Pengenaan Pajak bagi Pembeli dan Penjual Emas
Pajak.com, Jakarta – Emas (logam mulia) merupakan salah satu instrumen investasi yang memiliki risiko rendah atau kerap disebut sebagai safe heaven. Aset ini memiliki nilai yang seirama dengan inflasi untuk jangka waktu yang lama, sehingga harganya lebih stabil daripaa instrumen investasi lainnya.
Terbukti, saat pandemi harga emas melambung tinggi karena melonjaknya permintaan. Emas telah menjadi instrumen investasi yang aman di tengah kekhawatiran krisis ekonomi. Namun, perlu dipahami pula bahwa emas merupakan salah satu komoditas yang dikenakan pajak. Jika memiliki emas, baik melalui pembelian langsung ataupun dengan sistem cicilan, pembeli/penjual wajib melaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan.
Adapun jumlah pajak yang dikenakan tergantung pada status Wajib Pajak, kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) juga turut memengaruhi jumlah pajak yang harus dibayarkan. Selangkapnya Pajak.com akan mengulas pengenaan pajak bagi pembeli dan penjual emas berdasarkan peraturan berlaku.
Berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) huruf (h) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 34/PMK.010/2017, tarif PPh Pasal 22 atas penjualan emas batangan oleh badan usaha yang melakukan penjualan adalah sebesar 0,45 persen dari harga jual emas batangan, tarif ini berlaku bagi pembeli yang memiliki NPWP. Sementara, bagi pembeli yang tidak memiliki NPWP, tarif yang dikenakan adalah sebesar 0,9 persen.
Kemudian, berdasarkan Pasal 3 Ayat (4) PMK 34/PMK.010/2017, produsen emas batangan akan menyetorkan PPh badan itu ke kas negara melalui pos persepsi, bank devisa persepsi, atau bank persepsi yang ditunjuk oleh menteri keuangan (menkeu). Adapun definisi produsen emas batangan adalah Wajib Pajak yang ditetapkan oleh menkeu untuk melakukan pemungutan dan penyetoran PPh Pasal 22 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain. Contohnya, PT Aneka Tambang Tbk (Antam).
Dengan demikian, pembeli emas tidak menyetorkan PPh ini secara langsung. Karena PPh sudah termasuk dalam harga pembelian emas. Artinya, setiap pembelian emas batangan akan dipungut PPh Pasal 22 oleh badan usaha yang menjualnya dan pembeli akan mendapatkan bukti potong PPh Pasal 22.
Perlu dicatat, setelah membeli emas, Wajib Pajak harus melaporkannya pada SPT tahunan bagian harta akhir tahun. Sesuai dalam buku Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, harta yang perlu dilaporkan dalam SPT tahunan adalah dalam bentuk kas dan setara kas, piutang, investasi, alat transportasi, harta bergerak lainnya, dan harta tidak bergerak.
Sementara, sub-kategorinya secara spesifik menyebutkan uang tunai, tabungan, saham, obligasi, surat utang, reksa dana, sepeda motor, mobil, logam mulia, peralatan elektronik, tanah dan bangunan. Selain itu, bukti potong yang didapat saat pembelian emas dapat digunakan sebagai kredit pajak pada SPT tahunan.
Setelah berinvestasi emas dalam jangka waktu tertentu, biasanya Wajib Pajak akan memperoleh keuntungan (buy back) saat menjualnya. Sesuai dengan PMK Nomor 34/PMK.10/2017, maka penjualan kembali emas dengan nominal lebih dari Rp 10 juta, akan dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 1,5 persen untuk pemegang NPWP dan 3 persen untuk yang tidak memiliki NPWP. Perlu diketahui, pengenaan pajak emas ini turut berlaku untuk kegiatan pembelian dan penjualan emas digital.
Comments