in ,

Thailand Kenakan Pajak atas Perdagangan Saham

Thailand Kenakan Pajak atas Perdagangan Saham
FOTO: IST

Thailand Kenakan Pajak atas Perdagangan Saham

Pajak.com, Thailand – Pemerintah Thailand kenakan pajak sebesar 0,1 persen atas perdagangan saham mulai 2023. Sebelumnya, Pemerintah Thailand membebaskan pajak atas perdagangan saham selama lebih dari tiga dekade. Pengenaan pajak atas transaksi saham ini merupakan salah satu agenda reformasi pajak kementerian keuangan Thailand.

“Usulan (pengenaan) pajak atas penghasilan yang diperoleh dari transaksi jual beli saham dilakukan sejak Juli 2021 dan kabinet telah menyetujui revisi undang-undang yang membebaskan perdagangan saham dari pajak. Dengan dicabutnya undang-undang tersebut, berarti seluruh perdagangan saham di pasar saham, baik untung maupun rugi, akan dikenakan pajak transaksi keuangan sebesar 0,1 persen,” jelas Menteri Keuangan Arkhom Termpittayapaisith, dikutip Pajak.com (5/12).

Ia mengungkapkan, sebenarnya pengenaan pajak atas transaksi saham pernah masuk dalam undang-undang, tetapi dihapus pada tahun 1991. Maka, saat ini pemerintah perlu segera menyusun ketentuan baru yang menjadi payung hukum pengenaan pajak atas perdagangan saham. Dengan kebijakan ini Pemerintah Thailand memproyeksi dapat memperoleh tambahan penerimaan pajak sekitar Rp 6,69 triliun per tahun.

Baca Juga  Sertifikat Elektronik Pajak: Definisi, Fungsi, dan Cara Mendapatkannya

“Pengenaan pajak atas perdagangan saham menjadi bagian dari upaya peningkatan disiplin keuangan dan optimalisasi devisa bagi negara. Pemerintah akan memberikan masa tenggang selama tiga bulan untuk pedagang saham bersiap-siap sebelum ketentuan baru dirilis dan berlaku,” ujar Arkhom.

Pada kesempatan berbeda, Presiden Bursa Efek Thailand Pakorn Peetathawatchai menyatakan, akan mengadakan diskusi dengan asosiasi perusahaan sekuritas atas kebijakan baru ini. Di samping itu, perlu ada penyesuaian sistem untuk mengakomodasi kebijakan pajak yang baru dalam perdagangan saham. Adapun rata-rata transaksi harian Thailand hingga November 2022 sebesar 2 miliar dollar AS.

Di Indonesia, tarif yang dikenakan pada transaksi penjualan saham adalah Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 0,1 persen dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 1 Ayat 2 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997. PPh final untuk transaksi penjualan saham ini juga dikenakan tanpa melihat apakah penjualan saham menghasilkan untung atau rugi.

Baca Juga  Tax Center UNSIKA - Taxco Solution Ungkap Tantangan dan Solusi Penerapan “Tax Planning” bagi Perusahaan 

Sementara, payung hukum pengenaan pajak atas penghasilan yang didapatkan dari investasi saham serta dividen tertuang dalam Pasal 4 Ayat (2) Huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. melalui aturan ini pemotongan PPh atas pendapatan dari dividen, yakni sebesar 11 persen dari penghasilan bruto.

“Bagi yang menjadi trader saham, atas penghasilan mereka dipotong PPh final. Setelah dipotong pajaknya, para trader saham ini tetap berkewajiban melaporkan penghasilan dan PPh final tersebut dalam SPT (Surat Pemberitahuan) tahunan,” jelas Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Neilmaldrin Noor.

Sebagai informasi, investor pasar modal di Indonesia meningkat hampir tujuh kali lipat dibandingkan empat tahun lalu. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sampai dengan 29 Desember 2021, investor pasar modal telah meningkat 92,7 persen menjadi 7,48 juta investor dari sebelumnya 3,88 juta investor per akhir Desember 2020.

Baca Juga  DJP Rilis Simulator “Core Tax” untuk Wajib Pajak Badan, Ini Tahapan Pendaftarannya

Sekitar awal 2017, jumlah investor pasar modal di Indonesia tercatat hanya 1 juta investor. Menarikanya, pertumbuhan investor pasar modal didominasi oleh kalangan milenial atau yang berusia di bawah 30 tahun, sebesar 59,81 persen. Rata-rata nilai transaksi harian di Bursa Efek Indonesia (BEI) naik lebih dari 46 persen hingga akhir Desember 2021 atau menjadi sebesar Rp 13,51 triliun dari Rp 9,2 triliun di Desember 2020.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *