in ,

PAJAK ATAS TRANSAKSI PLATFORM E-COMMERCE

Ada beberapa definisi dari e-commerce. Laudon dan Traver (2003) mendefinisikan e-commerce sebagai suatu proses membeli dan menjual produk-produk secara elektronik oleh konsumen dan dari perusahaan ke perusahaan dengan komputer sebagai perantara transaksi bisnis. Sedangkan, Andam (2003) mendefinisikan e-commerce sebagai penggunaan teknologi komunikasi elektronik dan pemrosesan informasi digital dalam suatu transaksi bisnis untuk membuat, mengubah, dan mendefinisikan kembali hubungan penambahan nilai antarorganisasi dan antara organisasi dan individu. Selanjutnya, Andam (2003) membagi tipe atau model bisnis e-commerce menjadi 5 macam, yaitu:

  1. Business to business (B2B), merupakan transaksi perdagangan elektronik antara perusahaan dengan perusahaan lain.
  2. Business to consumer (B2C), merupakan transaksi perdagangan elektronik antara suatu perusahaan dengan konsumennya.
  3. Business to government (B2G), merupakan model transaksi elektronik antara perusahaan dengan sektor publik atau pemerintah.
  4. Consumer to consumer (C2C), merupakan model transaksi perdagangan elektronik antara individu dengan konsumen. Model ini dapat diidentifikasi dengan berkembangnya pasar online (online marketplace) dan lelang online (online auction).

Mobile commerce (m-commerce), merupakan model transaksi elektronik dengan memanfaatkan teknologi nirkabel (seperti telepon seluler) untuk melakukan pembelian dan penjualan barang dan jasa. Online marketplace menggunakan model consumer to consumer (C2C) dengan melalui platform seperti Tokopedia dan Bukalapak. Model ini berbeda dengan layanan ritel seperti yang dilakukan oleh Blibli dan Lazada yang memakai model Business to Consumer (B2C) di mana transaksi terjadi antara perusahaan dengan konsumennya. Proses bisnis online marketplace dapat dijelaskan sebagai berikut:

  1. Penyedia platform marketplace menyediakan layanan perdagangan melalui sistem elektronik (ecommerce) atas barang dan/atau jasa;
  2. Pedagang atau penyedia jasa menggunakan fasilitas platform yang disediakan oleh penyedia platform marketplace untuk melakukan perdagangan melalui sistem elektronik (ecommerce);
  3. Pembeli barang atau penerima jasa melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa melalui penyedia platform marketplace; dan d. Pembayaran atas perdagangan barang dan jasa melalui sistem elektronik (e-commerce) oleh pembeli kepada pedagang atau penyedia jasa dilakukan melalui penyedia platform marketplace.

Mengenai Perpajakan, Pemerintah telah menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ/2015 tentang Pemotongan dan/atau Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Transaksi E-Commerce, dalam peraturan ini disebutkan ada beberapa model transaksi e-commerce, antara lain:

  1. Online marketplace, adalah kegiatan menyediakan tempat kegiatan usaha berupa toko internet di mal internet sebagai tempat online marketplace di mana pedagang (merchant) menjual barang dan/atau jasa.
  2. Classified Ads, adalah kegiatan menyediakan tempat dan/atau waktu untuk memajang content (teks, grafik, video penjelasan,informasi, dan lain-lain) barang dan/atau jasa bagi pengiklan untuk memasang iklan yang ditujukan kepada pengguna iklan melalui situs yang disediakan oleh penyelenggara Classified Ads.
  3. Daily Deals, adalah kegiatan penyediaan tempat kegiatan usaha berupa situs daily deals sebagai tempat bagi pedagang menjual barang dan/atau jasa kepada pembeli dengan menggunakan voucher sebagai sarana pembayaran.
  4. Online Retail, adalah kegiatan menjual barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh penyelenggara online retail kepada Pembeli.
Baca Juga  Staf Ahli Menkeu Ungkap Perubahan Proses Bisnis Perpajakan pada “Core Tax”

Selanjutnya, pada tahun 2018 pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce). Ketentuan baru yang ada di peraturan ini adalah pedagang atau penyedia jasa wajib memberitahukan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) kepada penyedia platform marketplace. Selain itu, dijelaskan pula dalam hal pedagang atau penyedia jasa belum memiliki NPWP, maka diberikan pilihan untuk mendaftarkan diri terlebih dahulu atau memberitahukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) kepada penyedia platform marketplace. Selanjutnya, diatur juga dalam peraturan ini bahwa penyedia platform marketplace wajib untuk melaporkan rekapitulasi transaksi perdagangan yang dilakukan oleh pedagang dan/atau penyedia jasa melalui penyedia platform marketplace ke DJP. Tetapi baru sekitar 3 bulan, pada akhir Maret 2019 pemerintah mencabut dan menyatakan tidak berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018 ini dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 31/PMK.010/2019. Alasannya, sesuai yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, adalah aturan itu kerap disalahartikan masyarakat dan pelaku usaha karena mengira pemerintah membebankan pajak baru bagi pelaku ecommerce, padahal sebenarnya tidak ada pengenaan pajak baru. Selain itu juga untuk menghindari berita yang simpang siur dan perlu adanya sosialisasi yang lebih terhadap seluruh stakeholder, masyarakat, dan perusahaan.

Baca Juga  Kemenkeu Satu Jateng Asistensi UMKM Lapor SPT

Untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Peraturan ini mengatur bahwa Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau perseroan terbatas, yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto (omzet) tidak melebihi 4,8 milyar rupiah dalam setahun dikenai Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final sebesar 0,5%. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tarif sebesar 0,5% ini dikenakan atas jumlah omzet setiap bulan. Sedangkan Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto lebih dari 4,8 milyar rupiah tidak dikenakan tarif 0,5% tetapi dikenakan tarif umum sesuai Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan.

Selanjutnya, dijelaskan juga bahwa yang tidak termasuk penghasilan dari usaha yang dikenai PPh yang bersifat final adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, PPAT, penilai, aktuaris, dan sebagainya.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di antaranya dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Selanjutnya, Peraturan Menteri Keuangan Nomor Nomor 197/PMK.03/2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai mengatur bahwa pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi 4,8 milyar rupiah.

Baca Juga  Pemkot Bengkulu Bentuk Tim Gerebek Pajak

Kesimpulannya, Perdagangan elektronik atau e-commerce berkembang dengan sangat pesat. Dalam beberapa tahun belakangan ini transaksi elektronik meningkat ratusan persen. Pemerintah sudah melihat adanya potensi perpajakan yang besar atas e-commerce dan selanjutnya mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018, meskipun kemudian ditarik. Peraturan perpajakan menempatkan transaksi konvensional dan online dengan perlakuan pajak yang sama. Selama peredaran bruto dalam setahun tidak melebihi 4,8 milyar maka dikenakan PPh final sebesar 0,5% dan tidak ada kewajiban memungut PPN. Untuk mencapai prinsip netralitas dan optimalisasi penerimaan pajak, salah satu alternatif kebijakan yang bisa diambil oleh pemerintah adalah melakukan penunjukan kepada penyedia platform online marketplace untuk menjadi pemotong PPh final sebesar 0,5 persen. Kebijakan ini akan mewujudkan adanya efisiensi, efektivitas, kepastian dan kesederhanaan dalam pemungutan pajak. Selain itu, pemerintah, penyedia platform dan pedagang juga akan mendapat manfaat dan insentif yang cukup besar apabila kebijakan ini diterapkan.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *