Menu
in ,

Proyeksi Penerimaan Pajak Lampaui Target Rp 1.784 T

Pajak.com, Jakarta – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memproyeksi, penerimaan perpajakan di tahun 2022 mampu melampaui target atau mencapai sekitar Rp 1.784 triliun dan rasio perpajakan menyentuh 9,55 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Prediksi sebesar Rp 1.784 triliun itu terdiri dari penerimaan pajak Rp 1.485 triliun serta bea dan cukai Rp 299 triliun. Adapun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022, penerimaan perpajakan ditargetkan sebesar Rp 1.510 triliun.

Kepala BKF Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu memastikan, penerimaan perpajakan telah kembali ke level prapandemi. Pemulihan ekonomi dan harga komoditas terbukti telah mendorong kinerja penerimaan perpajakan di 2021.

“Sebelum pandemi 2022, rata-rata pertumbuhan perpajakan 2017-2019 tumbuh 6,5 persen. Tahun 2018 perpajakan tumbuh 13 persen disebabkan harga komoditas membaik (commodity boom),” ungkap Febrio di Rapat Panitia Kerja bersama Asumsi Dasar Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), yang disiarkan secara virtual, (13/6).

Ia menguraikan, pada 2020 penerimaan perpajakan mencapai Rp 1.285,1 triliun atau anjlok minus 16,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Di sisi lain, penerimaan perpajakan harus memenuhi belanja negara yang tinggi untuk menjaga ekonomi dan masyarakat dari pandemi COVID-19.

“Kemudian, tahun 2021, peluang pertumbuhan ekonomi mulai membaik dan pemerintah menikmati harga komoditas, sehingga pertumbuhan penerimaan perpajakan tahun 2021 tumbuh 20,4 persen dengan penerimaan perpajakan mencapai Rp 1.547,9 triliun. Pemulihan ekonomi yang sangat kuat di 2021, tapi Indonesia kembali dihadapkan dengan COVID-19 varian Delta. Sangat berat, namun ada harga komoditas sangat tinggi, jadi kita menikmati pertumbuhan perpajakan yang sangat kuat,” ungkap Febrio.

Selanjutnya, pada 2022, Indonesia masih menikmati berkah kenaikan harga komoditas yang sangat tinggi. Oleh karena itu, BKF Kemenkeu optimistis, penerimaan perpajakan sampai akhir 2022 akan mencapai Rp 1.784 triliun atau tumbuh 15,3 persen.

“Outlook 2022 tumbuh 15,3 persen ini kami berikan keputusan sangat strategis dan tetap dalam kondisi mitigasi yang kami hadapi,” jelas Febrio.

Kendati demikian, seluruh dunia, termasuk Indonesia masih tetap mewaspadai ketidakpastian global. Tidak hanya terkait kebijakan moneter, namun juga mewaspadai aktivitas perdagangan dunia yang semakin terdisrupsi.

“Indonesia, sempat (menerapkan) larangan ekspor beberapa komoditas dan kami terus berupaya, dan akhirnya berhasil menjaga supply dalam negeri. Saat ini sudah lepas lagi ekspor,” ungkap Febrio.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga mengungkapkan optimisme realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 1.450 triliun hingga Rp 1.485 triliun  di tahun ini. Prediksi itu melebihi target penerimaan pajak dalam APBN 2022 yang sebesar Rp 1.265 triliun. Artinya, penerimaan pajak diproyeksikan lebih tinggi 14,6 persen hingga 17,4 persen dari target yang telah ditetapkan.

Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan DJP Ihsan Priyawibawa mengungkapkan, penerimaan pajak akan melampaui target APBN 2022 karena didorong oleh berkah peningkatan harga komoditas global dan pemulihan ekonomi nasional yang semakin membaik. Adapun sektor yang langsung terpengaruh oleh pergerakan kenaikan komoditas, antara lain sawit, batu bara, tembaga, nikel, serta minyak dan gas (migas).

“Kenaikan harga komoditas sudah terbukti mendorong kinerja penerimaan tahun lalu dan tahun ini, setelah penerimaan pajak tahun 2020 kita terkontraksi akibat pandemi COVID-19. Kenaikan itu mencakup harga komoditas unggulan Indonesia di pasar global, baik dari sisi industri maupun pertanian. Salah satu komoditas unggulan Indonesia adalah CPO (crude palm oil), yang hingga akhir April 2022 pertumbuhan sektor perkebunan kelapa sawit tercatat sebesar 140 persen dan industrinya tumbuh lebih dari 600 persen,” ungkap Ihsan.

Kemudian, indikator proyeksi penerimaan pajak 2022 juga didukung oleh rasio kepatuhan formal yang terus meningkat selama beberapa tahun terakhir. Ihsan memerinci, rasio kepatuhan formal pada tahun 2018 tercatat 71,1 persen, selanjutnya tahun 2019 meningkat menjadi 73,1 persen, pada tahun 2020 naik lagi menjadi 77,6 persen, dan pada tahun 2021 kepatuhan formal pajak naik menjadi 84 persen.

Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Bidang Kepatuhan Pajak DJP Yon Arsal menuturkan, proyeksi realisasi 2022 yang melebihi target akan didorong pula oleh potensi tambahan penerimaan dari implikasi peningkatan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen mulai 1 April 2022, yakni sekitar Rp 45 triliun sampai Rp 50 triliun.

“Secara agregat kurang lebih baseline rata-rata penerimaan PPN sekitar Rp 500 triliun hingga Rp 600 triliun. Kalau baseline tidak berubah, maka ada tambahan sekitar 10 persen dan dikalikan dengan sembilan bulan (April hingga Desember) implementasi di tahun ini. Jadi sekitar Rp 45 triliun hingga Rp 50 triliun,” ungkap Yon.

Meskipun begitu, DJP akan mengoptimalkan kegiatan prioritas untuk mencapai target, diantaranya berupa program Pengawasan Pembayaran Masa (PPM), yang meliputi pengawasan pembayaran dan pelaporan, dinamisasi angsuran masa, pengawasan pemberian fasilitas, ekstensifikasi, pengawasan perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE). Kegiatan prioritas lainnya, yakni program Pengujian Kepatuhan Material (PKM), diantaranya melalui pengawasan kebenaran material pelaporan dan pembayaran, pemeriksaan dan penagihan, serta penegakan hukum.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version