“Dengan memanfaatkan teaching factory (pabrik mini) yang ada, SMK- SMTI Yogyakarta juga didorong untuk bisa membuat alat-alat kesehatan seperti ventilator,” sambungnya.
Agus menyebut, capaian yang telah dilakukan oleh SMK-SMTI Yogyakarta membuktikan bahwa unit pendidikan Kemenperin bisa mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) yang bisa menjawab kebutuhan industri.
Di kesempatan yang sama, Kepala Sekolah SMK -SMTI Yogyakarta Rr. Ening Kaekasiwi menambahkan, kolaborasi perakitan GeNoSe C19 tersebut melibatkan 60 orang siswa-siswi yang terbagi dalam dua jam kerja. Dalam satu jam kerja terdiri dari 30 orang.
“Mereka dilatih bekerja selama tiga hingga empat jam dalam sehari dalam satu shift, selama lima hari dalam seminggu dengan diawasi oleh PT Steqhoq Robotika Indonesia Bersama dan guru-guru dari SMK SMTI Yogyakarta,” jelasnya.
Ening mengatakan, dalam memilih siswa yang dilibatkan dalam perakitan GeNoSe C19, pihak sekolah bersama konsorsium sangat selektif. Awalnya, dibuka lowongan magang, kemudian guru dari jurusan Kimia Industri menyeleksi siswa-siswi tersebut berdasarkan soft skill dan nilai akademik.
Selanjutnya, siswa yang terpilih wajib mengikuti pelatihan selama dua hari, antara lain pada hari pertama diberikan materi Cara Pembuatan Alat Kesehatan yang Baik (CPAKB ) dengan menerjunkan pemateri dari PT Swayasa Prakarsa. Kemudian pada hari kedua dilakukan pelatihan perakitan GeNose C19 dengan pemateri dari PT Stechoq Robotika Indonesia.
“Sebelum memasuki ruangan pelatihan, terlebih dahulu dilakukan screening Covid-19 menggunakan GeNose C19 kepada siswa, operatornya dari PT Swayasa. Apabila hasil dari screening selama pelatihan dua hari negatif Covid-19, maka siswa siap untuk merakit GeNose C19,” tandasnya.
Comments