in ,

Penerimaan Pajak Kanwil LTO Terkontraksi, Ini 4 Faktor Penyebabnya

Penerimaan Kanwil LTO
FOTO: Kanwil LTO

Penerimaan Pajak Kanwil LTO Terkontraksi, Ini 4 Faktor Penyebabnya

Pajak.com, Jakarta – Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Wajib Pajak Besar atau Large Tax Office (Kanwil LTO) mencatatkan penerimaan sebesar Rp212,19 triliun hingga 31 Mei 2025 atau 28,88 persen dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) senilai Rp734,714 triliun. Kinerja tersebut mengalami kontraksi yang disebabkan oleh empat (4) faktor.

Kepala Kanwil LTO Yunirwansyah menyebutkan, empat faktor penyebab kontraksi penerimaan Kanwil LTO, meliputi Tax Effective Rate (TER), volatilitas harga komoditas, kenaikan penerbitan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP), dan setoran pajak yang tidak berulang.

“Mayoritas pajak utama mengalami kontraksi dibandingkan tahun 2024. Namun, Kanwil LTO berupaya pengamanan [target penerimaan pajak] dengan guideline yang diberikan oleh Kantor Pusat DJP serta melakukan effort secara optimal dari setiap rumpun tusi [tugas dan fungsi], khususnya yang mengampu penerimaan Pajak melalui Komite Kepatuhan,” ujar Yunirwansyah dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com, (1/7/25).

Meski mengalami kontraksi, namun realisasi sejumlah sektor usaha menunjukkan pertumbuhan positif. Yunirwansyah menyebutkan, sektor pengadaan listrik, gas, dan uap/ air panas (tumbuh 42,58 persen yoy), pengangkutan dan pergudangan (15,65 persen yoy), konstruksi (15,30 persen), dan sektor lainnya (9,27 persen yoy).

Baca Juga  Tingkatkan Pengawasan Pajak, Kanwil LTO Dorong Ketepatan Waktu Pelaporan Data Keuangan ke OJK Jabodebek

Laporan ini disampaikan Kanwil LTO setelah Konferensi Pers (Konpres) Asset Liabilities Committee (ALCo) Regional Jakarta, pada (30/6/25). Dalam konpres tersebut Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kanwil DJPb), menyampaikan beberapa hal:

  1. Situasi ekonomi saat ini menghadapi berbagai tantangan. Secara global, ketidakpastian meningkat akibat perang dagang dan perlambatan ekonomi dunia. Di tingkat nasional, tantangan yang dihadapi utamanya terkait dengan harga komoditas dan nilai tukar. Secara regional, transisi Jakarta sebagai daerah khusus dan ketimpangan pendapatan yang masih tinggi merupakan tantangan yang perlu dimitigasi;
  2. Neraca perdagangan pada Mei 2025 menunjukkan surplus 940 juta dolar Amerika Serikat (AS). Ekspor tumbuh 34,90 persen (m-to-m) didominasi oleh mobil, pangan olahan, dan alas kaki. Sementara itu ekspor naik 1,515 (m-to-m) terutama dari mobil, mesin, dan plastik. Tingginya impor mengindikasikan perlunya penguatan industri dalam negeri agar lebih tahan terhadap tekanan global;
  3. Kondisi sektor fiskal, meliputi kinerja APBN dan APBD melanjutkan tren surplus yang mencerminkan ruang fiskal yang sehat. Realisasi pendapatan APBN sebesar Rp693,05 triliun atau 38,65 persen dari target, utamanya dikontribusikan dari sektor perpajakan sebesar 76,78 persen dari total pendapatan, yang melanjutkan adanya arah pembalikan berupa kenaikan penerimaan perpajakan dari beberapa bulan sebelumnya. Sedangkan realisasi pendapatan APBD sebesar Rp30,48 triliun atau 37,29 persen dari target, utamanya dikontribusikan dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dari sisi belanja, realisasi belanja APBN sebesar Rp580,78 triliun atau 31,44 persen dari pagu, terdiri dari belanja pemerintah pusat yang termoderasi yoy dan transfer ke daerah yang menunjukkan pertumbuhan positif. Sedangkan realisasi belanja APBD sebesar Rp18,52 triliun, utamanya berasal dari belanja operasi; dan
  4. Perekonomian yang tumbuh 4,95 persen (yoy) pada kuartal I-2025 ditopang oleh sektor informasi dan komunikasi serta konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,36 persen (yoy). Namun, investasi tumbuh melambat 2,84 persen (yoy) dan inflasi terkendali dalam rentang sasaran 2,07 persen (yoy). Beberapa risiko yang perlu dimitigasi utamanya terkait potensi peningkatan pengangguran informal, transisi sebagai Daerah Khusus Jakarta, kesenjangan sosial akibat potensi ketidaktepatan sasaran bansos, dan perlambatan ekonomi akibat ketidakpastian dinamika global yang dapat berdampak kepada penerimaan negara.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *