Menu
in ,

DPR Setujui Anggaran OJK 2022 Rp 6,32 triliun

DPR Setujui Anggaran OJK 2022 Rp 6,32 triliun

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menyetujui anggaran rencana kerja dan anggaran pengeluaran operasional Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar Rp 6,32 triliun. Hal ini disampaikan oleh Ketua Komisi XI DPR Dito Ganinduto dalam Rapat Kerja bersama OJK di Jakarta, Senin (13/12/21).

Dito menjabarkan, disetujuinya anggaran OJK oleh DPR tersebut akan digunakan untuk kegiatan operasional sebesar Rp 521,8 juta, kegiatan administratif Rp 5,26 triliun, kegiatan pengadaan aset Rp 543,53 juta, dan kegiatan pendukung lainnya sebesar Rp 80,94 juta.

Dalam kerja tersebut, DPR juga memberikan beberapa catatan agar upaya, kebijakan, program, dan kegiatan OJK dapat diarahkan untuk penguatan program pada pengawasan, perlindungan konsumen, edukasi dan literasi, serta penguatan organisasi dan sumber daya manusia (SDM). Selain itu, OJK juga diminta meningkatkan Indikator Kinerja Utama (IKU) OJK pada tahun 2022 agar bisa dicapai secara efektif dan efisien dibandingkan pada tahun sebelumnya.

Kebijakan strategis OJK pada tahun 2022 dapat diarahkan untuk mengantisipasi dampak risiko cliff effect dari normalisasi kebijakan dan potensi risiko perkembangan COVID-19, mendorong percepatan transformasi ekonomi digital, serta meningkatkan efektivitas program inklusi keuangan dan perlindungan konsumen,” imbau Dito.

Penyesuaian anggaran pengeluaran OJK 2022 ini menurut Dito disampaikan pada triwulan I tahun 2022 untuk ditetapkan Komisi XI DPR.

DPR juga meminta OJK untuk mengarahkan anggaran untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional melalui penguatan sektor jasa keuangan dan sektor jasa keuangan syariah serta melanjutkan inisiatif perubahan proses bisnis pengawasan dari traditional approach ke arah pengawasan sektor jasa keuangan terintegrasi berbasis teknologi informasi.

DPR berharap, kebijakan strategis OJK tahun depan dapat difokuskan untuk melakukan percepatan reformasi pengawasan industri keuangan non-bank (IKNB), mengembangkan organisasi yang akuntabel, efektif, dan efisien, serta memperkuat program pembelaan hukum untuk konsumen dan masyarakat.

Pada rapat kerja itu, Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Anetta Komarudin juga mengkritik kinerja OJK sepanjang tahun yang masih menyisakan sejumlah catatan. Mulai dari perkara asuransi, pengaduan nasabah hingga masalah pinjaman online (pinjol) ilegal.

Puteri mengingatkan OJK untuk mengevaluasi sistem pengaduan dari nasabah agar memudahkan masyarakat untuk menyampaikan keluhannya. Terutama, mereka yang tinggal di daerah yang memiliki keterbatasan untuk mengakses informasi pengaduan ini. Apalagi ternyata beberapa korban mengaku justru dipersulit ketika ingin menyampaikan aduannya di kantor regional OJK di daerah.

Puteri juga meminta OJK bersama perusahaan asuransi untuk terus meningkatkan literasi di sektor perasuransian. Hal ini mengingat tingkat literasi keuangan di Indonesia masih sangat rendah sebesar 38,03 persen. Namun, pada sektor perasuransian justru nilainya lebih rendah lagi, yaitu hanya 19,40 persen atau di bawah dari sektor perbankan yang berada pada 36,12 persen.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version