in ,

Inflasi Menurun, Apindo Apresiasi Kinerja Pemerintah

Inflasi Menurun
FOTO : IST

Pajak.com, Jakarta – Badan Pusat Statisitk (BPS) menyampaikan bahwa inflasi Februari 2023 menurun dibandingkan inflasi bulan sebelumnya. Inflasi pada Februari 2023 tercatat sebesar 5,47 persen (year on year/yoy). Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Februari 2023 menurun dari 0,34 persen (_month to month_/mtm) pada bulan sebelumnya menjadi 0,16 persen (mtm). Inflasi ini terutama didorong oleh penurunan inflasi kelompok inti dan volatile food. Melihat perkembangan ini Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pun mengapresiasi kinerja pemerintah.

Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani menyampaikan, penurunan inflasi itu membuktikan bagaimana pemerintah dan semua instrumen kebijakannya mampu mengendalikan inflasi dengan baik. Misalnya, respons kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) serta sinergi pengendalian inflasi antara BI dan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan mitra strategis lainnya melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) serta Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.

Seperti diketahui, inflasi inti Februari 2023 tercatat sebesar 0,13 persen (mtm), menurun dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya sebesar 0,33 persen (mtm). Penurunan inflasi inti sejalan dengan normalisasi pola musiman awal tahun, khususnya dari komoditas kelompok perumahan. Secara tahunan, inflasi inti Februari 2023 tercatat sebesar 3,09 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 3,27 persen (yoy).

Baca Juga  Jokowi Lantik Hadi Tjahjanto dan AHY Jadi Menteri Baru

Namun, menurut Ajib, kondisi ini tetap perlu mendapatkan perhatian. Sebab, bisa juga inflasi yang terjadi adalah karena harga pokok penjualan (HPP) yang dibangun dalam sebuah ekosistem bisnisnya sehingga harga relatif lebih terkontrol.

“Namun, sisi lain yang perlu kita cermati adalah, bisa juga inflasi yang terjadi adalah karena likuiditas masyarakat yang berkurang, karena faktor permintaan yang berkurang. Kalau indikator itu benar, bahwa likuiditas berkurang, maka akan ada potensi menurunnya pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama 2023, dibandingkan dengan kuartal keempat tahun 2022 lalu,” kata Ajib kepada Pajak.com di Jakarta, Jumat (3/3/23).

Ajib mengatakan, paling tidak ada tiga poin yang harus dianalisis secara kritis, karena hal yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat sebenarnya adalah tren pertumbuhan ekonomi yang terus naik, inflasi yang terkendali, dan kesenjangan ekonomi yang harus terus berkurang sehingga kualitas pertumbuhan ekonomi menjadi lebih bagus.

Ajib menyebut, data pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat tetap tinggi yakni 5,01 persen (yoy), di tengah pertumbuhan ekonomi global yang dalam tren melambat. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan Indonesia secara keseluruhan tahun 2022 tercatat 5,31 persen (yoy), meningkat dari capaian tahun sebelumnya sebesar 3,70 persen (yoy).

Baca Juga  Ini Pembahasan Pertemuan Sri Mulyani dan AHY

“Artinya, untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, pekerjaan rumah pemerintah adalah tetap menjaga agar minimal pertumbuhan ekonomi pada kuartal I tahun ini bisa terjaga seperti tahun lalu. Apalagi, pemerintah telah memprediksi, pertumbuhan ekonomi 2023 diprakirakan tetap kuat pada kisaran 4,5-5,3 persen, didorong oleh peningkatan permintaan domestik, baik konsumsi rumah tangga maupun investasi,” kata Ajib.

Agar pertumbuhan ekonomi ke depan tetap terjaga, Ajib  berharap pemerintah mendorong regulasi yang memberikan insentif agar likuiditas terus terjaga di masyarakat sehingga pertumbuhan ekonomi terus terjaga dengan baik. Hal ini menurutnya relevan dengan imbauan Presiden Joko Widodo, agar Indonesia lebih banyak melakukan konsumsi.

“Karena akan sulit untuk kita melakukan konsumsi ketika likuiditas berkurang atau ketika terlalu banyak disinsentif, baik fiskal dan moneter, terhadap likuiditas. Misalnya, suku bunga acuan yang terus naik. Terlebih lagi tren untuk satu-dua bulan ke depan, menghadapi masa Ramadan dan Lebaran, yang tentu akan membuat demand cenderung naik dan secara alamiah inflasi akan terkerek naik,” ujar Ajib.

Baca Juga  Tanda Bisnis Membutuhkan Transformasi Digital

Seperti diketahui, inflasi kelompok volatile foods juga menurun dibandingkan dengan perkembangan bulan sebelumnya. Kelompok ini mencatat inflasi sebesar 0,28 persen (mtm), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya yang sebesar 1,40 persen (mtm), disumbang oleh komoditas daging ayam ras, telur ayam ras, dan cabai rawit. Sayangnya, kelompok volatile foods secara tahunan mengalami inflasi 7,62 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya yang sebesar 5,71 persen (yoy). Di sisi lain, kelompok administered prices mencatat inflasi sebesar 0,14 persen (mtm), meningkat dari realisasi bulan sebelumnya yang mengalami deflasi sebesar 0,55 persen (mtm).

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *