in ,

Kenaikan UMP Berlaku 1 Januari 2023

Kenaikan UMP Berlaku 1 Januari 2023
FOTO: IST

Kenaikan UMP Berlaku 1 Januari 2023

Pajak.com, Jakarta – Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) resmi berlaku mulai 1 Januari 2023. Berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022, UMP 2023 mengalami kenaikan maksimal 10 persen.

Setelah Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 ditetapkan pada 16 November 2022, seluruh provinsi pun telah mengeluarkan peraturan penetapan UMP. Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta masih menjadi provinsi dengan jumlah UMP 2023 tertinggi, yaitu menjadi Rp 4.901.798 atau naik 5,6 persen. Sementara, Jawa Tengah merupakan provinsi dengan UMP 2023 terendah, yakni Rp 1.958.169 atau naik 8,01 persen.

Dari sisi kenaikan persentase, Sumatera Barat menjadi provinsi dengan kenaikan UMP 2023 tertinggi, yakni 9,15 persen, Sementara, Maluku Utara mengalami kenaikan terendah, yaitu 4 persen.

Berikut daftar lengkap UMP 2023 di provinsi seluruh Indonesia:

  • DKI Jakarta: Rp 4.901.798 (naik 5,6 persen).
  • Papua: Rp 3.864.696 (8,5 persen).
  • Bangka Belitung: Rp 3.498.479 (7,15 persen).
  • Sulawesi Utara: Rp3.485.000 (5,24 persen).
  • Daerah Istimewa Aceh: Rp 3.413.666 (7,8 persen).
  • Sumatera Selatan: Rp 3.404.177 (8,26 persen).
  • Sulawesi Selatan: Rp 3.385.145 (6,9 persen).
  • Papua Barat: Rp 3.282.000 (8,5 persen).
  • Kepulauan Riau: Rp 3.279.194 (7,51 persen).
  • Kalimantan Utara: Rp 3.251.702 (7,79 persen).
  • Kalimantan Timur: Rp 3.201.396 (6,2 persen).
  • Riau: Rp 3.191.662 (8,61 persen).
  • Kalimantan Tengah: Rp 3.181.013 (8,84 persen).
  • Kalimantan Selatan: Rp 3.149.977 (8,3 persen).
  • Gorontalo: Rp 2.989.350 (6,74 persen).
  • Maluku Utara: Rp 2.976.720 (4 persen).
  • Jambi: Rp 2.943.000 (9,04 persen).
  • Sulawesi Barat: Rp 2.871.794 (7,20 persen).
  • Maluku: Rp 2.812.827 (7,39 persen).
  • Sulawesi Tenggara: 2.758.948 (7,10 persen).
  • Sumatera Barat: Rp 2.742.476 (9,15 persen).
  • Bali: Rp 2.713.672 (7,81 persen).
  • Sumatera Utara Rp 2.710.493 (7,45 persen).
  • Banten Rp 2.661.280 (6,4 persen).
  • Lampung Rp 2.633.284 (7,9 persen).
  • Kalimantan Barat: Rp 2.608.601 (7,16 persen).
  • Sulawesi Tengah: Rp 2.599.546 (8,73 persen).
  • Bengkulu Rp 2.400.000 (8,1 persen).
  • Nusa Tenggara Barat: Rp 2.371.407 (7,44 persen).
  • Nusa Tenggara Timur: Rp 2.123.994 (7,54 persen).
  • Jawa Timur Rp 2.040.244 (7,8 persen).
  • Jawa Barat Rp 1.986.670 (7,8 persen).
  • Daerah Istimewa Yogyakarta Rp 1.981.782 (7,65 persen).
  • Jawa Tengah Rp 1.958.169 (8,01 persen).
Baca Juga  Wamenkeu Tegaskan Indonesia Dukung Reformasi Kebijakan Ekonomi Hijau di CFMCA Laos

Bagi provinsi hasil pemekaran, untuk pertama kali berlaku UMP provinsi induk. Ketentuan ini ditegaskan dalam Pasal 11 Permenaker Nomor 18 Tahun 2022. Dengan demikian, UMP di Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Selatan, dan Papua Barat Daya akan mengikuti provinsi induk sebelum pemekaran, yaitu Provinsi Papua dengan UMP 2023 sebesar Rp 3.864.696 (naik 8,5 persen).

Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 menjelaskan, penentuan UMP 2023 dihitung berdasarkan variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Rumusnya, UM (t+1) = UM (t) + (Penyesuaian Nilai UM x UM (t)).

  • UM (t+1): upah minimum yang akan ditetapkan.
  • UM (t): upah minimum tahun berjalan.
  • Penyesuaian nilai UM: penyesuaian upah minimum yang merupakan penjumlahan antara inflasi dengan perkalian pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga  Jelajah Hemat Jakarta: Libur Lebaran nan Ramah di Kantong

Sementara penyesuaian upah minimum dalam formula di atas, dihitung dengan rumus: Penyesuaian Nilai UM = Inflasi + (PE x a).

  • Inflasi yang dimaksud adalah inflasi provinsi yang dihitung dari periode September tahun sebelumnya sampai dengan periode September tahun berjalan.
  • Variabel PE adalah pertumbuhan ekonomi.
  • Variabel a, merupakan wujud indeks tertentu yang menggambarkan kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi dengan nilai tertentu dalam rentang tertentu, yaitu 0,10 sampai dengan 0,30. Penentuan nilai a ini harus mempertimbangkan produktivitas dan perluasan kesempatan kerja.

Kendati demikian, Pasal 7 Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 menegaskan, penetapan atas penyesuaian nilai UMP tidak boleh melebihi 10 persen.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah memastikan, Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.

“Permenaker ini sebenarnya menjalankan perintah PP (Nomor) 36 (Tahun 2021). Di mana kementerian ketenagakerjaan memberi kewenangan untuk memberikan pedoman penetapan upah minimum dan gubernur memiliki kewenangan untuk menetapkannya,” jelas Ida Fauziah.

Di sisi lain, Presiden Partai Buruh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai, penetapan UMP 2023 tidak sesuai dengan harapan dan cenderung membingungkan karena ditetapkan naik maksimum 10 persen.

Baca Juga  Kemenves/BKPM Terbitkan 8 Juta Nomor Induk Berusaha

“Ini pengertian yang keliru tentang upah minimum. Upah minimum itu minimum, tidak ada kata maksimum. Upah minimum di dalam konvensi ILO (International Labour Organization) Nomor 133 atau Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, adalah jaring pengaman agar buruh tidak absolut miskin. Tujuannya, agar pengusaha tidak membayar upah buruh dengan murah atau serampangan,” jelas Said.

Dengan demikian, setidaknya, KSPI ingin kenaikan UMP 2023 dapat ditetapkan minimal 10 persen.

“Nilai itu didapat dari inflasi tahun berjalan, yakni 6,5 persen dan pertumbuhan ekonomi (2022) yang diperkirakan mencapai 4 hingga 5 persen. Kita ambil yang paling rendah, katakan 4 persen. Jadi 4 persen ditambah inflasi 6,5 persen, nilainya 10,5 persen. Maka kenaikan 10 persen masuk akal,” ujar Said.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *