Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) serta pemenuhan syarat formal dan materil yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 40 Tahun 2018.

“Saat ini rekordasi dilakukan di Subdit Kejahatan Lintas Negara Direktorat Penindakan dan Penyidikan Kantor Pusat Ditjen Bea Cukai. Pendaftaran (rekordasi) ini tidak dipungut biaya,” tegas Hatta.

Setelah itu, database rekordasi yang didaftarkan oleh para pemilik atau pemegang hak itu akan digunakan Ditjen Bea Cukai dalam melakukan pengawasan terhadap barang impor atau ekspor yang diduga melanggar HKI. Pengawasan dapat dilakukan petugas Ditjen Bea Cukai melalui pengumpulan data dan informasi intelijen, pemeriksaan fisik barang, atau penelitian dokumen.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *