Menu
in ,

Tingkatkan Kualitas Big Data untuk Penyusunan Kebijakan

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas dan pemanfaatan big data untuk merencanakan pembangunan dan penyusunan kebijakan yang tepat sasaran. Terlebih di era pandemi COVID-19, data merupakan landasan utama bagi pemerintah untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional.

Kepala Badan Pusat Statistik Margo Yuwono menuturkan, dalam konteks saat ini big data bermanfaat bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk dapat memahami dampak pandemi secara komprehensif, khususnya pola mobilitas masyarakat, jumlah penerbangan, pola konsumsi, dan belanja masyarakat pada platform digital, dan sebagainya.

Dengan demikian, pemerintah dapat menentukan penyusunan kebijakan yang harus diambil, untuk menyasar sektor-sektor yang terdampak pandemi agar lebih tepat sasaran. Melalui kesempatan ini, kami mengingatkan kembali betapa penting peran statistik dalam evidence-based policy dan decision making, baik oleh pemerintah, stakeholders, dan masyarakat luas untuk berbagai kepentingan,” jelas Margo dalam seminar virtual bertajuk Hari Statistik Nasional (HSN) 2021 dan Penganugerahan BPS Awards, pada Sabtu (25/9).

Ia menekankan, data yang berkualitas menjadi semakin penting dalam era serba digital saat ini. Perkembangan teknologi yang semakin pesat ditambah dengan munculnya pandemi COVID-19 menjadi disrupsi ganda yang pada akhirnya berdampak besar pada proses bisnis statistik di BPS, sehingga memaksa pihaknya beradaptasi dan bertransformasi.

“Meskipun banyak keterbatasan, BPS terus berkomitmen menyediakan indikator strategis termasuk memberikan respons yang cepat terhadap penyediaan data di kondisi kedaruratan, sehingga kementerian/lembaga terkait dapat segera mengambil kebijakan,” kata Margo.

Menurutnya, BPS telah mengeksplorasi pemanfaatan big data melalui Google dan Facebook Mobility Index. Tujuannya adalah membandingkan mobilitas masyarakat di berbagai lokasi, seperti perumahan, perkantoran, dan toko kelontong untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sebelum maupun sesudah pandemi COVID-19.

“Inisiatif pemanfaatan big data oleh BPS lainnya salah satunya, mobile positioning data (MPD) untuk mengetahui jumlah wisatawan mancanegara pada daerah perbatasan yang tidak dicakup dalam kantor imigrasi, mencatat wisatawan nusantara, dan mengetahui data commuter,” sebut Margo.

Di sisi lain, dalam pengembangan big data, BPS juga menghadapi berbagai tantangan, terutama tata kelola yang meliputi metodologi, aspek legalitas, infrastruktur yang diperlukan, hingga isu privasi dan keamanan data.

“Dalam pengembangan big data kita juga membutuhkan SDM (sumber daya manusia) dengan skill khusus. Untuk itu tentunya diperlukan kolaborasi yang kuat antara BPS bersama dengan kementerian/lembaga negara, dunia usaha, akademisi dan masyarakat luas,” ungkap Margo.

Di kesempatan yang sama, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa juga mengakui bahwa data merupakan modal penting dalam perencanaan pembangunan. Oleh sebab itu, pemerintah tengah mengembangkan Satu Data Indonesia (SDI). Ia menjelaskan, SDI merupakan kebijakan tata kelola pemerintah untuk menghasilkan data akurat, mutakhir, terpadu, dapat dipertanggungjawabkan, serta mudah diakses.

“Satu Data Indonesia adalah langkah maju bagi kita dan mudah-mudahan kita dapat membentuk kolaborasi yang menghasilkan data statistik berkualitas dengan semua pihak. SDI akan mendukung upaya pemulihan ekonomi dan reformasi sosial dampak COVID-19 pada 2021,” kata Suharso.

Hal senada pun dikatakan oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Kualitas big data yang akurat dan benar berguna untuk mengukur keberhasilan pembangunan sektor pertanian di Indonesia. Terlebih sektor pertanian menjadi tulang punggung dalam menggerakan roda ekonomi desa, kabupaten, provinsi, bahkan sampai tingkat nasional. Pertanian merupakan sektor yang telah teruji—tahan banting dari badai dan krisis pandemi COVID-19.

“Oleh karena itu, bagi saya sebagai Menteri Pertanian, data itu sebagai sumber informasi yang tidak boleh terakrobatis atau bias dari kepentingan-kepentingan yang ada. Data tidak boleh salah karena data menentukan dan penyusunan arah sebuah kebijakan. Oleh karena itu, siapa pun pemangku kepentingan terhadap data statistik harus bisa menjadikan konsolidasi konsepsi untuk kita bersama,” kata Yasin Limpo.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version