in ,

Peluang Pajak E-Commerce dalam Pemulihan Ekonomi Pasca Pandemi

Pandemi COVID-19 telah berlangsung kurang lebih selama satu tahun. Banyak sektor yang terdampak sebagai akibat dari pandemi ini, salah satunya sektor perekonomian. Situasi pandemi ini telah menyebabkan ketidakstabilan ekonomi di Indonesia sepanjang tahun 2020 hingga pertengahan 2021. Namun, kondisi ekonomi yang tidak stabil justru berbanding terbalik dengan aktivitas jual beli pada layanan e-commerce. Berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI) tercatat bahwa jumlah transaksi jual beli pada e-commerce meningkat hampir dua kali lipat di tengah pandemi virus corona. Selain itu, riset lainnya menunjukkan bahwa terdapat 12 juta pengguna baru e-commerce selama pandemi COVID-19. Angka ini diperoleh dari laporan tahunan terbaru milik startup solusi e-commerce, Sirclo, berjudul Navigating Indonesia’s E-commerce COVID-19 Impact & The Rise of Social Commerce. Hal ini menunjukkan bahwa situasi pandemi membuat transaksi jual beli dalam platform e-commerce terus meningkat.

Kondisi pandemi COVID-19 memang mengubah perilaku konsumen dan peta kompetisi bisnis para pelaku usaha. Pasalnya, terjadi perubahan pola konsumsi barang dan jasa dari luring (offline) ke daring (online). Sehingga, pada tahun 2020 transaksi digital dalam e-commerce menjadi salah satu kontributor terbesar ekonomi dengan menyumbang 55,6% terhadap PDB nasional atau sekitar US$ 44 miliar, sedangkan nilai transaksi digital diperkirakan mencapai US$ 130 miliar. Sementara itu, menurut Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, potensi ekonomi digital di Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan akan mencapai US$ 133 miliar. Selain itu menurut sumber lainnya, McKinsey memproyeksikan ekonomi digital menyumbang hingga US$150 juta bagi pertumbuhan PDB RI pada tahun 2025.

Pengenaan Pajak E-Commerce 

Perkembangan e-commerce di Indonesia membuat pemerintah antusias untuk menggali potensi pajaknya. Isu pemberlakuan pajak bagi pelaku e-commerce yang sudah booming sejak tahun 2017 lalu akhirnya terealisasi dengan dikeluarkannya PMK No 210/PMK.010/2018. Berdasarkan peraturan tersebut pemerintah tidak menetapkan jenis atau tarif pajak baru bagi pelaku e-commerce. Peraturan yang dimuat hanya terkait cara dan prosedur untuk memberikan kemudahan administrasi dan mendorong kepatuhan para pelaku usaha e-commerce. Sehingga tidak ada perbedaan perlakuan perpajakan antara transaksi e-commerce dengan transaksi perdagangan lainnya. Selanjutnya untuk perlakuan pajaknya, pedagang yang memiliki omzet dibawah Rp 4,8 Miliar setahun akan dikenakan Pajak Penghasilan Final berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 yaitu sebesar 0,5% dari omzet bruto setiap bulan. Sedangkan pedagang yang memiliki omzet diatas Rp 4,8 Miliar setahun wajib untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan melaksanakan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sesuai UU No. 42 Tahun 2009.

Peluang Pajak E-Commerce dalam Pemulihan Ekonomi Nasional 

Tidak dapat dipungkiri pada saat ini ekosistem dalam e-commerce memuat banyak pedagang dengan jumlah transaksi per hari yang cukup besar. Hal ini dapat memberikan keuntungan terhadap negara melalui penerapan pajak yang cukup efektif. Berdasarkan penelitian dari The Center for Welfare Studies, AH Maftuchan, memperkirakan bahwa Indonesia mendapatkan keuntungan dari potensi pajak sektor e-commerce mencapai lebih dari Rp 10 triliun. Hal ini tentu dapat membantu perekonomian Indonesia agar segera bangkit setelah pandemi. Apalagi dalam masa pandemi, e-commerce menjadi salah satu sektor yang terus tumbuh dan meroket di tengah tumbangnya berbagai sektor industri yang selama ini menjadi andalan dalam menyumbang pajak untuk negara. Bahkan beberapa industri masih kesulitan membayar pajak sebagai akibat dari ketidakstabilan ekonomi saat ini. Sehingga pada saat ini pemerintah telah mempercepat upaya reformasi perpajakan, termasuk pengenaan pajak atas transaksi pada platform e-commerce untuk mengurangi dampak ekonomi akibat pandemi. Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani, pendapatan pajak di Indonesia akan bergerak menuju perpajakan digital seiring dengan transaksi online yang terus meningkat signifikan, terutama selama pandemi COVID-19. Oleh karena itu, sektor pajak e-commerce diharapkan dapat menjadi penopang dalam pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi.

Bagaimana kenyataannya?

Pemerintah telah menetapkan e-commerce sebagai salah satu sektor yang terkena pajak. Namun hingga saat ini target pemerintah belum tercapai, salah satu penyebabnya adalah banyak kendala yang harus dihadapi baik oleh pedagang maupun pemerintah. Menurut Arif Yanuar, Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Pajak Kemenkeu, menyatakan bahwa pemungutan pajak e-commerce bisa dilakukan kepada platform belanja online. Namun masalah akan datang jika transaksinya melibatkan antar negara. Hal itu disebabkan oleh sifat transaksi e-commerce yang tanpa batas, sehingga mampu menembus batas-batas negara. Jika kita mengamati proses transaksi jual beli barang yang tak berwujud melalui jaringan online, maka produk tersebut bisa terbebas dari pengenaan atau pungutan pajak tidak langsung. Selain itu, kendala lain dalam penerapan pajak e-commerce adalah upaya bagaimana caranya mendeteksi transaksi barang berbentuk digital agar bisa dikenakan penerapan kepatuhan perpajakannya, terutama proses transaksi barang digital yang terjadi lintas negara. Besar kemungkinan adanya potensi pajak yang hilang ketika transaksi tersebut tidak dapat diketahui oleh otoritas pajak di kedua negara asal penjual dan pembeli.

Berbagai permasalahan tersebut tentu harus dipikirkan solusinya oleh berbagai pihak yang bersangkutan. Untuk saat ini terdapat hal-hal yang harus dibenahi, seperti dukungan pemerintah, perkembangan sumber daya manusia, dukungan bank dan asuransi, serta perbaikan sistem perdagangan yang ada. Apabila permasalahan tersebut telah diselesaikan, maka upaya dalam pemulihan ekonomi nasional melalui pajak e-commerce dapat segera terealisasikan. Apalagi dalam situasi seperti ini, pemulihan ekonomi melalui pajak e-commerce sebagai salah satu sektor yang tetap hidup di tengah pandemi sangat diperlukan agar kegiatan perekonomian masyarakat dapat segera pulih.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *