Menu
in ,

KSSK: Kebijakan Pembiayaan Diarahkan ke Sektor Prioritas

KSSK: Kebijakan Pembiayaan Diarahkan ke Sektor Prioritas

Dok. Bank Indonesia

Pajak.com, Surabaya – Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) sepakat sinergi kebijakan diarahkan untuk meningkatkan kredit dan pembiayaan ke sektor-sektor prioritas.

Hal ini juga disetujui oleh perbankan dan dunia usaha, karena sejalan dengan Paket Kebijakan pembiayaan Terpadu KSSK yang diputuskan pada 1 Februari 2021. Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti mengemukakan, berdasarkan pemetaan sektor prioritas, terdapat 38 subsektor prioritas dengan kontribusi besar pada PDB dan ekspor yang terdiri dari 6 subsektor berdaya tahan, 15 subsektor pendorong pertumbuhan, serta 17 subsektor penopang pemulihan.

“Dalam hal kebijakan KSSK ini, bauran kebijakan BI tetap diarahkan untuk mendorong pemulihan ekonomi, termasuk pembiayaan kepada dunia usaha. BI telah menurunkan suku bunga kebijakan sebanyak enam kali sejak 2020 sebesar 150 basis point (bps) menjadi 3,50 persen dan melakukan injeksi likuiditas yang besar,” jelas Destry di acara Temu Stakeholders untuk Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional, di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (1/4).

Destry menyebut, pihaknya mendorong transparansi Suku Bunga Dasar Kredit, memperkuat kebijakan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM/RIM Syariah) dengan memasukkan wesel ekspor sebagai komponen pembiayaan.

“BI juga memberlakukan secara bertahap ketentuan disinsentif berupa Giro RIM/RIMS, untuk mendorong penyaluran kredit atau pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan ekspor,” imbuhnya.

Di kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan RI Suahasil Nazara menyampaikan tahun ini kerangka pemulihan ekonomi terpusat pada tiga hal yaitu intervensi kesehatan melalui vaksinasi gratis dan disiplin dalam penerapan protokol Covid-19, survival and recovery kit untuk menjaga kesinambungan bisnis, serta reformasi struktural melalui Undang-undang Cipta Kerja.

Suahasil juga menjelaskan bahwa APBN didesain untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

“Di dalam APBN, terdapat anggaran PEN yang meningkat 22 persen menjadi Rp 699,43 triliun yang menyasar kesehatan sebesar Rp176,30 triliun, dukungan sosial sebesar Rp 157,41 triliun, dukungan UMKM dan korporasi sebesar Rp 184,83 triliun, insentif usaha sebesar Rp 58,46 triliun, serta Rp122,44 triliun untuk dukungan program prioritas. Lima program tersebut diarahkan untuk menjadi game changer di tahun 2021,” jelasnya.

Sementara, Anggota Dewan Komisioner OJK Heru Kristiyana menyampaikan, OJK selama masa pandemi ini telah mengeluarkan berbagai kebijakan stimulus seperti restrukturisasi kredit dan pembiayaan.

Tujuannya agar sektor jasa keuangan tetap kokoh, dan sektor riil dapat kembali bisa bangkit. Orkestrasi kebijakan yang telah diterbitkan OJK bersama stimulus dari pemerintah dan BI telah membuat stabilitas sistem keuangan terutama di industri perbankan terus terjaga.

Lalu, Kepala Eksekutif LPS Lana Soelistianingsih menilai pihaknya melihat kepercayaan masyarakat masih terjaga. Ini terlihat dari dana masyarakat di perbankan relatif stabil. Di sisi lain, LPS berharap suku bunga kredit ke depan bisa terus turun sehingga dapat mendukung penyaluran kredit yang penting dalam menopang pemulihan ekonomi.

“Untuk mendorong pembiayaan perbankan kepada dunia usaha, LPS mengeluarkan beberapa kebijakan yaitu kebijakan penurunan tingkat bunga pinjaman sebesar 150 bps untuk simpanan dalam rupiah di bank umum dan BPR, serta 75 bps untuk simpanan dalam valas di bank umum, kebijakan relaksasi denda keterlambatan pembayaran premi, serta kebijakan relaksasi waktu penyampaian laporan,” ungkapnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version