Menu
in ,

BI Klaim Utang Luar Negeri Triwulan III-2021 Terkendali

Pajak.comJakarta – Bank Indonesia (BI) menyatakan Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada triwulan III 2021 tetap terkendali, meski tumbuh 3,7 persen (yoy). Posisi Utang Luar Negeri Indonesia pada akhir triwulan III 2021 tercatat sebesar 423,1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 6.008 triliun, yang juga lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 2 persen (yoy).

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengatakan, Utang Luar Negeri Indonesia tetap terkendali tecermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang tetap terjaga di kisaran 37 persen, menurun dibandingkan dengan rasio pada triwulan sebelumnya sebesar 37,5 persen.

“Selain itu, struktur Utang Luar Negeri Indonesia tetap sehat, ditunjukkan oleh ULN Indonesia yang tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang, dengan pangsa mencapai 88,2 persen dari total ULN,” ujarnya dalam siaran pers, Senin (15/11).

Erwin menyebut, perkembangan pada triwulan III 2021 disebabkan oleh peningkatan pertumbuhan Utang Luar Negeri sektor publik dan sektor swasta.

“Utang Luar Negeri swasta meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. ULN swasta pada triwulan III 2021 tumbuh sebesar 0,2 persen (yoy), setelah pada periode sebelumnya mengalami kontraksi 0,3 persen (yoy),” katanya.

Secara rinci, Erwin menyebut pertumbuhan ULN perusahaan bukan lembaga keuangan sebesar 1 persen (yoy), melambat dari 1,6 persen (yoy) pada triwulan II 2021. Sementara itu, pertumbuhan ULN lembaga keuangan mengalami kontraksi sebesar 2,7 persen (yoy), lebih rendah dari kontraksi triwulan sebelumnya sebesar 6,9 persen (yoy).

“Dengan perkembangan tersebut, posisi ULN swasta pada triwulan III 2021 tercatat sebesar 208,5 miliar dollar AS,” imbuhnya.

Berdasarkan sektornya, ULN swasta terbesar bersumber dari sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas, dan udara dingin, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor industri pengolahan, dengan pangsa mencapai 76,4 persen dari total ULN swasta. ULN tersebut masih didominasi oleh ULN jangka panjang dengan pangsa mencapai 76,1 persen terhadap total ULN swasta.

Di sisi lain, ULN pemerintah tumbuh lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya. Erwin mengungkapkan bahwa posisi ULN pemerintah pada triwulan III 2021 sebesar 205,5 miliar dollar AS atau tumbuh 4,1 persen (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan triwulan II 2021 sebesar 4,3 persen (yoy).

“Perkembangan tersebut disebabkan oleh pembayaran neto pinjaman seiring lebih tingginya pinjaman yang jatuh tempo dibanding penarikan pinjaman. Hal ini terjadi di tengah penerbitan Global Bonds, termasuk Sustainable Development Goals (SDG) Bond sebesar 500 juta Euro, yang merupakan salah satu penerbitan SDG Bond konvensional pertama di Asia,” katanya.

Erwin mengklaim bawah penerbitan SDG Bond menunjukkan upaya Indonesia dalam mendukung pembiayaan berkelanjutan dan langkah yang signifikan dalam pencapaian SDG.

Ia pun memastikan bahwa ULN pemerintah senantiasa dikelola secara hati-hati, kredibel, dan akuntabel diutamakan untuk mendukung belanja prioritas pemerintah, termasuk kelanjutan upaya mengakselerasi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Antara lain, mencakup dukungan pada sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib sebesar 17,9 persen dari total ULN pemerintah; sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial mencapai 17,3 persen; sektor jasa pendidikan senilai 16,5 persen; sektor konstruksi sebesar 15,5 persen; serta sektor jasa keuangan dan asuransi mencapai 12,1 persen.

“Dari sisi risiko refinancing, posisi ULN pemerintah aman karena hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN pemerintah,” yakinnya.

Di sisi lain, ia juga menyebut Utang Luar Negeri Bank Sentral mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya meski tidak menimbulkan tambahan beban bunga utang. Dibandingkan triwulan II 2021, lanjut Erwin, posisi ULN Bank Sentral pada triwulan III 2021 mengalami peningkatan sebesar 6,3 miliar dollar AS menjadi 9,1 miliar dollar AS terutama dalam bentuk alokasi Special Drawing Rights (SDR).

Seperti diketahui, pada Agustus 2021 IMF mendistribusikan tambahan alokasi SDR secara proporsional kepada seluruh negara anggota, termasuk Indonesia. Tambahan SDR itu bertujuan untuk mendukung ketahanan dan stabilitas ekonomi global dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19, membangun kepercayaan pelaku ekonomi, dan memperkuat cadangan devisa global dalam jangka panjang.

“Alokasi SDR dari IMF ini adalah kategori khusus dan tidak dikategorikan pinjaman dari IMF karena tidak menimbulkan tambahan beban bunga utang dan kewajiban yang akan jatuh tempo ke depan,” jelasnya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version