in ,

Dampak Kenaikan Cukai Rokok Bagi Industri dan Petani

Dampak Kenaikan Cukai Rokok
FOTO: IST

Dampak Kenaikan Cukai Rokok Bagi Industri dan Petani

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah berencana untuk menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada 2023 mendatang. Hal ini sebagai upaya mengendalikan konsumsi tembakau juga untuk mendongkrak penerimaan negara. Namun, sejumlah pihak menilai, rencana itu akan memberikan dampak langsung bagi industri rokok dan keberlangsungan petani tembakau. Apa saja dampak kenaikan cukai rokok bagi industri rokok dan petani tembakau?

Wacana kenaikan rokok ini tertuang dari Rancangan Anggaran dan Pendapatan Negara (RAPBN) 2023 dan Nota Keuangan pada 2023. Pemerintah menargetkan, penerimaan dari sektor cukai sebesar Rp 245,45 triliun. Angka itu naik 11,6 persen dari target dalam Perpres 98/2022. Pemerintah menyebut, ada sejumlah variabel dalam menentukan besaran tarif cukai rokok itu.

Misalnya, pertumbuhan ekonomi yang mencerminkan daya beli masyarakat. Ekonomi RI pada kuartal II-2022 tercatat tumbuh 5,44 persen (year-on-year/yoy), lebih tinggi dari kuartal sebelumnya yang tumbuh 5,01 persen. Sementara saat perekonomian tumbuh 3,69 persen pada pada 2021, cukai rokok pun ditetapkan naik 12 persen di 2022.

Baca Juga  SMF Dorong Pembiayaan Perumahan Berkelanjutan dan Pengembangan ESG

Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PDIP Rahmad Handoyo menyampaikan, rencana kenaikan tarif CHT pada SKT hendaknya mengedepankan asas kehati-hatian. Keinginan pemerintah untuk mengendalikan konsumsi tembakau bisa dipahami. Namun, khusus padat karya menurut Rahmad harus dilindungi agar kenaikan tarif cukai tidak menimbulkan gejolak di kalangan para pekerja Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan petani karena hidup mereka juga bergantung dari hasil tembakau.

Sementara itu, ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) Heri Susianto menyampaikan, pihaknya menolak rencana kenaikan cukai rokok tahun depan. Heri berpendapat, kika pemerintah bersikeras menaikkan cukai rokok, akan banyak dampak negatif yang ditimbulkan.

Pertama, akan terjadi pengurangan pegawai atau buruh yang berarti menghasilkan pengangguran yang sangat banyak. Kedua, akan semakin banyak rokok illegal. Ketiga, industri rokok terutama pabrikan rokok menengah dan kecil semakin banyak yang gulung tikar alias bangkrut.

Baca Juga  BPK Minta Pemerintah Terus Tingkatkan Kualitas APBN

“Itu berarti menimbulkan efek negatif juga bagi pemerintah. Akan semakin mempersulit ekonomi,” kata Heri dalam keterangan tertulisnya dikutip Jumat (7/10/22).

Sebagai informasi, sejak awal tahun ini pemerintah memutuskan menaikkan tarif cukai rokok sebesar rata-rata 12 persen. Dengan kenaikan tarif tersebut, produksi rokok ditargetkan turun sampai dengan 3 persen dan affordability index ditargetkan naik dari sekitar 12 persen menjadi 13,78 persen.

Hingga Agustus lalu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, produksi sigaret mengalami penurunan sebesar 3,3 persen. Penurunan itu tercermin dari data pemesanan pita cukai oleh para produsen rokok. Namun demikian, realisasi penerimaan dari cukai hasil tembakau hingga Agustus 2022 mencapai Rp134,65 triliun, atau naik 21 persen. Secara bulanan, realisasi penerimaan pada Agustus 2022 senilai Rp12,6 triliun, tumbuh 12,6 persen dari bulan sebelumnya.

Baca Juga  Xiaomi Siap Kuasai Pasar EV dengan Peluncuran Sedan SU7

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *