Welly Napitupulu: Audit Kepabeanan Jadi Pilar Transparansi dan Cegah Perdagangan Ilegal
Pajak.com, Jakarta – Audit kepabeanan memiliki peran penting dalam memastikan kepatuhan terhadap peraturan perdagangan lintas batas serta mencegah praktik perdagangan ilegal yang merugikan negara. Dengan sistem yang terus berkembang dan tantangan yang semakin kompleks, audit kepabeanan menjadi pilar utama dalam meningkatkan transparansi dan cegah praktik perdagangan ilegal.
Dalam wawancara eksklusif dengan Pajak.com, Tax & Customs Director GNV Consulting Welly Napitupulu membahas berbagai tantangan serta strategi dalam audit kepabeanan yang berperan penting dalam meningkatkan kepatuhan dan mencegah perdagangan ilegal.
Lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara, perjalanan Pendidikan Welly dimulai dengan mengambil studi diploma tiga (D-3) di Universitas Sumatera Utara (USU) dengan fokus pada Perpajakan. Setelah itu, ia melanjutkan ke jenjang S-1 di Universitas Trisakti dengan mengambil bidang Akuntansi.
“Selama kuliah saya sebenarnya memperdalam ilmu perpajakan, yang menjadi fondasi utama pada awalnya,” ungkapnya di Kantor GNV Consulting Services, Lantai 23 Menara AIA Central, Jakarta, dikutip (11/2).
Keputusan untuk menekuni bidang perpajakan dan kepabeanan membawa Welly Napitupulu ke dunia profesional sebagai konsultan pajak. Ia mengawali kariernya dengan bekerja di kantor konsultan pajak lokal sebagai junior associate. Tidak berhenti di situ, ia kemudian bergabung dengan salah satu kantor konsultan pajak big four yang berkonsentrasi pada bidang customs and global trade.
Selama empat tahun meniti karier di sana, Welly Napitupulu meraih pengalaman berharga yang mengasah keahliannya dalam menangani beragam kasus kepabeanan. Kemudian langkahnya berlanjut dengan bergabung di GNV Consulting, membuka lembaran baru dalam kariernya.
Menurut Welly Napitupulu, dunia kepabeanan dan perpajakan memiliki banyak kesamaan, terutama dalam hal regulasi yang terus berubah serta tingkat kompleksitas yang tinggi. Oleh karena itu, peran seorang konsultan sangatlah penting dalam membantu klien memahami peraturan, menjalankan kepatuhan, serta menghadapi audit kepabeanan dengan strategi yang tepat.
Dinamika dan Tantangan di Dunia Kepabeanan
Welly Napitupulu menjelaskan, bahwa dunia kepabeanan terus mengalami perubahan, baik dari sisi regulasi, teknologi, maupun praktik bisnis yang berkembang seiring dengan perubahan regulasi dan dinamika perdagangan internasional. Ketentuan kepabeanan yang terus diperbarui membuat pelaku usaha harus lebih cermat dalam memahami aturan yang berlaku.
“Jadi menarik sebenarnya, dunia kepabeanan sama seperti dunia perpajakan di mana ketentuan atau peraturan kepabeanan itu selalu berubah-ubah. Jadi kompleksitasnya pasti sangat tinggi ya,” ujar Welly Napitupulu.
Selain regulasi yang dinamis, salah satu tantangan terbesar dalam kepabeanan adalah minimnya pemahaman pengguna jasa terhadap aturan yang berlaku. Banyak pelaku usaha yang hanya berfokus pada bagaimana barang mereka bisa cepat keluar dari pelabuhan tanpa benar-benar memahami aturan yang harus dipatuhi.
“Sering kali intensinya adalah bagaimana barang itu cepat keluar atau cepat masuk. Nah kepatuhannya seringkali diabaikan dulu, padahal sebenarnya perlu sinergi antara kepatuhan dengan proses kecepatan dalam customs clearance,” jelas Welly.
Keterbatasan sumber daya manusia dan teknologi juga menjadi kendala dalam pelaksanaan audit kepabeanan. Sistem informasi yang belum sepenuhnya terintegrasi dapat memperlambat proses audit dan meningkatkan risiko kesalahan dalam pengawasan.
Peran Audit Kepabeanan dalam Menjaga Kepatuhan
Welly mengatakan, bahwa audit kepabeanan memiliki fungsi utama sebagai alat evaluasi terhadap kepatuhan pengguna jasa dalam transaksi impor dan ekspor. Audit ini tidak hanya berfokus pada importir dan eksportir, tetapi juga pada pihak-pihak yang berkepentingan dalam transaksi ekspor dan impor, seperti PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan) atau customs broker.
“Nah audit ini sebagai alat evaluasi sebenarnya, kira-kira selama kurun waktu perjalanan transaksi impor dan ekspor pengguna jasa, apakah mereka patuh terhadap peraturan kepabeanan,” kata Welly.
Lebih lanjut Welly mengelaborasi, audit kepabeanan juga bertujuan untuk memastikan bahwa kepatuhan terhadap peraturan tidak dikorbankan demi efisiensi atau kecepatan dalam transaksi perdagangan. Banyak perusahaan yang lebih mengutamakan kelancaran arus barang, tetapi mengabaikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.
“Karena audit kepabeanan ini sekali lagi mempunyai peranan penting, yaitu sebagai tolak ukur. Mungkin dalam keseharian, ya tugas dan fungsi dari sektor kepabeanan-cukai itu melakukan transaksi itu dengan cepat, sering kali karena waktu yang cepat itu ada hal-hal yang mengabaikan ketentuan,” terang Welly.
Melalui audit kepabeanan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai/Bea Cukai dapat memberikan rekomendasi bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kepatuhan mereka. Rekomendasi ini meliputi perbaikan dalam sistem pengendalian internal, penerapan teknologi digital dalam kepabeanan, serta peningkatan transparansi dalam pelaporan impor dan ekspor.
Perdagangan Ilegal Menjadi Ancaman Serius bagi Perekonomian
Berdasarkan data penindakan Bea Cukai terbaru, terjadi sekitar 31.275 kasus perdagangan ilegal di tahun 2024. Menurut Welly, salah satu penyebab utama dari tingginya angka perdagangan ilegal adalah kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari banyak pulau, sehingga pengawasan di setiap titik masuk menjadi sangat sulit.
“Ya sekali lagi memang ini satu tantangan tapi sekaligus seharusnya menjadi kekuatan, sinergi antara Bea Cukai dengan instansi terkait,” tegas Welly.
Selain penyelundupan fisik melalui jalur laut dan darat, perkembangan e-commerce juga menjadi celah baru bagi perdagangan ilegal. Banyak barang yang masuk ke Indonesia tanpa melalui prosedur kepabeanan yang benar, sehingga merugikan negara dari sisi penerimaan pajak dan bea masuk.
Menurutnya, banyak pihak memanfaatkan celah regulasi, seperti menyamarkan nilai barang impor atau menggunakan jasa titipan yang tidak terdaftar. Oleh karena itu, audit kepabeanan harus menjadi langkah preventif, bukan hanya alat penegakan hukum di tahap akhir.
“Secara fisik mungkin terjadi di pemasukan di beberapa pelabuhan atau di beberapa daerah. Tapi ada juga yang ternyata dilakukan terkait perdagangan digital atau e-commerce. Atau sering juga melalui jasa titipan,” jelas Welly.
Perdagangan ilegal tidak hanya berdampak pada penerimaan negara, tetapi juga pada keamanan nasional, industri dalam negeri, serta kesehatan masyarakat. Contohnya, banyak barang impor seperti pakaian bekas dan obat-obatan yang masuk secara ilegal, tanpa melalui pengawasan yang ketat.
Untuk mengatasi masalah ini, Bea Cukai perlu meningkatkan sinergi dengan instansi lain seperti penegak hukum, otoritas pajak, dan lembaga terkait lainnya. Penguatan pengawasan juga harus dilakukan dengan memanfaatkan teknologi digital untuk mendeteksi adanya transaksi mencurigakan.
Strategi Meningkatkan Transparansi dan Efisiensi Audit Kepabeanan
Dalam menghadapi tantangan yang terus berkembang, transparansi dan efisiensi dalam audit kepabeanan menjadi hal yang krusial. Banyak perusahaan masih menganggap audit sebagai proses yang merepotkan, padahal jika dilakukan dengan baik, audit justru dapat membantu mereka dalam menghindari risiko sanksi dan meningkatkan kepatuhan. Untuk mencapai hal ini, berbagai langkah harus diambil oleh pemerintah, pelaku usaha, serta pihak-pihak terkait dalam dunia kepabeanan.
Menurut Welly, salah satu langkah yang paling mendesak adalah peningkatan sistem pengendalian internal di perusahaan. Banyak kasus kepabeanan yang bermula dari lemahnya sistem pengawasan internal, baik dalam pencatatan transaksi, pengelolaan dokumen, maupun pelaporan kepabeanan.
Jika perusahaan memiliki sistem yang kuat dan terdokumentasi dengan baik, kata Welly, maka audit akan lebih mudah dilakukan dan kemungkinan terjadinya pelanggaran dapat diminimalisir. Perusahaan harus memahami bahwa kepatuhan bukan hanya tanggung jawab Bea Cukai, tetapi juga harus menjadi bagian dari budaya perusahaan itu sendiri.
Kemudian, Welly menilai, digitalisasi dan transparansi data juga menjadi faktor kunci dalam meningkatkan efektivitas audit kepabeanan. Saat ini, pemerintah telah mengembangkan sistem seperti CESA 4.0, namun masih ada keterbatasan dalam penggunaannya.
Salah satu tantangan yang sering dihadapi adalah tidak terintegrasinya berbagai dokumen kepabeanan, seperti consignment note dengan sistem utama Bea Cukai. Akibatnya, auditor sering kali harus melakukan pemeriksaan manual yang memakan waktu dan meningkatkan risiko kesalahan. Jika sistem ini bisa diperbaiki dan dibuat lebih terintegrasi, maka proses audit akan menjadi lebih cepat, akurat, dan efisien.
Selain penguatan sistem internal dan digitalisasi, sinergi antara Bea Cukai, konsultan kepabeanan, dan asosiasi industri juga perlu ditingkatkan. Selama ini, masih ada kesenjangan antara regulasi yang dikeluarkan pemerintah dan pemahaman pengguna jasa.
Menurut Welly, konsultan kepabeanan dapat berperan sebagai jembatan dalam memberikan edukasi kepada perusahaan agar mereka lebih memahami kewajiban dan hak mereka dalam sistem kepabeanan. Dengan adanya kerja sama yang erat antara pemerintah dan pelaku usaha, maka kepatuhan dapat meningkat tanpa harus selalu bergantung pada sanksi dan penegakan hukum.
Welly bilang, pendidikan dan pendampingan regulasi juga harus menjadi perhatian utama. Perubahan aturan yang cepat sering kali membuat perusahaan kesulitan untuk mengikuti perkembangan terbaru. Dalam banyak kasus, pelanggaran terjadi bukan karena niat untuk menghindari pajak atau bea masuk, tetapi karena kurangnya pemahaman tentang aturan yang berlaku.
Pemerintah perlu lebih aktif dalam memberikan sosialisasi, baik melalui seminar, pelatihan, maupun publikasi informasi yang mudah diakses oleh pelaku usaha. Dengan begitu, kepatuhan dapat ditingkatkan secara organik, bukan hanya melalui ancaman penalti.
Terakhir, Welly menjelaskan reformasi dalam sistem audit kepabeanan harus terus dilakukan agar lebih adaptif terhadap perkembangan zaman. Dunia perdagangan semakin kompleks, dengan berbagai model bisnis baru yang muncul, termasuk transaksi lintas batas yang dilakukan secara digital.
Regulasi dan sistem audit yang ada saat ini harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. Pemerintah perlu terus melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang ada, serta membuka ruang bagi masukan dari berbagai pihak agar sistem kepabeanan di Indonesia dapat berjalan dengan lebih baik.
Dengan berbagai strategi ini, diharapkan audit kepabeanan tidak lagi dipandang sebagai beban oleh pelaku usaha, tetapi sebagai alat yang dapat membantu mereka dalam menjalankan bisnis dengan lebih aman dan transparan. Pada akhirnya, transparansi dan efisiensi dalam audit kepabeanan bukan hanya akan menguntungkan pemerintah dalam meningkatkan penerimaan negara, tetapi juga menciptakan lingkungan bisnis yang lebih sehat dan kompetitif bagi semua pihak yang terlibat.
Audit Kepabeanan dalam Mendukung Penerimaan Negara
Dalam kesempatan itu, Welly menjelaskan bahwa selain meningkatkan kepatuhan, audit kepabeanan juga berperan dalam mendukung penerimaan negara. Dalam proses audit, sering kali ditemukan potensi kekurangan pembayaran bea masuk atau pajak impor yang belum tertagih.
Selain itu, audit kepabeanan juga dapat memberikan rekomendasi untuk memperbaiki sistem perpajakan dan kepabeanan agar lebih transparan. “Hasil audit juga memperkuat analisis risiko Bea Cukai untuk pengawasan yang lebih efektif, sehingga penerimaan negara dapat dioptimalkan,” imbuhnya.
Di akhir wawancara, Welly menegaskan bahwa peningkatan kepatuhan dalam kepabeanan bukan hanya tanggung jawab Bea Cukai, tetapi juga memerlukan kesadaran dari pengguna jasa dan kolaborasi dengan berbagai pihak.
“Audit kepabeanan bukan sekadar proses pemeriksaan, melainkan sebuah mekanisme untuk membangun sistem perdagangan yang lebih transparan dan adil bagi semua pihak. Jika pengguna jasa dan otoritas bekerja sama dengan baik, kepabeanan di Indonesia bisa menjadi lebih efisien, transparan, dan berkontribusi lebih besar terhadap perekonomian nasional,” pungkasnya.
Comments