Menu
in ,

Perempuan Punya Hak Memutuskan Kewajiban Perpajakan

Pajak.com, Jakarta – Kepala Subdirektorat Hubungan Masyarakat Perpajakan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti memastikan, pemenuhan kewajiban perpajakan sejatinya tidak memandang perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Meskipun ketika Wajib Pajak (WP) perempuan menikah, penghasilan yang diperoleh akan digabung dengan suami sehingga memiliki satu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Namun, perempuan juga punya hak memutuskan untuk memiliki NPWP dan melaksanakan kewajiban perpajakan sendiri.

“Ketika perempuan ingin melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya itu bisa, sepenuhnya bisa diakomodir di undang-undang perpajakan Indonesia. Jadi sistem perpajakan Indonesia sudah mengakomodir isu kesetaraan gender. Apalagi, kalau kita lihat di Undang-Undang HPP (Harmonisasi Peraturan Perpajakan), ketika NIK (nomor induk kependudukan) sudah menyatu dengan NPWP, tidak ada lagi yang membedakan laki-laki dan perempuan. Karena siapapun yang memiliki NIK maka akan diberikan NPWP.

Nah, bagaimana pemenuhan kewajiban perpajakannya, nanti akan ada aturan pelaksanaannya,” kata Ewie, panggilan hangat Dwi Astuti, dalam webinar yang diselenggarakan oleh Asosiasi Konsultan Pajak Publik Indonesia (AKP2I), pada (15/12).

Ia pun mengutip penelitian dari McKinsey and Company pada 2018 yang menyatakan, bahwa kesetaraan gender dengan memberikan hak yang sama bagi laki-laki dan perempuan dapat meningkatkan produk domestik bruto (PDB) hingga 135 miliar dollar AS pada 2025.

“Kebetulan kita lihat di Indonesia, peran perempuan dalam perekonomian atau PDB sangat signifikan, khususnya pada sektor-sektor informal, UMKM (usaha mikro kecil menengah). Sudah banyak perempuan tidak hanya menjadi ibu rumah tangga tapi juga membantu perekonomian keluarga. Sehingga peranan wanita tidak bisa dianggap sebelah mata,” kata Ewie.

Dalam merancang reformasi perpajakan, kementerian keuangan memastikan telah menempatkan perspektif dan peran perempuan dalam konteks kesetaraan gender. Desain kebijakan berbasis kesetaraan gender ini sangat penting bagi masa depan perekonomian bangsa.

“Pemerintah dalam hal ini kementerian keuangan akan terus mengembangkan kebijakan pajak yang sensitif gender karena peran dan kebutuhan sosial antara perempuan dan laki-laki berbeda. Untuk itu, diperlukan membangun model penawaran tenaga kerja yang dinamis untuk negara berkembang, termasuk Indonesia. Mungkin di negara tidak menjadi big issue, namun di negara berkembang seperti Indonesia masih perlu diperjuangkan atau didiskusikan,” kata Ewie.

Oleh sebab itu, Indonesia memimpin usulan dari beberapa negara untuk mengkaji penerapan peraturan global berbasis gender, seperti insentif perpajakan untuk wanita (gender wise tax policy), pada pertemuan Finance Central Bank Deputies (FCBD) pada Presidensi G20 Indonesia 2022 di Bali. Usulan itu disambut baik oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

“Diharapkan perempuan dapat terjun ke pasar ketenagakerjaan dengan mendapat berbagai fasilitas yang disediakan dari perpajakan. Sebenarnya di Indonesia sudah menerapkan itu. Dalam Undang-Undang HPP pemerintah memberi relaksasi pada perempuan yang memiliki peran besar dalam mengembangkan UMKM, dimana UMKM beromzet sampai dengan Rp 500 juta itu sama sekali tidak dikenakan pajak penghasilan,” kata Ewie.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version