“Marketplace” Bakal Pungut PPh 22 UMKM Digital, Kanwil DJP Papabrama Ungkap Tujuannya!
Pajak.com, Jayapura – Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tengah menggodok kebijakan penunjukan marketplace sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi barang oleh merchant dalam skema Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Papua, Papua Barat, dan Maluku (Papabrama) menegaskan bahwa kebijakan ini bukan pengenaan pajak baru, melainkan hanya pergeseran mekanisme pelaporan pajak agar lebih sederhana dan efektif.
Kepala Kanwil DJP Papabrama Dudi Efendi Karnawidjaya menyatakan bahwa aturan ini hanya merupakan pergeseran mekanisme pembayaran PPh dari sistem pelaporan mandiri menjadi sistem pemungutan oleh pihak ketiga, yakni marketplace yang ditunjuk pemerintah.
“Kami ingin menegaskan bahwa rencana pengaturan ini bukan merupakan pajak baru. Prinsip dasar perpajakannya tidak berubah. Pajak tetap dikenakan atas penghasilan atau tambahan kemampuan ekonomis, termasuk dari [penjualan] online. Hanya mekanismenya yang disederhanakan agar lebih mudah dan terintegrasi,” jelas Dudi dalam keterangan resminya, dikutip Pajak.com pada Selasa (1/7/25).
Dudi menjelaskan bahwa, kebijakan ini didesain untuk menjawab tiga tujuan utama, yaitu menciptakan keadilan perlakuan perpajakan antara pelaku usaha offline dan online, memberi kemudahan administrasi bagi pedagang online, serta mendorong kepatuhan sukarela, terutama di wilayah Indonesia timur seperti Papua dan Maluku yang masih menghadapi tantangan dalam literasi perpajakan digital.
Marketplace nantinya akan bertindak sebagai pemungut PPh final sebesar 0,5 persen dari peredaran bruto, sesuai skema UMKM dalam PP 55 Tahun 2022. Namun, pedagang orang pribadi dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun tetap tidak dikenakan pajak, sebagaimana ketentuan yang berlaku saat ini.
“Rencana pengaturan ini merupakan bentuk perlindungan terhadap pelaku UMKM kecil, termasuk di Papua dan daerah lain di timur Indonesia, yang sebagian besarnya merupakan usaha mikro dengan omzet kecil. Mereka tetap bebas pajak selama omzet di bawah Rp500 juta [dalam setahun],” ujar Dudi.
Selain menyederhanakan mekanisme administrasi, penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 juga bertujuan untuk memperkuat pengawasan atas aktivitas ekonomi digital, yang selama ini belum sepenuhnya tercakup dalam sistem perpajakan konvensional. Salah satu target utamanya adalah menutup celah shadow economy, khususnya dari pedagang online yang belum patuh pajak.
Dudi menjelaskan bahwa rencana peraturan ini masih dalam tahap finalisasi dan belum diberlakukan. Namun, pemerintah membuka ruang dialog melalui pendekatan meaningful participation dalam proses penyusunan kebijakan. Beberapa pihak yang dilibatkan antara lain kementerian dan lembaga terkait, pelaku industri e-commerce, dan Asosiasi, termasuk Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA).
“DJP akan menyampaikan peraturan ini secara terbuka dan transparan kepada masyarakat jika sudah ditetapkan secara resmi,” terang Dudi.
Kanwil DJP Papabrama juga menekankan pentingnya koordinasi dan komunikasi aktif, terutama di wilayah Papua, Maluku, dan sekitarnya, untuk memastikan kesiapan infrastruktur perpajakan digital. Sosialisasi dan asistensi akan dilakukan secara bertahap, menyasar marketplace, pelaku UMKM digital, asosiasi bisnis lokal, hingga masyarakat umum.
DJP melalui Kanwil DJP Papabrama mengajak para pedagang online di wilayah timur Indonesia untuk tidak khawatir. Pemerintah berkomitmen menghadirkan kepastian hukum dan kemudahan administrasi, demi mendorong tumbuhnya UMKM digital di era ekonomi baru yang semakin kompetitif.
Comments