Menu
in ,

Wamenkeu Menjamin DBH dan DAU Daerah Tak Dipangkas

Pajak.com, Sumatera Selatan – Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menjamin, tidak ada pemerintah daerah yang mengalami pemangkasan dana bagi hasil (DBH) dan dana alokasi umum (DAU) menyusul berlakunya Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD). Justru DBH dan DAU berpotensi meningkat karena terjadi banyak reformasi kebijakan dalam UU HKPD.

“Dana bagi hasil akan dialokasikan berdasarkan realisasi penerimaan tahun sebelumnya, sehingga alokasi DBH menjadi lebih presisi. Bahkan, terdapat DBH yang porsinya ditingkatkan, seperti DBH cukai hasil tembakau. Itu cara membagi DBH diputar-putar itu ujung-ujungnya naik apa turun? Ujungnya adalah naik, menggunakan simulasi 2021 yang ujung-ujungnya naik, ” jelas Sua, sapaan hangat Suahasil Nazara, dalam Sosialisasi UU HKPD di Griya Agung Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, yang juga disiarkan secara virtual,  (17/3).

UU HKPD melakukan perubahan fundamental dalam pengalokasian DBH sumber daya alam (SDA). Daerah pengolah dan daerah yang berbatasan langsung dengan daerah penghasil, meskipun berbeda provinsi, akan mendapatkan persentase DBH SDA. Hal ini menjadi salah satu pilar dalam UU HKPD yang memiliki tujuan meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal.

Kemudian, UU HKPD juga memuat pengaturan mengenai kebijakan transfer ke daerah berbasis kinerja, antara lain berupa 10 persen dari alokasi DBH akan dialokasikan berdasarkan kinerja daerah dalam mendukung optimalisasi penerimaan negara, serta kinerja pemeliharaan lingkungan untuk mengurangi dampak aktivitas eksploitasi SDA.

“Ibu, bapak sekalian, pengalokasian DBH juga akan memerhatikan kinerja daerah. Karena itu alokasi DBH 90 persen pakai formula, 10 persen menggunakan kinerja, termasuk di dalam mendukung penerimaan negara dan upaya pemulihan lingkungan,” kata Sua.

Berdasarkan simulasi yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) atas DBH tahun 2021, terdapat tiga provinsi dan 262 kabupaten/kota yang mengalami kenaikan DBH bila UU HKPD diimplementasikan pada tahun lalu. Total kenaikan DBH diperkirakan mencapai Rp 3,85 triliun.

Selanjutnya, mengenai dana alokasi umum (DAU), lewat UU HKPD pemerintah juga mengubah formula pengalokasian. Terdapat ketentuan holdharmless selama lima tahun.

“Dengan ketentuan holdharmless selama lima tahun, maka seharusnya alokasi DAU tidak akan mengalami penurunan dalam lima tahun pertama UU HKPD diimplementasikan. Dengan kata lain, alokasi DAU dipastikan naik selama kurun waktu tersebut,” ungkap Sua.

Kemudian, kebijakan formulasi DAU didesain agar tidak one size fits all, dialokasikan berdasarkan unit cost kebutuhan dengan tetap memerhatikan jumlah penduduk, kondisi, karakteristik, dan capaian kinerja daerah. UU HKPD mengkaitkan kebebasan penggunaan DAU dengan kinerja daerah dalam mengelola keuangannya.

“DAU dan DAK juga tidak lagi hanya diperuntukkan bagi kegiatan-kegiatan pembangunan fisik, namun diperluas untuk mendanai operasional pelayanan publik. Skema DAU dan DAK ke depan juga akan mengintegrasikan hibah daerah ke dalamnya untuk semakin memberikan warna kinerja dari dana yang bersifat specific grant ini,” jelas Sua.

Berdasarkan simulasi yang dilakukan Kemenkeu, 16 provinsi dan 198 kabupaten/kota justru mengalami peningkatan penerimaan apabila DAU dialokasikan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam UU HKPD.

“Perbaikan kebijakan DAU dan DAK merupakan momentum untuk mengatasi kesenjangan horizontal antar daerah yang sampai saat ini masih terjadi. Idealnya, setiap warga negara Indonesia di mana pun berada berhak untuk merasakan tingkat layanan publik yang sama (equal),” jelas Sua.

Sebagai informasi, kendati UU HKPD sudah berlaku sejak 5 Januari 2022, namun pada Pasal 191 UU HKPD disebutkan, ketentuan mengenai alokasi DAU dan DBH dilaksanakan sepenuhnya pada tahun anggaran 2023.

Selanjutnya, dari sisi perpajakan daerah, UU HKPD mengatur mengenai penguatan sistem pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) melalui restrukturisasi dan konsolidasi jenis PDRD, sumber-sumber perpajakan daerah yang baru, dan penyederhanaan jenis retribusi daerah.

“UU ini juga membuka adanya opsi retribusi tambahan, termasuk retribusi pengendalian perkebunan terkait sawit yang akan diatur lebih lanjut dalam PP (peraturan pemerintah), untuk menyesuaikan dengan dinamika di daerah, namun tetap menjaga stabilitas perekonomian,” ujar Sua.

Bersamaan dengan peningkatan kapasitas fiskal itu, UU HKPD juga mengamanatkan berbagai upaya dan dukungan perbaikan pengelolaan keuangan di daerah, seperti simplifikasi program/kegiatan dan pengaturan mandatory spending.

“Beberapa pengaturan dalam UU HKPD tersebut akan menantang bagi beberapa daerah, karena akan terjadi perubahan perilaku belanja,” tambah Sua.

Dari sisi skema pembiayaan, UU HKPD mendorong penggunaan creative financing untuk akselerasi pembangunan di daerah. UU HKPD tidak hanya mengartikan creative financing sebagai pembiayaan berbentuk utang, namun juga mendorong bentuk lain yang berbasis sinergi pendanaan dan kerja sama dengan pihak swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau antar pemerintah daerah.

“UU HKPD juga membuka adanya opsi bagi daerah yang berkapasitas fiskal tinggi dan telah memenuhi layanan publiknya dengan baik untuk membentuk dana abadi daerah untuk kemanfaatan lintas generasi,” kata Sua.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version