in ,

Tarif Pajak UMKM 0,5 Persen Dievaluasi, Sri Mulyani: Untuk Ciptakan Keadilan

Tarif Pajak UMKM
FOTO: KLI Kemenkeu

Tarif Pajak UMKM 0,5 Persen Dievaluasi, Sri Mulyani: Untuk Ciptakan Keadilan

Pajak.com, Jakarta – Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 membatasi pemanfaatan fasilitas tarif Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5 persen bagi usaha mikro kecil menengah (UMKM) orang pribadi selama 7 tahun atau berakhir pada awal 2025 (2018 – 2025). Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran dari berbagai kalangan, salah satunya oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa kebijakan fasilitas pajak untuk UMKM akan terus dievaluasi untuk menciptakan keadilan.

“Insentif perpajakan bagi koperasi dan UMKM dengan omzet Rp 4,8 miliar menggunakan (tarif PPh final 0,5) atau menggunakan kriteria yang normal apabila UMKM kita omzetnya Rp 4,8 miliar, setengah miliar (Rp 500 juta) pertama, dia tidak kena pajak. Fasilitas untuk menggunakan PPh final ini kita akan terus evaluasi. Apakah itu memang masih dibutuhkan atau kita akan terus melihat UMKM yang sudah semakin punya kapasitas, sehingga mereka juga bisa diperlakukan secara lebih adil,” jelas Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komite IV DPD bersama Menteri Keuangan, Bank Indonesia, dan Bappenas, dikutip Pajak.com, (3/9).

Ia berpandangan, evaluasi penting dilakukan karena sejatinya omzet tidak menggambarkan kesehatan dari UMKM. Keadilan pemungutan pajak perlu didasari oleh tingkat profitabilitas dari bisnis.

“Pengenaan pajak berdasarkan omzet tidak mencerminkan 100 persen keadilan. Karena harusnya yang dipajaki itu adalah net profit-nya, tapi karena UMKM pembukuannya tidak cukup baik atau tidak mau terlalu rumit, lebih mudah menghitungnya berdasarkan omzet. Padahal, bisa saja omzetnya Rp 600 juta, tapi setengah miliar (Rp 500 juta) cost-nya, sehingga dia hanya mendekati atau impas, bahkan rugi tapi harus tetap bayar pajak. Itu enggak adil. Kalau menggunakan (penghitungan) norma biasa, tapi berarti harus ada pembukuan UMKM,” jelas Sri Mulyani.

Oleh sebab itu, kementerian keuangan melalui unit vertikal dan Politeknik Keuangan Negara Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (PKN STAN) juga berupaya membantu UMKM melakukan pembukuan sederhana.

Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo berpandangan pembatasan pengenaan PPh final 0,5 persen bagi UMKM orang pribadi merupakan harapan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan bisnis.

Baca Juga  Teten Masduki Usul Tarif Pajak 0,5 Persen untuk UMKM Berlaku Tanpa Batas Waktu

“Wajib Pajak orang pribadi UMKM yang di tahun ke-7 harus naik kelas menjadi Wajib Pajak yang tidak lagi menggunakan PPh final. Untuk itu, kami akan tetap menjalankan sosialisasi dan edukasi sampai kantor kami yang terbawah, diujung-ujung (Kantor Pelayanan Pajak/KPP dan Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan/KP2KP) di seluruh Indonesia,” jelasnya dalam Konferensi Pers Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kinerja dan Fakta (KiTa), (15/8).

Sebagai informasi, selain tarif PPh final 0,5 persen bagi UMKM orang pribadi, PP Nomor 23 Tahun 2018 juga membatasi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, atau firma untuk mendapatkan tarif 0,5 persen paling lama 4 tahun. Sementara, Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas, paling lama 3 tahun masa pajak.

PP Nomor 23 Tahun 2018 turut mengatur pengenaan PPh untuk tahun pajak 2025 dan seterusnya dapat menggunakan norma penghitungan apabila telah memenuhi syarat dan omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar atau menggunakan tarif normal dan menyelenggarakan pembukuan jika omzet di atas Rp 4,8 miliar.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *