Survei KedaiKOPI: 83,2 Persen Responden Jabodetabek Menolak Wacana Kenaikan PPN 12 Persen
Pajak.com, Jakarta – Hasil survei yang dirilis oleh Lembaga Survei KedaiKOPI baru-baru ini mengungkapkan penolakan mayoritas masyarakat Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) terhadap wacana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen.
Direktur Riset dan Komunikasi KedaiKOPI Ibnu Dwi Cahyo mengatakan, 83,2 persen responden merasa kenaikan PPN akan semakin menambah tekanan ekonomi masyarakat di Jabodetabek yang sudah menghadapi beban biaya transportasi dan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berpotensi naik.
“Isu kenaikan PPN menjadi kekhawatiran tersendiri bagi masyarakat, terutama karena dampaknya tidak hanya pada satu sektor tetapi mencakup berbagai aspek kehidupan,” ujar Ibnu dalam keterangan resminya, dikutip Pajak.com pada Jumat (1/11).
Selain menyoroti kenaikan PPN, survei KedaiKOPI juga mengungkapkan ketidaksetujuan publik terhadap beberapa kebijakan pemerintah lainnya. Sebanyak 78,5 persen responden menyatakan tidak setuju dengan rencana penyesuaian tarif Kereta Rel Listrik (KRL) berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK). Masyarakat menilai bahwa kebijakan tersebut akan memperumit akses layanan KRL serta menambah beban ekonomi yang sudah berat.
Ibnu mengungkapkan bahwa kekhawatiran masyarakat tidak hanya pada dampak ekonomi, tetapi juga risiko penyalahgunaan data pribadi yang terintegrasi dengan sistem NIK. Hanya 20,6 persen responden yang merasa yakin bahwa kebijakan tersebut akan tepat sasaran dalam menargetkan subsidi.
“Sebagian besar responden menganggap prosedur penggunaan NIK untuk tarif KRL akan memperumit proses layanan dan berpotensi meningkatkan kemacetan di gerbang masuk stasiun,” jelas Ibnu.
Kebijakan lainnya yang juga mendapat perhatian dari masyarakat adalah pembatasan subsidi BBM jenis Pertalite. Survei ini menunjukkan bahwa 55,6 persen responden menolak pembatasan subsidi Pertalite, karena khawatir akan menambah beban hidup masyarakat berpenghasilan rendah yang sangat bergantung pada BBM bersubsidi.
“Masyarakat menganggap subsidi BBM seharusnya tetap dipertahankan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, mengingat tingginya ketergantungan mereka terhadap BBM bersubsidi,” jelas Ibnu.
Lebih lanjut, 58,6 persen responden menilai bahwa pembatasan subsidi Pertalite berpotensi tidak tepat sasaran dan bisa merugikan mereka yang benar-benar membutuhkan. Warga Jabodetabek menyoroti adanya permasalahan pada sistem pendataan penerima subsidi yang dinilai masih belum akurat, sehingga perlu perbaikan mendasar untuk memastikan bahwa bantuan tepat sasaran.
Menyikapi hasil survei ini, Ibnu menambahkan bahwa pemerintah sebaiknya mempertimbangkan pendekatan kebijakan yang lebih partisipatif.
“Penting untuk mendengarkan aspirasi publik agar kebijakan tidak menimbulkan resistensi yang besar. Masyarakat berharap adanya kebijakan subsidi yang lebih transparan dan aksesibel bagi yang benar-benar membutuhkan,” ungkapnya.
Ibnu menegaskan bahwa pemerintah harus mempertimbangkan dampak sosial dari kenaikan pajak di tengah kenaikan harga BBM dan tarif transportasi. “Kebijakan ekonomi yang menyentuh kebutuhan pokok seperti BBM dan transportasi harus mempertimbangkan daya beli masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah yang paling terdampak,” pungkas Ibnu.
Adapun, survei ini melibatkan 1.100 responden dari kawasan Jabodetabek dengan metode survei Online-Computerized Assisted Self Interview (CASI).
Comments