Freeport: Ekspor Tembaga Dilarang, Penerimaan Negara Hilang
Pajak.com, Papua – PT Freeport Indonesia (PTFI) mengungkapkan, ada potensi kerugian bagi penerimaan negara mencapai Rp 57 triliun jika pemerintah menghentikan dan melarang kegiatan ekspor konsentrat tembaga pada tahun 2023. Penerimaan negara yang hilang itu dihitung dalam bentuk pajak, dividen dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Juru Bicara Freeport Katri Krisnati menjelaskan, larangan ekspor tembaga dapat mengakibatkan penangguhan kegiatan operasional perusahaan yang secara signifikan berdampak pada keseluruhan kegiatan operasional serta penjualan hasil tambang.
“Jika penangguhan operasional tambang PTFI terjadi, potensi kerugian bagi penerimaan negara melalui pajak, dividen, dan PNBP mencapai Rp 57 triliun tahun ini. Pemberlakukan larangan ekspor konsentrat tembaga Freeport juga berdampak kepada kehilangan pendapatan daerah hingga Rp 8,5 triliun per tahun bagi APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Kabupaten Mimika,” ungkap Katri dalam keterangan tertulis, dikutip Pajak.com, (15/4).
Menurutnya, hingga saat ini Freeport terus berdialog dengan pemerintah dan semua pemangku kepentingan untuk mengkaji dampak jika larangan ekspor tembaga diberlakukan.
“Perusahaan juga berharap pemerintah dapat mempertimbangkan aturan turunan yang mencakup rincian jenis mineral yang dapat dan tidak dapat dijual ke luar negeri dengan beberapa pertimbangan tertentu. Keputusan untuk merelaksasi aturan tersebut sepenuhnya merupakan kewenangan pemerintah,” ujar Katri.
Sebagai informasi, Freeport memegang rekomendasi ekspor konsentrat tembaga sebanyak 2,3 juta ton dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) hanya hingga Juni 2023. Keputusan itu merupakan timbal balik atas capaian pembangunan fasilitas pengolahan atau smelter tembaga baru milik Freeport yang mencapai 54,5 persen hingga akhir Januari 2023. Pembangunan smelter yang didirikan di kawasan industri Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Gresik itu lebih tinggi baik dari target yang ditetapkan sebesar 52,9 persen.
Pada kesempatan berbeda, Direktur Utama Freeport Indonesia Tony Wenas menegaskan, permohonan ekspor konsentrat tembaga sebanyak 2,3 juta ton sudah diajukan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) kepada Kementerian ESDM pada tahun ini.
“Atas dasar progres tersebut, kami telah mendapatkan rekomendasi ekspor dari Kementerian ESDM untuk jumlah sesuai dengan RKAB, yaitu 2,3 juta ton, namun dengan jangka waktu sampai dengan Juni 2023,” kata Tony saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), (27/3).
Menteri ESDM Arifin Tasrif juga memastikan, fasilitas izin ekspor untuk Freeport ditetapkan maksimal hingga Juni 2023. Keputusan ini mengikuti regulasi larangan ekspor mineral mentah secara serempak, yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Comments