in ,

Mengenal Laporan Keuangan Komersial dan Fiskal

Mengenal Laporan Keuangan Komersial dan Fiskal
FOTO: IST

Mengenal Laporan Keuangan Komersial dan Fiskal

Mengenal Laporan Keuangan Komersial dan Fiskal. Laporan keuangan merupakan produk yang dihasilkan dari akuntansi yang harus disajikan pada akhir periode untuk disampaikan kepada pihak manajemen. Laporan yang dihasilkan dari akuntansi komersial ini menggunakan konsep, metode, prosedur, dan teknik-teknik tertentu untuk menjelaskan perubahan yang terjadi pada aset neto perusahaan sebagai entitas. Penggunaan konsep, metode, maupun prosedur diperlukan juga dalam perpajakan sebagai dasar menghitung besarnya pajak terutang.

Tujuan pokok akuntansi komersial adalah menyajikan secara wajar keadaan atau posisi keuangan dari hasil usaha perusahaan sebagai entitas. Informasi berupa laporan keuangan dapat dipakai sebagai dasar untuk membuat keputusan ekonomi. Penyajian informasi keuangan memerlukan proses penetapan dan penandingan (matching) secara periodic antara pendapatan dan beban sehingga dapat menentukan besarnya laba (rugi) komersial. Demikian halnya dalam akuntansi pajak dengan menggunakan istilah penghasilan dan pengeluaran sebagaimana diatur pada Pasal 4 dan Pasal 6 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pada akuntansi perpajakan inilah terlihat tujuan pokoknya menetapkan jumlah Penghasilan Kena Pajak (PhKP) apabila ditinjau dari kewajiban Pajak Penghasilan, tetapi untuk jenis pajak lainnya juga akan terlihat dari kewajiban Pajak Penghasilan, tetapi untuk jenis pajak lainnya juga akan terlihat dari transaksi-transaksi keuangan yang dibukukannya, seperti kewajiban untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Laporan Keuangan Komersial

Setiap pertanggungjawaban diidentifikasikan sebagai laporan kegiatan apa pun yang dilakukan dalam periode tertentu. Kewajiban menyampaikan pertanggungjawaban mengutang, memperutangkan, menyetor pajak yang terutang pada periode tertentu inilah yang dituangkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) untuk periode “Masa Pajak” atau “Tahun Pajak” sehingga terdapat SPT Masa dan SPT Tahunan. Pengisian SPT yang dilakukan Wajib Pajak ini haruslah benar, lengkap, dan jelas, untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan adanya pemahaman fungsi, kegiatan usaha dalam bidang akuntansi disebut sebagai konsep dasar entitas. Pada akuntansi komersial, penyusunan laporan keuangan komersial didasarkan pada asumsi-asumsi.

Baca Juga  Mengenal Tobin Tax: Definisi, Tujuan, dan Tantangan Penerapannya

Laporan Keuangan Fiskal

Akuntansi komersial mengenal adanya konsep dasar entitas sehingga jelas unit kegiatan manakah yang merupakan sasaran tujuan pelaporan. Ketentuan perpajakan mempunyai kriteria tentang pengukuran dan pengakuan komponen yang terdapat dalam laporan keuangan. Pengukuran tersebut tidak selamanya sejalan dengan prinsip akuntansi komersial, karena terdapat argumentasi dari motivasi laporan keuangan fiskal untuk memperkecil erosi potensi pengenaan pajak dan memberi dorongan untuk merealokasi dalam bentuk-bentuk investasi. Penyusunan laporan keuangan fiskal, seperti yang dikemukakan Gunadi (2002), mengutip kelompok kerja standar akuntansi dari OECD (Organization for Economic Cooperation and Development), yang merupakan organisasi kerja sama ekonomi dan pembangunan negara maju. Dalam laporan seri harmonisasi standar akuntansi, praktik penyusunan laporan keuangan fiskal sebagai solusi ketentuan akuntansi dan ketentuan pajak terdiri atas tiga pendekatan:

1. Ketentuan pajak secara dominan mewarnai praktik akuntansi. Dalam pendekatan pertama, laporan keuangan, walaupun disusun berdasarkan prinsip akuntansi, sangat diwarnai oleh ketentuan perpajakan. Wajib pajak harus menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan ketentuan perpajakan tanpa kelonggaran terhadap ketidaksamaan prinsip akuntansi dan ketentuan perpajakan. Pada pendekatan ini terlihat adanya dua perangkat pembukuan, yaitu untuk kepentingan komersial dan untuk kepentingan fiskal. Dengan melihat sisi-sisi kepentingannya, pembukuan ganda (arti terbatas) bukanlah bentuk kecurangan, karen keduanya telah disusun berdasarkan standar atau norma yang berlaku pada masing-masing akuntansi.

Baca Juga  Pemkot Lhokseumawe dan PLN Optimalkan Pajak atas Tenaga Listrik

2. Pada pendekatan kedua ini, Wajib Pajak bebas menyelenggarakan pembukuannya dengan dasar prinsip dan metode akuntansinya. Laporan keuangan fiskal disusun terpisah di luar proses pembukuan, sering disebut sebagai extra compatible. Laporan keuangan fiskal ini disusun melalui proses rekonsiliasi antara akuntansi komersial dengan akuntansi fiskal, sehingga laporan yang dihasilkan dari extracomptable tersebut fungsinya hanya sebagai tambahan laporan keuangan komersial.

Pendekatan kedua ini lebih banyak digunakan sebagai pilihan, yaitu dengan menyusun laporan, keuangan fiskal yang disertai dengan rekonsiliasi. Namun ada juga wajib pajak yang hanya menyelenggarakan pembukuan berdasarkan standar akuntansi komersial tanpa menyusun laporan keuangan berbasis ketentuan perpajakan. Ada juga yang berbeda sama sekali karena bergantung pada berbagai kondisi, terutama perusahaan multinasional (dengan memerhatikan aspek akuntansi internasional).

3. Pendekatan ketiga menyatakan ketentuan perpajakan sebagai sisipan Standar Akuntansi Keuangan atau pendekatan dengan prinsip common basis. Dalam dasar ini laporan keuangan disusun mengikuti Standar Akuntansi Keuangan, tetapi apabila terdapat aturan lain dalam akuntansi komersial, maka preferensi diberikan pada ketentuan perpajakan.

Baca Juga  Kanwil DJP Jaksel II: Manfaatkan Hak Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian SPT

Salah satu fungsi pajak yang dikenal adalah fungsi budgeter. Dalam fungsi budgeter ini pajak sebagai alat mentransfer sumber daya dari masyarakat kepada negara. Oleh karena itulah laporan keuangan yang dilampirkan dalam SPT lebih berkepentingan terhadap informasi tentang:

  1. Laba atau rugi perusahaan berkenaan dengan pajak penghasilan (income tax).
  2. Distribusi laba berkenaan dengan pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan (withholding tax).
  3. Peredaran berkenaan dengan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak yang terutang PPN dan PPnBM.

Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan harus melampirkan keuangannya berupa neraca, laporan laba rugi, dan keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak pada saat menyampaikan SPT. Laporan keuangan yang dilampirkan tersebut adalah laporan keuangan dari masing-masing Wajib Pajak sebagai hasil dari kegiatannya. Sebagai contoh, PT A memiliki saham pada PT B dan PT C, berarti PT A mempunyai kewajiban melampirkan laporan keuangan atas usaha PT A (sebelum konsolidasi), sedangkan PT B dan PT C cukup melampirkan laporan keuangan masing-masing, bukan laporan keuangan konsolidasi.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *