Perdagangan Bursa Karbon Dimulai September
Pajak.com, Jakarta – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengungkapkan, perdagangan perdana bursa karbon dimulai pada September 2023. Sebelum itu, otoritas akan lebih dahulu menerbitkan peraturan OJK (POJK) mengenai bursa karbon yang rencananya akan terbit pada Juni 2023.
Seperti diketahui, bursa karbon adalah sistem yang mengatur perdagangan dan mencatat kepemilikan unit karbon berdasarkan mekanisme pasar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui kegiatan jual beli unit karbon. Pembentukan bursa karbon ini sejalan dengan target Pemerintah Indonesia yang menetapkan target nationally determined contribution (NDC) sebesar 29 hingga 41 persen pada tahun 2030 serta net zero emission (NZE) atau nol emisi pada 2060. Dalam dokumen NDC, Indonesia menargetkan pengurangan emisi sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri dan sebesar 43,20 persen dengan dukungan internasional pada 2030.
“Rencananya, kami menerbitkan POJK itu bulan depan. Dan juga pada waktu yang bersamaan, mengoneksikan antara sistem registrasi nasional dari karbon dengan yang diperlukan oleh sistem informasi di bursa karbon. Lalu harapannya pada bulan September (2023) sudah melakukan perdagangan perdana,” ungkap Mahendra dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), di Kantor LPS, Jakarta, (9/5).
Dengan demikian, ia memastikan, bursa karbon akan memulai perdagangan perdananya setelah sistem informasinya terpenuhi. Pada perdagangan awal, OJK akan melakukan peluncuran pembayaran biaya hasil 100 juta ton CO2 yang sedang difinalisasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
“Proses finalisasi bursa karbon juga bergantung pada peran pemerintah. Karena dalam hal ini, pemerintah juga menyiapkan seluruh perangkatnya, seperti sistem registrasi nasional, sertifikasi penurunan emisi, hingga sertifikasi otorisasi. Penyusunan tersebut akan berlangsung dalam dua bulan ke depan, sehingga bursa karbon akan terealisasi sesuai jadwal,” jelas Mahendra.
Seperti diketahui, Pemerintah Indonesia memberi amanat kepada OJK untuk mengatur tata kelola perdagangan karbon di dalam negeri. Mahendra menuturkan, implementasi perdagangan karbon ditujukan untuk menarik investasi hijau lewat transaksi jual beli karbon.
Pada kesempatan berbeda, Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan, Pemerintah Indonesia telah memutuskan bahwa kebijakan perdagangan karbon di Indonesia bersifat terbuka namun harus teregistrasi. Ia menegaskan, mekanisme tata kelola perdagangan karbon di Indonesia berada di dalam bursa karbon yang diawasi oleh OJK, sedangkan untuk registrasi akan dilakukan melalui KLHK.
“Registrasinya cuma sekali doang. Sebelum masuk ke bursa karbon diregistrasi dulu oleh KLHK, setelah itu baru bisa melakukan perdagangan di bursa karbon. Setelah melakukan perdagangan bursa karbon, dia bisa melakukan trading, seperti trading saham biasa,” jelas Bahlil usai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), di Istana Kepresidenan, Jakarta, (3/5).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menambahkan, perdagangan karbon akan menggunakan sistem berbasis elektronik yang memudahkan dalam melakukan penelusuran dan/atau pengawasan.
“Perdagangannya menggunakan elektronik, electronic trading system, dan berbasis kepada teknologi yang tentunya bisa melakukan traceability terhadap situasi karbon itu berasal dari hutan yang mana, atau industri yang mana, atau energi yang mana. Sehingga walaupun diperdagangkan berkali-kali, itu asal-usul dan traceability-nya tetap ada,” jelas Airlangga.
Comments