Bukan hanya investasi portofolio, dampak krisis Evergrande terhadap pasar keuangan juga dinilai tidak terlalu signifikan, terlihat dari nilai tukar rupiah yang cenderung menguat. Sebagai informasi, Evergrande memiliki kewajiban berupa utang sebesar 300 miliar dollar As atau sekitar Rp 4.260 triliun (kurs Rp 14.200). Sampai dengan akhir pekan lalu, total utang yang jatuh tempo diperkirakan lebih dari 100 juta dollar AS atau sekitar Rp 1,4 triliun.
Senior Technical Analyst PT Henan Putihrai Sekuritas Lisa C Suryanata memiliki pandangan lain. Menurut Lisa, persoalan Evergrande tidak serta-merta berdampak langsung terhadap sektor properti dan permodalan properti di Indonesia meski utangnya mencapai 2 persen dari PDB Cina. Meskipun akan ada kemungkinan akan menghasilkan beban keuangan Cina, menurut Lisa, pemerintah Cina sudah lebih sigap dan gesit untuk menyuntikkan likuiditas di pasar properti. Ia meyakini, dampaknya di perusahaan properti di Indonesia tidak ada karena Evergrande tidak memiliki properti di Indonesia.
Lisa memandang justru tekanan sektor properti di pasar modal Indonesia telah mengalami kenaikan imbas pelonggaran pembatasan mobilitas. Sementara pelemahan yang terjadi, menurutnya, hanya bentuk koreksi wajar yang biasanya hadir akibat aksi jual.
Sementara itu, Chief Investment Officer Rockefeller Global Family Office Jimmy Chang menyampaikan, terdapat risiko penularan bila masalah Evergrande di Cina tidak terselesaikan. Namun, ia memprediksi akan ada perusahaan pelat merah dengan kondisi keuangan yang baik yang bakal mengambil alih Evergrande Group.
Comments