Menu
in ,

Sri Mulyani: PPKM Sebabkan Kinerja Ekonomi Turun

Pajak.com, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat hingga PPKM level 3 dan 4 telah menyebabkan kinerja perekonomian turun signifikan. Nyaris seluruh sektor maupun indikator ekonomi kembali lesu bila dibandingkan dengan kinerja awal tahun 2021.

“PPKM ini menyebabkan semua yang tadinya sudah menuju ke atas (pulih) menjadi turun ke bawah diantaranya kinerja perekonomian. Pada kuartal II yang tadinya sudah 7,07 persen (pertumbuhan ekonomi), kemungkinan akan mendapatkan koreksi dari berbagai indikator (pada kuartal III). Terus terang, PPKM sejak Juli dan awal Agustus memberikan dampak luar biasa. Mobilitas kita drop 17 persen. Sektor ritel dan rekreasi turun 13 persen. Begitu pula dengan sektor grocery dan farmasi yang biasanya positif, kini menukik ke bawah,” kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pada Senin (30/8).

Selain itu, mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini menyebutkan, indeks belanja yang dihitung PT Bank Mandiri (Persero) Tbk turun ke 73,3 dari level di atas 100. Indeks transaksi belanja yang dirilis PT Bank Central Asia Tbk (BCA) pun mengalami kontraksi 6,02 persen. Indeks keyakinan konsumen (IKK) juga anjlok di bawah 100.

“Itu kelihatan sekali tajam. Begitu pula dengan indeks penjualan ritel yang mengalami penurunan. Karena itu, pemerintah membuka kembali pusat perbelanjaan, namun dengan protokol kesehatan yang ketat adalah sebuah upaya agar ekonomi dapat pulih kembali,” kata Sri Mulyani.

Kemudian, konsumsi listrik yang sebelumnya sudah meningkat cukup baik pada Juni 2021 langsung mengalami penurunan ketika PPKM diberlakukan. Begitu pula untuk konsumsi semen yang kembali merosot akibat kebijakan itu.

“Konsumsi impor besi dan baja untuk mengembangkan kegiatan investasi sektor konstruksi real estate mengalami penurunan. Penjualan kendaraan niaga menurun dan impor barang modal alami koreksi ke bawah,” tambah Sri Mulyani.

Eks Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengatakan, dengan ketidakpastian pandemi COVID-19, sebenarnya Indonesia bahkan dunia mengalami kesulitan dalam memprediksi pertumbuhan ekonomi. Namun, Sri Mulyani tetap optimistis pertumbuhan ekonomi 2021 dalam negeri mencapai 3,7 persen hingga 4,5 persen, walaupun dengan catatan pada kuartal III dan IV 2021 kinerja ekonomi kembali pulih.

“Tidak ada jaminan pertumbuhan ekonomi akan bisa berlanjut (sampai akhir tahun), kalau tidak menjaga dari sisi pandeminya. COVID-19 harus bisa dikendalikan. Karena kelihatan sekali, begitu COVID-19 naik, seluruh kegiatan sosial ekonomi terpukul. Jadi PPKM memang memberikan konsekuensi yang luar biasa bagi kita semua,” ujarnya.

Eks Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional ini memastikan, pemerintah akan berupaya mengkombinasikan rebound (kebangkitan) dan recovery (pemulihan) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun 2021 dan tahun 2022.

Rebound memiliki arti ekonomi tumbuh tinggi karena adanya dasar pencapaian yang rendah pada kuartal sebelumnya. Sementara untuk menciptakan ekonomi berkualitas, Indonesia harus mampu rebound sekaligus recovery, yaitu motor penggerak perekonomian harus pulih dan lebih baik. Rebound bisa saja hanya karena base-nya rendah tapi tidak menjadi translate recovery,” jelas Sri Mulyani.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version