Menu
in ,

Penyesuaian PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri

Pajak.com, Jakarta – Pemerintah melakukan penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Kegiatan Membangun Sendiri (KMS), baik membangun rumah maupun bangunan tempat usaha. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61/PMK.03/2022 Pajak pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri. Sebelumnya, pemerintah telah mengaturnya dalam PMK Nomor 163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri. Artinya, pengenaan PPN atas KMS bukan sesuatu yang baru.

Dalam PMK Nomor 61 Tahun 2022, KMS didefinisikan sebagai kegiatan membangun bangunan, baik bangunan baru maupun bangunan lama yang tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan. Kegiatan ini dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain.

Selain itu, bangunan yang dimaksud memiliki kriteria, yaitu konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja; diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan dengan luas keseluruhan tempat tinggal atau tempat usaha paling sedikit dengan luas 200 meter persegi.

Kepala Sub Direktorat Peraturan PPN Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya (PTLL) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Bonarsius Sipayung menjelaskan, berdasarkan Pasal 7 Ayat (1) PMK Nomor 61 Tahun 2022, skema pemajakan KMS,  yaitu 20 persen dikali tarif PPN 11 persen, kemudian dikali dasar pengenaan pajak (DPP) atau 2,2 persen dari DPP.

“Contoh, kalau misal biaya saya (membangun rumah/bangunan usaha) Rp 1 miliar berarti DPP-nya adalah Rp 200 juta, lalu dikali tarif. Jadi, kalau dibuat tarif efektifnya adalah 11 persen dikali 20 persen dikali total biaya. Berarti, sekitar 2,2 persen dikali Rp 200 juta. Itulah PPN terutang atas Kegiatan Membangun Sendiri,” urai Bonar dalam Media Briefing, di Lantai 16 Kantor Pusat DJP, Jakarta, (6/4).

Contoh kasus lain, Tuan A membangun ruko seluas 250 meter persegi yang dilakukan secara bertahap dengan rincian luas bangunan sebagai berikut  :

  • Bulan juni 2022 dibangun seluas 100 meter persegi.
  • Bulan januari 2025, 2 tahun 6 bulan setelah tahapan pertama, dilanjutkan pembangunan seluas 150m meter persegi.

Karena hal itu bukan merupakan satu kesatuan kegiatan. Maka berikut skema aturan pemajakannya:

  • Kegiatan membangun pada bulan juni 2022 dikenai PPN mengingat luas ruko yang akan dibangun melebihi batasan 200 meter persegi. Lalu saat terutang, KMS terjadi pada saat dimulainya kegiatan membangun bangunan.
  • Pada bulan januari 2025 merupakan KMB yang terpisah dengan luas tidak melebihi batasan 200 meter persegi, sehingga tidak dikenai PPN.

Bonar menambahkan, PPN harus dibayar sendiri oleh pelaku yang melakukan KMS melalui bank.

“Setelah membayar (di bank), (KMS) dianggap sudah melapor ketika membuat Surat Setoran Pajak (SSP) dan akan masuk ke Direktorat Jenderal Pajak dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) yang tercantum dalam SSP tersebut. PPN atas KMS yang telah disetor dapat dikreditkan sepanjang memenuhi ketentuan pengkreditan pajak masukan dan pengisian SSP,” jelas Bonar.

Kendati demikian, orang pribadi atau badan yang melakukan KMS itu tetap wajib melaporkan penyetoran PPN dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan. Bagi badan, wajib melaporkan penyetoran PPN dalam Surat Pemberitahuan Masa (SPM) PPN ke Kantor Pelayanan Pajak atau KPP terdaftar.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version