in ,

Sandiaga Uno Terima Aspirasi Perubahan Tarif Pajak Hiburan

Sandiaga Uno Terima Aspirasi Perubahan Tarif Pajak Hiburan
FOTO: Kemenparekraf

Sandiaga Uno Terima Aspirasi Perubahan Tarif Pajak Hiburan

Pajak.com, Jakarta – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno memastikan, pemerintah terima beragam aspirasi yang disampaikan oleh para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif (parekraf) terkait perubahan tarif pajak hiburan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD).

“Kami melalui Staf Ahli Bidang Manajemen Krisis Kementerian Parekraf akan memfasilitasi setiap aspirasi dan memberikan tambahan informasi untuk pelaku parekraf dan juga ada helpdesk untuk mereka (pelaku parekraf),” ungkap Sandiaga Uno dalam The Weekly Brief with Sandi Uno, di Gedung Sapta Pesona, Jakarta Pusat, dikutip Pajak.com(23/1).

Staf Ahli Menparekraf Bidang Manajemen Krisis Kemenparekraf Fadjar Hutomo menegaskan bahwa pihaknya tengah mengkaji materi perubahan persentase tarif pajak hiburan. Secara simultan, Kemenparekraf terus menjalin komunikasi dengan para pelaku parekraf.

“Kami terus berkomunikasi, berkoordinasi, dan menyerap aspirasi kawan-kawan di industri, termasuk proses yang sedang mereka lakukan dan diskusikan untuk mengawal hal itu,” kata Fadjar.

Baca Juga  Kemenkeu: Pajak Hiburan Dipatok 40 – 75 Persen untuk Masyarakat Tertentu

Pada kesempatan yang sama, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Lydia Kurniawati Christyana menyampaikan bahwa pajak hiburan yang termasuk dalam Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sebenarnya tidak mengalami kenaikan. Kendati demikian, nilai persentase pajak tersebut justru diturunkan dari semula paling tinggi 35 persen menjadi paling tinggi 10 persen.

“Sebetulnya, kurang tepat kalau dibilang bahwa pajak jasa hiburan ini tarifnya naik. Secara umum, PBJT justru turun. Dalam UU ini ada 12 jenis PBJT atas jasa kesenian dan hiburan. Di mana, dalam UU HKPD ini dicantumkan bahwa 11 jenis PBJT atas jasa kesenian dan hiburan, seperti pajak pagelaran busana, kontes kecantikan, bioskop, hingga konser, yang dulunya dikenakan tarif pajak maksimal 35 persen, sesuai UU HKPD diturunkan tarifnya menjadi 10 persen. Penurunan tarif pajak ini disesuaikan dengan PBJT jenis lainnya di dalam UU,” ungkap Lydia.

Kendati demikian, ada pula beberapa jenis jasa hiburan tertentu yang dikenakan pajak sebesar 40-75 persen, yaitu bar, kelab malam, diskotek, karaoke, dan mandi uap/spa.

“Urgensi kenaikan tarif ini adalah instrumen fiskal, dalam hal ini pajak tidak hanya mencari pendapatan sebanyak-banyaknya, tetapi instrumen fiskal ini juga berfungsi regulatory melakukan pengendalian,” jelas Lydia.

Ia memastikan, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak dalam menetapkan tarif pajak hiburan. Penetapan mendasarkan pada praktik pemungutan di lapangan dan mempertimbangkan pemenuhan rasa keadilan masyarakat, khususnya bagi kelompok masyarakat yang kurang mampu serta perlu mendapatkan dukungan lebih kuat melalui optimalisasi pendapatan negara.

Menanggapi hal tersebut, aktivis sekaligus pelaku parekraf asal Bali Niluh Djelantik berharap ada regulasi yang berpihak kepada pelaku parekraf dalam penetapan tarif pajak hiburan.

“Kami memerlukan kepastian dari pemerintah pusat dan kami berharap tidak hanya Bali saja yang diberi keringanan tarif pajak, tapi juga seluruh pengusaha terkait di seluruh Indonesia,” tegas Niluh.

Pertemuan ini juga dihadiri oleh Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Tjok Bagus Pemayun dan jajaran Kemenparekraf.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *