Menu
in ,

Tantangan dan Prospek Bisnis Asuransi di Masa Endemi

Pajak.com, Jakarta – Wabah COVID-19 sempat membuat banyak sektor bisnis terpuruk. Namun, tidak termasuk asuransi jiwa. Bahkan, bisnis asuransi jiwa di Indonesia masih dapat tumbuh hingga akhir tahun 2021. Sebab, masyarakat menjadi lebih sadar pentingnya produk asuransi untuk kehidupan sehari-hari. Menilik data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), pendapatan premi industri asuransi jiwa di Indonesia pada kuartal I-2021 lalu masih tumbuh hingga 28,5 persen menjadi Rp 57,45 triliun. Meskipun total klaim yang dibayarkan pada kuartal I-2021 juga naik 23,54 persen menjadi Rp 47,69 triliun. Lantas, seperti apa tantangan dan prospek bisnis asuransi di masa endemi saat ini?

Mengawali masa endemi ini, banyak perusahaan asuransi jiwa sedang menata bisnisnya dalam menjalani masa transisi menuju endemi ini.

Menurut Direktur Utama BRI Life Iwan Pasila pandemi COVID-19 membuat perusahaan asuransi berpikir ulang, terutama dalam kondisi ekonomi yang rentan. Ia menyebut, salah satu tantangannya adalah menyiapkan produk-produk yang dibutuhkan oleh nasabah.

Iwan menjelaskan, tahun ini perusahaan asuransi diperkirakan lebih banyak menyediakan produk-produk proteksi yang dapat memenuhi kebutuhan nasabah.

“Produk asuransi sebaiknya tidak terlalu mahal. Hal ini karena dalam masa pemulihan ekonomi, kemampuan nasabah sangat terbatas,” kata Iwan dalam keterangan tertulis dikutip Kamis (26/5/22).

Tantangan selanjutnya bagi industri asuransi jiwa adalah terkait Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (SEOJK) tentang Produk Asuransi Yang berkaitan Dengan Investasi (PAYDI). Menurut Iwan, dengan adanya SEOJK ini cukup banyak hal berubah, baik peraturan produk ataupun operasionalnya. Misalnya, struktur loading harus yang mensyaratkan hanya 40 persen setiap tahun, selama 3 tahun pertama. Hal ini akan mengubah struktur fee based maupun komisi kepada agen. Hal itu diantisipasi dengan perubahan produk, termasuk ada produk pengganti.

Sebagai informasi, SEOJK PAYDI mengatur penyelenggaraan PAYDI oleh perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah, termasuk unit usaha syariah. Dalam SEOJK tersebut, ada perbaikan pada tiga aspek utama yaitu praktik pemasaran, transparansi informasi dan tata kelola aset unitlink.

Pertama, transparansi informasi dengan memastikan bahwa pemegang polis unitlink benar-benar telah memahami produk yang dibeli, termasuk mengenai manfaat asuransi, biaya-biaya, dan risiko yang ditanggung oleh pemegang polis.

Sementara itu, perbaikan tata kelola aset unitlink ditujukan agar aset dikelola dengan lebih hati-hati sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan terhadap pengelolaan aset. Harapannya, sengketa dan permasalahan dalam pengelolaan unitlink yang terjadi selama ini diharapkan tidak terulang pada masa mendatang.

Kedua, dalam proses pemasaran, perusahaan perlu melakukan penilaian atas kebutuhan dan kemampuan pemegang polis, profil risiko pemegang polis, serta memastikan bahwa unitlink yang dibeli telah sesuai dengan hasil penilaian tersebut.

Namun demikian, menurut Iwan, dengan adanya SEOJK baru ini akan muncul kesulitan menjual unitlink secara ritel. Hal ini karena banyaknya rekomendasi yang menjadi syaratnya. Untungnya, perusahaan asuransi masih memiliki waktu sampai awal tahun depan untuk mempersiapkan perubahan ini.

Tantangan perusahaan asuransi tahun lainnya, menurut Iwan adalah upaya perusahaan asuransi dalam mendorong transformasi digital. Salah satu perhatiannya adalah bagaimana mempersiapkan orang untuk dapat mengikuti tantangan digital yang ada saat ini.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version