Menu
in ,

Universitas Dukung PPh Orang Kaya dan PPN Dinaikkan

Pajak.com, Jakarta – Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pandangan terkait usulan Rancangan Undang-Undang Ketentutan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) kepada Tax Center dari beberapa universitas, antara lain Tax Center Universitas Brawijaya (Unbraw), Universitas Indonesia (UI), dan sebagainya. Ketua Tax Center Universitas Brawijaya (Unbraw) Rosalita Rachma Agusti menyampaikan, bahwa pihaknya sepakat terhadap usulan kenaikan tarif pajak penghasilan (PPh) orang kaya maupun pajak pertambahan nilai (PPN).

Rosalita menjelaskan, saat ini populasi Wajib Pajak (WP) orang pribadi (OP) di Indonesia memiliki empat lapisan, yaitu WP OP berpendapatan 0 sampai Rp 50 juta sebanyak 84 persen; berpenghasilan Rp 50 hingga 250 juta sebanyak 12,10 persen; berpendapatan Rp 250 hingga 500 juta sebanyak 2,3 persen; berpenghasilan Rp 500 juta sampai 5 miliar sebesar 1,64 persen. Dalam RUU KUP, pemerintah mengusulkan untuk menaikkan tarif PPh lapis keempat (Rp 500 juta sampai Rp 5 miliar) menjadi 30 persen. Kemudian, pemerintah juga ingin menambah satu lapisan, yaitu WP OP berpenghasilan di atas Rp 5 miliar dengan tarif PPh 35 persen.

“Pertimbangan kami atas nama keadilan, ternyata terdapat persentase PPh yang kecil dari WP pribadi orang kaya adalah pada pendapatan yang sangat tinggi. Pertimbangan yang kedua karena adanya inflasi, maka pada dasarnya kami sepakat perluasan bracket (lapisan) tersebut. Tapi pada naskah akademis kami belum menemukan dasar batas bracket baru di atas Rp 5 miliar. Padahal justifikasinya perlu disampaikan, sehingga masyarakat mengetahui. Karena menurut kami, dari lapisan yang keempat itu jaraknya sangat lebar, Rp 500 juta sampai Rp 5 miliar,” ungkap Rosalita, dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran DPR, pada Senin (12/7).

Selain itu, ia mengusulkan agar pemerintah dapat menetapkan kebijakan untuk mendorong lapisan pertama (WP berpenghasilan 0 sampai Rp 50 juta) ke lapisan berikutnya, sehingga dapat beralih membayar PPh dari tarif 5 persen menjadi 15 persen.

Kemudian, terkait dengan PPN. Tax Center Unbraw juga sependapat jika pemerintah menaikkan tarif PPN dari 10 persen menjadi 12 persen. Hal itu menurut Rosalita masih wajar untuk diimplementasikan di Indonesia.

“Pendapatan kami tentang PPN, di negara-negara OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) pengenaaan PPN mulai dari 2007 sampai 2021 secara umum trennya meningkat 17,7 persen sampai 19,7 persen dalam kurun waktu lebih dari 10 tahun. Kamboja, Filipina, Korea besarnya PPN antara 7 sampai 17 persen. Dari sini pandangan kami, adanya usulan peningkatan tarif dari 10 persen menjadi 12 persen adalah hal yang masih terbuka, sehingga layak untuk diimplementasikan,” jelas Rosalita.

Kendati demikian, ada hal yang perlu diperhatikan, khususnya kaitan antara kenaikan tarif PPN dengan daya beli masyarakat di Indonesia saat ini. Jangan sampai kenaikan PPN berimplikasi pada penurunan konsumsi yang bermuara pada pelemahan pertumbuhan ekonomi.

“Kaitan antara penerimaan dengan tarif pajak ada dalam teori laffer curve. Dari sini cukup memberikan pandangan, bahwa pada titik tertentu kenaikan tarif pajak memang akan bisa memaksimalkan penerimaan pajak. Tetapi, setelah melewati titik itu, ada potensi justru menyebabkan penurunan penerimaan. Artinya, pemerintah harus berhati hati dalam menetapkan tax rate. Kalau terlalu agresif, bukan memaksimalkan penerimaan tetapi malah menurunkan penerimaan pajak,” ungkap Rosalita.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version