in ,

PMK 114/2024 Ungkap Sanksi Penolakan dan Alasan Penghentian Audit Kepabeanan-Cukai 

PMK 114/2024
FOTO: IST

PMK 114/2024 Ungkap Sanksi Penolakan dan Alasan Penghentian Audit Kepabeanan-Cukai 

Pajak.com, Jakarta – Audit kepabeanan dan cukai berperan penting dalam pengawasan kepatuhan pelaku usaha terhadap peraturan perpajakan dan kepabeanan di Indonesia. Dengan dilaksanakannya audit, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Bea Cukai) dapat memastikan bahwa setiap pelaku usaha yang terlibat dalam kegiatan kepabeanan dan cukai mematuhi semua aturan yang berlaku. Namun, di balik proses ini, ada sejumlah penyebab terjadinya penghentian audit, yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 114 Tahun 2024 tentang Audit Kepabeanan dan Audit Cukai (PMK 114/2024). Pajak.com akan mengulas lebih jauh tentang penyebab penghentian audit dan risiko yang dihadapi auditee jika menolak untuk diaudit.

Alasan Penghentian Audit

PMK 114/2024 mengatur beberapa alasan yang sah untuk menghentikan pelaksanaan audit kepabeanan dan/atau cukai. Pertama, jika auditee—pihak yang diaudit—tidak dapat ditemukan. Hal ini biasanya terjadi ketika pelaku usaha sudah tidak beroperasi atau tidak lagi bisa dihubungi.

Kedua, penghentian audit dapat terjadi jika data auditee tidak tersedia karena sedang dalam pemeriksaan oleh instansi lain di luar Kementerian Keuangan. Keadaan ini mengakibatkan tim audit tidak bisa melanjutkan pekerjaan mereka hingga data tersebut tersedia.

Ketiga, penolakan auditee dalam memberikan informasi juga bisa menjadi alasan penghentian. Jika auditee tidak bersedia memberikan data audit, atau menyerahkan contoh sediaan barang dan informasi lainnya untuk kepentingan audit dalam batas waktu yang ditetapkan, tim audit tidak memiliki pilihan selain menghentikan audit tersebut.

Baca Juga  DJP Buka Suara Soal Seruan Setop Bayar Pajak, Ingatkan Hal ini

Keempat, auditee yang dinyatakan pailit oleh pengadilan juga akan menghadapi penghentian audit, karena secara hukum tidak lagi beroperasi. Kelima, dalam beberapa kasus, penghentian audit juga bisa dilakukan atas rekomendasi dari unit kerja di Bea Cukai, atau bahkan instansi lain di luar Cukai. Keenam, audit dapat dihentikan karena kondisi kahar seperti bencana alam, nonalam, atau sosial yang menghambat jalannya audit.

Selain alasan penghentian audit, PMK 114/2024 juga memperkenalkan proses baru yang lebih tepat dalam mendokumentasikan penghentian audit. Sebelumnya, penghentian audit langsung diterbitkan dalam bentuk Laporan Hasil Audit (LHA), padahal sebenarnya belum dilakukan audit sepenuhnya. Hal ini sering menimbulkan kesan bahwa perusahaan yang bersangkutan telah diaudit secara penuh.

Kini, melalui PMK 114/2024, setiap penghentian audit akan dibuat Berita Acara Penghentian Audit (BAPA), yang kemudian digunakan untuk menyusun Laporan Penghentian Audit (LPA). Bea Cukai memandang penegasan ini merupakan langkah yang lebih tepat karena memberikan catatan khusus terkait penghentian audit, tanpa meninggalkan kesan bahwa audit telah selesai dilaksanakan.

Risiko Menolak Audit: Sanksi yang Menanti

Bagi auditee yang menolak dilakukan audit, PMK 114/2024 juga memberikan gambaran jelas tentang langkah-langkah yang diambil oleh Bea Cukai. Jika auditee menolak menyerahkan data audit atau informasi lainnya dalam jangka waktu yang telah ditentukan, tim audit akan mengeluarkan surat peringatan I. Ini adalah upaya awal untuk meminta auditee bekerja sama dalam proses audit.

Baca Juga  Prabowo Targetkan Kepatuhan Wajib Pajak 100 Persen pada 2029, Begini Strateginya!

Selanjutnya, apabila dalam tiga hari kerja setelah menerima surat peringatan I, auditee masih menolak memberikan data yang diminta, tim audit akan menerbitkan surat peringatan II. Surat ini menegaskan bahwa auditee masih memiliki kesempatan untuk menyerahkan informasi yang diminta, tetapi batas waktunya semakin mendekat.

Kemudian, jika auditee tetap tidak bersedia menyerahkan data setelah tiga hari kerja sejak penerbitan surat peringatan II, maka auditee dianggap menolak membantu kelancaran audit. Dalam hal ini, auditee harus menandatangani surat pernyataan yang menegaskan bahwa mereka menolak bekerja sama. Jika auditee menolak menandatangani surat tersebut, tim audit akan membuat berita acara yang mencatat penolakan tersebut.

Konsekuensi dari penolakan auditee ini cukup serius. Tim audit dapat merekomendasikan pemblokiran akses kepabeanan atau bahkan pembekuan Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC). Tentu, pemblokiran akses ini sangat merugikan bagi auditee karena akan menghambat kegiatan ekspor-impor atau transaksi terkait cukai. Perlu diingat, sanksi ini akan tetap berlaku hingga auditee memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh tim audit, seperti penyerahan data yang diminta.

Tindakan Pengamanan dan Penindakan

Selain risiko pemblokiran akses dan pembekuan NPPBKC, PMK 114/2024 juga memungkinkan tim audit melakukan tindakan pengamanan jika diperlukan. Tindakan ini dilakukan ketika auditee tidak memberi akses kepada tim audit untuk memasuki bangunan usaha atau tidak memberikan data yang diperlukan. Dalam beberapa situasi, tindakan pengamanan bisa mencakup pengamanan data atau barang yang diperlukan sebagai bagian dari proses audit.

Baca Juga  OJK: Nilai Transaksi Bursa Karbon Capai Rp77,25 Miliar Hingga Februari 2025

Jika auditee terus menolak memberikan data atau informasi yang dibutuhkan, tim audit dapat mengambil tindakan penindakan yang lebih lanjut. Ini bisa berupa sanksi hukum atau tindakan lain sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pentingnya Kepatuhan dalam Proses Audit

Audit kepabeanan dan cukai adalah proses yang penting untuk memastikan keadilan dan kepatuhan dalam perdagangan internasional dan transaksi yang melibatkan cukai. Penolakan auditee untuk bekerja sama dalam proses audit tidak hanya dapat mengakibatkan penghentian audit, tetapi juga membawa risiko sanksi yang serius, termasuk pemblokiran akses kepabeanan dan pembekuan NPPBKC.

Bagi para pelaku usaha, penting untuk memahami bahwa kerja sama dalam proses audit adalah kunci untuk menjaga reputasi dan kelangsungan bisnis. PMK 114/2024 dengan jelas mengatur langkah-langkah yang harus diambil jika terjadi penolakan dari auditee, serta memberikan panduan tentang bagaimana penghentian audit dapat terjadi dalam kondisi tertentu. Anda bisa mengunduh PMK 114/2024 di sini.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *