in ,

Pengenaan Pajak atas Pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)

Ada berapa jenis Pajak UKM/UMKM yang harus dibayar dan dilaporkan? dan Berapa persen tarif pajak bagi UKM/UMKM?

Bisnis Usaha Kecil Menengah (UKM) atau Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) saat ini sudah banyak diminati oleh banyak orang. Tetapi, sebagai pemilik UKM atau UMKM sendiri, tentu juga memiliki kewajiban untuk membayar pajak.

KRITERIA UMKM

Kriteria UMKM ada dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 mengenai Usaha Mikro Kecil Menengah. Menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008, kriteria UMKM dapat dibedakan dari jumlah aset dan total omzet penjualannya selama satu tahun. Di Indonesia sendiri, terdapat empat kriteria UMKM.

Empat kriteria tersebut adalah Usaha Mikro, Usaha Menengah, Usaha Kecil, Usaha Besar

PAJAK UKM/UMKM

Pada saat mendaftarkan perusahaan atau badan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat usaha berdomisili, maka akan mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT).

Di dalam SKT tersebut dijelaskan pajak-pajak apa saja yang harus dibayarkan, tergantung pada jenis transaksi yang dilakukan dan jumlah omzet usaha dalam setahun.

Untuk UMKM yang perlu dibayar didalam pajak-pajak berikut:

  1. PPh Pasal 4 Ayat 2 atau PPh Final (jika ada sewa gedung/kantor, omset penjualan, dll)
  2. PPh Pasal 21 (jika memiliki pegawai/karyawan)
  3. PPh Pasal 23 (jika ada transaksi melakukan pembelian jasa)

JENIS-JENIS PAJAK UMKM

Sebagai pengusaha UKM, kewajiban perpajakan yang harus dibayarkan perusahaan, yang terdiri dari dua jenis pajak yaitu pajak bulanan yang dibayarkan ataupun dilaporkan setiap bulannya dan pajak tahunan yang dibayarkan serta dilaporkan setiap tahun.

Pajak Bulanan

1. PPh Pasal 21

UKM wajib memotong PPh 21 dari gaji, upah, honor, tunjangan dan pembayaran dengan nama serta dalam bentuk apapun yang masih terkait dengan pekerjaan, jasa, juga kegiatan yang dilakukan WP Dalam Negeri, pekerjanya tersebut.

Di dalam ketentuan ini, jika UKM memiliki karyawan dengan jumlah pegawai termasuk dalam yang dikenakan pajak penghasilan. Kemudian menyetorkan hasil pemotongan PPh 21 tersebut ke kas negara.

2. PPh Pasal 23

Untuk PPh Pasal 23 ini lebih ditujukan kepada kategori usaha menengah dengan ketentuan jika perusahaan melakukan transaksi berupa pembayaran dividen/pembagian keuntungan kepada pemegang saham yang berbentuk perusahaan dengan jumlah kepemilikan saham paling besar 25%.

Ketetapan lainnya selain yang dipotong PPh Pasal 21, PPh 23 berlaku ketika perusahaan melakukan pembayaran royalti, pembayaran bunga pinjaman selain dari bank, pembayaran hadiah juga penghargaan dan bonus.

Kemudian jika perusahaan melakukan pembayaran sewa atas penggunaan harta, pembayaran imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015.

Jadi, perusahaan yang melakukan transaksi PPh 23 ini wajib memotong pajaknya dari WP Orang Pribadi maupun WP Badan Dalam Negeri.

3. PPh Pasal 26

Kewajiban pajak bagi UKM berikutnya adalah PPh Pasal 26 apabila melakukan transaksi dengan WP Luar Negeri.

Transaksi tersebut berupa pembayaran atas gaji, jasa, dividen, bunga, royalti, sewa, dan lainnya yang terdapat pada PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23.

Sehingga perusahaan memotong PPh 26 atas transaksi tersebut dari WP Luar Negeri, baik itu dari WP Orang Pribadi Asing maupun dari WP Badan Asing.

4. PPh Pasal 4 ayat (2)

Kewajiban PPh Pasal 4 ayat (2) ini adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas transaksi persewaan atas tanah dan bangunan, pengalihan hak atas tanah dan bangunan, penghasilan atas usaha dari jasa konstruksi, dan dari dividen perusahaan yang dibayarkan kepada orang pribadi.

Kewajiban ini final, jadi penghasilan yang telah dipotong itu tidak dapat diperhitungkan lagi dalam SPT Tahunan PPh Badan.

5. PPh Final PP 23/2018

PPh Final PP 23/2018 sifatnya lebih kepada intensif bagi pelaku UKM, khusunya pada WP Badan yang boleh memilih jenis tarif PPh Final PP 23/2018 karena lebih kecil dibanding tarif PPh Badan normal yang mencapai dobel digit.

Pengusaha UKM juga dikenakan PPh Final sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang PPh atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang memiliki peredaran bruto tertentu.

6. PPN

Bagi pengusaha UKM juga diwajibkan atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ketika sudah ditetapkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Sehingga UKM yang telah menjadi PKP ini wajib menerbitkan Faktur Pajak dan dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang lebih bayar sebagai pengurang pajak pada penyampaian SPT Tahunan.

Atau, dapat mengkreditkan PPN terutang lebih bayar untuk masa pajak berikutnya maupun melakukan ganti kerugian atau pengembalian pajak lebih bayar.

7.PajakTahunan

Kewajiban pajak yang dilaporkan atau dibayarkan setiap tahunnya adalah PPh Badan dengan ketentuan UKM dengan kategori pengusaha dengan skala usaha menengah.

Untuk mengetahui besar hitungan PPh yang harus dibayarkan ke kas negara, UKM harus terlebih dahulu menghitung berapa PPh Terutangnya.

Guna untuk mengetahui jumlah PPh Terutang, UKM harus mengetahui Dasar Pengenaan Pajak (DPP) pajak penghasilannya, dapat dilakukan dengan cara menghitung jumlah Penghasilan Kena Pajak, kemudian mengalikannya dengan tarif pajak progresif PPh Pasal 17 ayat (1) tersebut.

Namun, sebelum itu harus mengurangkan penghasilan bruto dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk penghitungan PPh WP Orang Pribadi (WP OP).

Besar PTKP tergantung dari statusnya apakah WP termasuk memiliki tanggungan atau tidak sesuai UU PPh No. 36/2008.

Besar PTKP ini bisa berubah-ubah disesuaikan dengan kondisi yang ada dan ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) sebagai aturan pelaksanaannya.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *