Menu
in ,

Kelebihan KPR Syariah Dibandingkan Konvensional

Pajak.com, Jakarta – Pembelian hunian dengan skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) syariah menjadi salah satu pilihan bagi masyarakat yang ingin membeli rumah dengan cara mencicil. Apalagi, selama beberapa tahun terakhir, KPR syariah semakin diminati masyarakat. Menurut riset Consumer Sentimet Study H1 yang dilakukan salah satu situs jual beli properti terkemuka di Indonesia tahun lalu, peminat KPR syariah semakin meningkat. Sebaliknya, peminat KPR konvensional menurun dari 29 persen pada semester I 2021. Lantas, apa kelebihan skema KPR syariah dibanding konvensional?

KPR syariah adalah jenis pembiayaan yang berupa pembiayaan jangka pendek, menengah maupun panjang untuk membeli rumah baik bekas atau baru dengan menggunakan prinsip atau akad. Produk ini biasanya disediakan oleh bank syariah atau Unit Usaha Syariah (UUS).

Perbedaannya yang paling signifikan antara KPR syariah dan konvensional terletak pada proses transaksinya. KPR konvensional melakukan transaksi uang, sementara KPR syariah melakukan transaksi barang. Dalam KPR syariah, tidak ada kenaikan cicilan karena produk tidak terpengaruh inflasi, tidak mengenal sistem suku bunga, tidak menerapkan bunga berganda atau compound interest dalam perhitungan margin atau angsuran cicilannya. Sementara pada KPR konvensional menerapkan suku bunga tidak tetap. Artinya, besaran bunga yang dibayarkan tidak selalu sama. Perubahan bersifat fluktuatif tergantung perkembangan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI).

Dari sisi masa periode pelunasan, dengan skema KPR konvensional, jangka waktunya biasanya cukup lama, yakni sekitar 20 hingga 30 tahun. Sebab, semakin lama nasabah membayar cicilan dengan suku bunga fluktuatif maka semakin menguntungkan pihak bank. Sementara KPR syariah memilih jangka waktu tidak terlalu lama, yakni 10 hingga 15 tahun. Hal ini karena bank atau UUS tidak mengambil bunga dari nasabah melainkan keuntungan dari hasil penjualan rumah.

Sebagai informasi, ada empat jenis akad KPR syariah, yaitu akad murabahah, akad musyarakah mutanaqisah, akad istishna dan akad ijarah muntahiyah bit tamlik. Namun, yang umum digunakan dalam kepemilikan rumah dan apartemen di Indonesia hanya dua yaitu murabahah dan musyarakah mutanaqisah.

Akad murabahah atau akad jual beli adalah perjanjian jual beli antara pihak bank dan nasabah. Sistemnya, bank syariah akan membeli barang yang diperlukan nasabah, kemudian akan menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan dan margin atau keuntungan yang disepakati oleh kedua belah pihak. Jika nasabah sepakat maka bank syariah akan melakukan pembelian rumah tersebut kemudian dijual kembali dengan nasabah dengan cara mencicil. Keuntungan bank berasal dari margin atau keuntungan dari penjualan rumah yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Kemudian,  akad musyarakah mutanaqisah atau akad kerja sama sewa. Akad ini dilakukan oleh dua pihak atau lebih yang berkongsi atau berserikat terhadap suatu barang. Sistemnya, salah satu pihak akan membeli bagian pihak lainnya dengan cara bertahap. Pihak bank dan nasabah akan membeli properti secara bersama-sama dengan porsi kepemilikan sesuai dengan kesepakatan. Misalnya, pihak bank memegang kepemilikan sebanyak 80 persen dan nasabah 20 persen. Kemudian, nasabah nantinya akan membeli bagian rumah yang dimiliki oleh bank hingga aset yang dimiliki bank tersebut berpindah tangan ke sang nasabah.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version