Menu
in ,

Urgensi Memahami Proses Penagihan Pajak di Indonesia

Proses Penagihan Pajak

FOTO: IST

Dalam menjalankan kewajiban perpajakan di Indonesia, seorang Wajib Pajak tidak jarang menunggak pajak atau bahkan tidak melunasi hutang pajaknya kepada negara. Sebagaimana layaknya hutang pada umumnya, hutang pajak juga memiliki proses penagihan yang dilakukan oleh otoritas pajak. Tujuan dari penagihan pajak ini tentu adalah untuk menagih hutang pajak dari Wajib Pajak. Seorang Wajib Pajak sebaiknya mengerti bagaimana proses penagihan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) supaya dapat memitigasi risiko yang timbul dari tindakan penagihan pajak tersebut. Dengan memahami prosesnya, wajib pajak dapat terhindar dari dampak-dampak negatif yang dapat timbul dari penagihan hutang pajak. Lalu apa dan bagaimanakah proses penagihan pajak di Indonesia?

Sebelum masuk ke proses penagihan pajak, ada baiknya kita mengetahui definisi dari penagihan pajak yang diatur dalam Pasal 1 angka 9 UU nomor 19 tahun 1997 sebagaimana terakhir diubah dengan UU nomor 19 tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP). Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang disita.

Kemudian apa yang mendasari tindakan penagihan pajak yang dilakukan oleh DJP? Sebagaimana disebutkan dalam pasal 18 UU nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang terakhir diubah dengan UU nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), dasar penagihan pajak adalah Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), SKPKB Tambahan, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding, dan Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar oleh seorang wajib pajak bertambah. Jika DJP menerbitkan produk – produk diatas, artinya proses penagihan pajak dimulai.

Dari dasar penagihan pajak tersebut, proses penagihan pajak dibagi menjadi tiga jenis, yakni penagihan pasif/persuasif, penagihan aktif, dan penagihan seketika dan sekaligus yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 189 tahun 2020. Penagihan pasif dimulai saat diterbitkannya dasar penagihan pajak hingga jatuh tempo dasar penagihan pajak tersebut, misalnya 1 bulan dari saat terbit untuk SKPKB. Kemudian apabila Wajib Pajak/Penanggung Pajak masih belum melunasi hutang pajaknya, penagihan aktif dimulai dengan mengirimkan surat teguran paling cepat 7 hari setelah jatuh tempo tersebut,. Berjangka waktu paling cepat 21 hari kemudian, jurusita pajak KPP tempat Wajib Pajak terdaftar akan mendatangi wajib pajak untuk mengirimkan surat paksa yang memiliki hak eksekutorial. Dengan adanya surat paksa, berarti telah timbul biaya penagihan pajak, dan semakin lama Anda menunggak pajak maka akan semakin berat konsekuensi yang diterima.

Dari sini kemudian proses penagihan pajak dapat bermacam–macam, yang tergantung pertimbangan subyektif dan objektif wajib pajak. Terhadap wajib pajak dapat dilakukan penyitaan, pengumuman di media massa, pemblokiran, pencegahan, hingga penyanderaan. Apabila dilakukan penyitaan terhadap aset wajib pajak, maka berpotensi akan dilakukan lelang terhadap aset tersebut demi melunasi hutang pajaknya. Dan perlu diketahui, proses penagihan aktif ini dapat berlangsung sangat lama yang tentunya dapat mengganggu keberlangsungan hidup dan usaha wajib pajak.

Kemudian jenis yang ketiga adalah penagihan seketika dan sekaligus. Penagihan jenis ini dijalankan oleh jurusita pajak terhadap wajib pajak/penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pelunasan pajak, yang meliputi seluruh hutang pajak. Apa sebabnya? Sesuai pasal 8 PMK 189 2020, beberapa penyebabnya adalah ketika penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia selamanya, memindahtangankan aset yang dimiliki atau dikuasai untuk mengecilkan kegiatan usaha, terdapat tanda bahwa wajib pajak badan akan dibubarkan atau dilakukan perubahan bentuk, aset penanggung pajak disita pihak ketiga, atau terdapat tanda – tanda kepailitan. Intinya, penagihan demi mengamankan aset wajib pajak sebelum aset tersebut berada di luar jangkauan dari DJP sehingga hutang pajak tidak dapat ditagih.

Lalu apakah penagihan pajak dapat berlangsung selamanya? Jawabannya adalah tidak. Proses penagihan pajak memiliki daluwarsa, yang artinya setelah mencapai daluwarsa tersebut DJP tidak bisa lagi melakukan penagihan pajak terhadap wajib pajak/penanggung pajak. Sesuai pasal 22 UU KUP, daluwarsa penagihan pajak adalah 5 tahun sejak penerbitan dasar penagihan pajak. Namun, daluwarsa tersebut dapat tertangguh apabila terbit surat paksa, ada pengakuan hutang dari wajib pajak secara langsung maupun tidak, diterbitkan SKPKB dan SKPKBT, serta dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

Dalam menghadapi tindakan penagihan yang dilakukan DJP, hendaknya wajib pajak bersikap kooperatif dan menunjukkan itikad baik untuk melakukan pelunasan hutang pajak. Alangkah baiknya, bersikaplah jujur dan beberkan permasalahan yang Anda hadapi kepada otoritas pajak. Apabila kesulitan melakukan pelunasan, ajukan permohonan angsuran dan/atau penundaan pembayaran pajak yang telah diatur dalam pasal 9 UU KUP. Kemudian apabila terdapat sengketa perpajakan atau terjadi perbedaan pendapat atas dasar penagihan pajak, maka ajukan upaya hukum perpajakan. Untuk sengketa yang sifatnya material ajukan keberatan dan banding kemudian, dan untuk sengketa yang sifatnya formal ajukan gugatan. Upaya – upaya di atas jauh lebih baik dilakukan daripada Anda berusaha menghindari penagihan pajak yang dilakukan DJP. Dengan tidak adanya itikad baik, Anda berpotensi dilakukan pemblokiran rekening, pencegahan, ataupun penyanderaan yang tentunya dapat membatasi gerak gerik Anda dan keluarga. Nama baik Anda juga berpotensi tercemar apabila DJP melakukan pengumuman di media massa. Untuk itu, penuhilah kewajiban perpajakan Anda dan selalu bersikap kooperatif terhadap otoritas pajak yang menangani Anda. Orang bijak taat pajak!

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version