in ,

Pertumbuhan Ekonomi 2022 Sebesar 5,31 Persen

Pertumbuhan Ekonomi 2022
FOTO: BPS

Pertumbuhan Ekonomi 2022 Sebesar 5,31 Persen

Pajak.com, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, realisasi pertumbuhan ekonomi 2022 yang sebesar 5,31 persen dibanding tahun sebelumnya (year on year/yoy). Kepala BPS Margo Yuwono menyebut, capaian ini merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi sejak tahun 2013.

“Saat di tahun 2013, Indonesia mampu tumbuh 5,56 persen. Secara kumulatif, kinerja ekonomi tahun 2022 menguat dibandingkan dengan 2021. Pertumbuhan ekonomi tahunan kembali mencapai level 5 persen seperti sebelum pandemi. Ini didorong oleh seluruh leading sector, yaitu industri perdagangan, pertambangan, pertanian, konstruksi melanjutkan tren positif dan tumbuh mengesankan,” ungkap Margo dalam konferensi pers, di Kantor BPS, yang juga disiarkan secara virtual, (7/2).

Secara nominal, perekonomian Indonesia sudah lebih tinggi dari sebelum pandemi COVID-19, dengan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku (ADHB) sebesar Rp 15,83 ribu triliun dan PDB atas dasar harga konstan (ADHK) Rp 10,95 ribu triliun di tahun 2019.

“PDB ADHB berhasil meningkat mencapai Rp 19,59 ribu triliun dan PDB ADHK Rp 11,71 ribu triliun (di tahun 2022), dengan PDB per kapita mencapai Rp 71 juta atau 4.783,9 dollar AS,” sebut Margo.

Secara spasial, seluruh wilayah di Indonesia terus mengalami penguatan. Pulau Jawa sebagai kontributor perekonomian nasional mampu tumbuh tinggi 56,48 persen, diikuti oleh Pulau Sumatera 22,04 persen, Kalimantan 9,23 persen, Pulau Sulawesi 7,03 persen, serta Maluku dan Papua 2,50 persen. Hal ini beriringan dengan tingginya ekspor, terutama akibat tingginya permintaan produk-produk komoditas unggulan di luar negeri.

Margo memerinci, dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi tertinggi pada tahun 2022 terjadi pada lapangan usaha transportasi dan pergudangan sebesar 19,87 persen, diikuti sektor penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 11,97 persen, dan jasa lainnya 9,47 persen.

Baca Juga  Bank DKI Raih Penghargaan ESG Recognized Commitment

“Lapangan usaha transportasi dan pergudangan, akomodasi, makan minum tumbuh paling tinggi didorong oleh peningkatan mobilitas masyarakat serta peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara,” jelas Margo.

Sementara itu, industri pengolahan yang memiliki peran dominan tumbuh 4,89 persen. Lalu, pertanian, kehutanan, dan perikanan serta perdagangan besar dan eceran tumbuh 2,25 persen, reparasi mobil dan sepeda motor 5,52 persen.

“Industri pengolahan yang mendominasi pertumbuhan ekonomi sebesar 1,01 persen masih tumbuh di bawah pertumbuhan ekonomi nasional,” tambah Margo.

Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh komponen ekspor barang dan jasa sebesar 16,28 persen, yang didorong oleh windfall atau penerimaan tidak terduga dari komoditas unggulan.

“Di tahun 2022, impor kita sebesar 14,75 persen, yang didorong kenaikan impor barang modal dan bahan baku. Kemudian, konsumsi LNPRT (lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga) tumbuh 5,64 persen, konsumsi rumah tangga 4,93 persen, serta PMTB (pembentukan modal tetap bruto) kita 3,87 persen,” sebut Margo.

Kendati demikian, konsumsi pemerintah tercatat mengalami kontraksi sebesar 4,51 persen. Di sisi lain, secara keseluruhan, konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan tertinggi, yakni sebesar 2,61 persen.

Pada kesempatan berbeda, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,31 persen sepanjang tahun 2022 merupakan kinerja yang impresif. Angka ini melampaui target yang ditetapkan pemerintah, yakni 5,2 persen.

Baca Juga  BI Siapkan Rp 197 T untuk Penukaran Selama Ramadan dan Idulfitri

“Fundamental ekonomi nasional yang kuat, aktivitas ekonomi domestik tetap bergeliat meski kondisi global masih mengalami perkembangan yang pasang surut. Bauran berbagai kebijakan dan strategi konstruktif yang diambil pemerintah, salah satunya melalui program PC-PEN (Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional). Ini berhasil menjadi kunci keberhasilan dalam mendorong laju ekonomi nasional,” kata Airlangga.

Indikator sektor eksternal Indonesia juga menunjukkan kondisi yang relatif baik dan terkendali. Hal ini dapat dilihat dari surplus transaksi berjalan, cadangan devisa yang terus meningkat; ekspor impor yang masih positif meski melambat; yield obligasi pemerintah yang melandai; nilai tukar rupiah, indeks harga saham gabungan (IHSG) yang menguat; serta rasio utang luar negeri Indonesia terhadap PDB dalam level aman.

“Pemerintah akan terus waspada dan antisipatif dengan kondisi pelambatan ekonomi global yang akan menurunkan tingkat permintaan. Dengan demikian, penguatan core ekonomi dalam negeri melalui konsumsi dan investasi akan menjadi faktor utama untuk meningkatkan resiliensi ekonomi Indonesia di tahun 2023, karena kinerja ekspor yang sebelumnya tumbuh tinggi diperkirakan akan melambat,” kata Airlangga.

Kewaspadaan itu dituangkan dalam sejumlah strategi dan kebijakan utama Pemerintah Indonesia, antara lain:

  • Menjaga daya beli masyarakat melalui pengendalian inflasi dengan program keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif (4K).
  • Optimalisasi program perlindungan sosial yang akan membantu masyarakat rentan, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Program Indonesia Pintar (PIP), Kartu Sembako (BPNT), dan sejenisnya.
  • Memperkuat pasar domestik dengan mengoptimalkan penggunaan produk dalam negeri dan mendukung pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Upaya yang dilakukan diantaranya dengan memperkuat rantai pasok perusahaan nasional dalam menaikkan tingkat komponen dalam megeri (TKDN); serta perluasan akses Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai motor pengembangan UMKM, termasuk di sektor produksi (KUR Alsintan).
  • Meningkatkan diversifikasi pasar ekspor ke negara-negara dengan potensi pertumbuhan ekonomi yang masih kuat. Untuk itu, perjanjian kerja sama perdagangan internasional akan terus diperkuat, salah satunya melalui optimalisasi mandat chairmanship ASEAN 2023 serta peningkatan kerja sama bilateral maupun multilateral.
  • Transformasi ekonomi terus dilanjukan untuk meningkatkan investasi, mendorong produktivitas sumber daya manusia (SDA) dan menyerap tenaga kerja melalui implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
  • Reformasi dan pendalaman sektor keuangan melalui Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.
  • Pengaturan kembali Devisa Hasil Ekspor (DHE) melalui revisi terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019 dengan perluasan komoditi ekspor wajib DHE selain SDA, yaitu komoditi manufaktur hasil hilirisasi.
  • Pemerintah terus membangun hilirisasi industri agar dapat menambah nilai jual komoditas.
  • Mendukung ekonomi hijau dan penurunan emisi karbon, serta mendorong pengembangan electric vehicle sebagai tren kendaraan masa depan.
Baca Juga  Ini Pembahasan Pertemuan Sri Mulyani dan AHY

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *