Menu
in ,

Tarif Cukai Tembakau Naik 12 Persen Mulai 1 Januari 2022

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 12 persen mulai 1 Januari 2022. Pemerintah berharap, kenaikan CHT dapat menurunkan konsumsi rokok karena daya beli akan melemah saat harganya semakin mahal, sehingga aspek kesehatan nasional dapat kian membaik. Sumber daya manusia (SDM) yang sehat dapat meningkatkan kualitas produktivitas nasional.

“Pak Presiden memberi arahan (kenaikan cukai) 10 persen hingga 12,5 persen. Kami tetapkan di 12 persen. Instrumen pengendalian konsumsi diharapkan dapat menurunkan jumlah perokok, dengan rerata kenaikan tarif cukai rokok tahun depan. Kenaikan tarif cukai hasil tembakau akan ikut mengerek indeks kemahalan rokok dari 12,7 persen menjadi 13,78 persen,” ungkap Sri Mulyani saat Konferensi Pers Kebijakan CHT 2022, pada (13/12).

Ia menjelaskan, dasar kenaikan tarif CHT karena pemerintah khawatir dengan tingkat konsumsi rokok yang terus meningkat. Bahkan, rokok berada di posisi kedua komoditas tertinggi dari sisi pengeluaran setelah beras. Di perkotaan, pengeluaran masyarakat untuk beras sebesar 20,3 persen dan rokok 11,9 persen. Sedangkan di desa 24 persen pengeluaran untuk beras dan diikuti rokok dengan 11,24 persen.

“Dibandingkan komoditas lain, mereka lebih memilih rokok. Terutama bagi masyarakat keluarga miskin lebih memilih rokok daripada untuk tingkatkan produktivitas, daya tahan, kesehatan untuk sumber protein, seperti ayam, telur dan berbagai kebutuhan, tempe, roti, ikan, dan lain-lain. Rokok jelas sangat jauh lebih tinggi,” ungkap Sri Mulyani.

Pemerintah memproyeksikan, kenaikan CHT dapat menurunkan produksi rokok dari sebesar 10 miliar batang, sehingga pada tahun 2022 menjadi 310 miliar batang. Sementara tahun 2021, diperkirakan produksi rokok mencapai 320 miliar batang.

Dengan demikian, diharapkan prevalensi perokok dewasa turun dari 33,2 persen menjadi 32,26 persen di tahun 2022. Sementara, untuk prevalensi perokok anak (10—18 tahun) diproyeksikan turun dari 8,97 persen menjadi 8,83 persen. Pemerintah berharap angka itu semakin dekat dengan target tahun 2024, yakni 8,7 persen, sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020—2024.

“Konsumsi rokok meningkatkan risiko stunting dan memperparah dampak Covid-19 bagi mereka yang merokok. Keluarga perokok memiliki anak stunting 5,5 persen lebih tinggi dibandingkan keluarga bukan perokok. Rokok dapat menimbulkan kerugian jangka panjang bagi perekonomian, rokok berdampak langsung pada kenaikan biaya kesehatan. Ini membebani negara,” kata Sri Mulyani.

Di sisi lain, kenaikan tarif cukai rokok juga bertujuan untuk menambah penerimaan negara. Meski produksi rokok turun, namun kenaikan tarif bisa mengkompensasi hal itu.

“Pemerintah berharap penerimaan cukai rokok tahun depan sebesar Rp 193 triliun atau sekitar 10 persen dari total target penerimaan negara yang telah ditetapkan dalam APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara) 2022. Kami tentu akan gunakan hasil dari penerimaan cukai untuk dibagikan ke pemerintah daerah dalam rangka menjaga kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, terutama petani tembakau dan buruh atau pekerja industri hasil tembakau,” kata Sri Mulyani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version