Saat ini dunia memang berkomitmen untuk mengurangi gas rumah kaca, terutama CO2 yang sangat berpengaruh terhadap perubahan komposisi atmosfer dan perubahan iklim global. Presiden Joko Widodo dalam acara “Working Lunch on Development and Climate Change” di KTT G20, Antalya, Turki pernah menyatakan Indonesia siap melakukan aksi nyata dalam pengurangan emisi gas rumah kaca. Pengurangan emisi tersebut merupakan konsekuensi dari penandatanganan Protokol Kyoto oleh 188 negara pada 11 Desember 1997, dan Indonesia termasuk di dalamnya.
Hingga saat ini, PGE setidaknya mengelola tujuh proyek dalam kerangka Clean Development Mechanism (CDM). Enam di antaranya terdaftar di UNFCC (United Nations Framework Convention on Climate Change).
Terkait dengan optimasi sumber daya domestik, Sentot mengatakan, keberadaan PGE dari sisi ekonomi makro telah berkontribusi terhadap penghematan devisa sejak lama. Sejak tahun 1997, Indonesia harus mengimpor minyak karena produksi dalam negeri tak sanggup memenuhi konsumsi yang terus meningkat. Artinya, beroperasinya PLTP secara tidak langsung berkontribusi terhadap penghematan cadangan devisa migas.
Menurut Sentot, dengan kapasitas nasional PLTP Indonesia sebesar 2.130,6 Megawatt, berarti setara dengan 100,778 Barrel Oil Equivalent Per Day (BOEPD) yang jika digenapkan satu tahun menjadi 36,78 juta Barrel Oil Equivalent. Jika diasumsikan harga satu barel minyak 50 dollar AS, devisa yang bisa dihemat selama setahun dari keberadaan PLTP sebesar 1,84 miliar dollar AS. Dengan perhitungan yang sama, PGE dengan 672 MW berarti memberikan kontribusi penghematan devisa 580 juta dollar AS per tahun.
Comments