Penerimaan Pajak Ekonomi Digital Tembus Rp33,73 T, Tertinggi dari PPN PMSE
Pajak.com, Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat, penerimaan dari sektor usaha ekonomi digital tembus sebesar Rp33,73 triliun hingga 28 Februari 2025. Jumlah tersebut berasal dari empat sumber penerimaan pajak, namun tertinggi bersumber dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Pertama, penerimaan pajak ekonomi digital berasal dari PPN PMSE sebesar Rp26,18 triliun. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP Dwi Astuti mengungkapkan bahwa pemerintah telah menunjuk 222 pelaku usaha PMSE menjadi pemungut PPN hingga Februari 2025.
Namun, pada Februari 2025, DJP melakukan 11 pencabutan, meliputi PT Fashion Eservices Indonesia, Netflix International B.V., Activision Blizzard International B.V, Fenix International Limited, NBA Properties, Inc., BEX Travel Asia Pte Ltd, Tencent Mobility Limited, Unity Technologies ApS, EPIC GAMES INTERNATIONALS. AR.L., BERTRANGE, ROOTBRANCH, GLOBAL CLOUD INFRASTRUCTURE LIMITED, dan HOTELS.COM, L.P.
“Dari keseluruhan pemungut yang telah ditunjuk, 188 PMSE telah melakukan pemungutan dan penyetoran PPN PMSE sebesar Rp26,18 triliun. Jumlah tersebut berasal dari Rp731,4 miliar (setoran tahun 2020), Rp3,90 triliun (2021), Rp5,51 triliun (2022), Rp6,76 triliun (2023), Rp8,44 triliun (2024), dan Rp830,3 miliar (2025),” urai Dwi dalam keterangan tertulis yang diterima Pajak.com, (14/3).
Dalam rangka menciptakan keadilan dan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi pelaku usaha baik konvensional maupun digital, Dwi memastikan bahwa pemerintah masih akan terus menunjuk para pelaku usaha PMSE yang melakukan penjualan produk maupun pemberian layanan digital dari luar negeri kepada konsumen di Indonesia.
Kedua, sumber dari penerimaan pajak kripto sebesar Rp1,39 triliun sampai dengan akhir Februari 2025. Penerimaan tersebut berasal dari Rp246,45 miliar (2022), Rp393,12 miliar (2023), Rp620,4 miliar (2024), dan Rp126,39 miliar (2025).
“Penerimaan pajak kripto tersebut terdiri dari Rp560,61 miliar penerimaan PPh [Pajak Penghasilan] 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger dan Rp825,75 miliar penerimaan PPN DN [dalam negeri] atas transaksi pembelian kripto di exchanger,” ujar Dwi.
Ketiga, sumber penerimaan pajak fintech (P2P lending) juga telah menyumbang penerimaan pajak sebesar Rp3,23 triliun. Penerimaan dari pajak fintech berasal dari Rp446,39 miliar (2022), Rp1,11 triliun (2023), Rp1,48 triliun (2024), dan Rp196,49 (2025).
“Pajak fintech tersebut terdiri atas PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima WPDN [Wajib Pajak Dalam Negeri] dan BUT [Bentuk Usaha Tetap] Rp832,59 miliar, PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima WPLN [Wajib Pajak Luar Negeri] Rp720,74 miliar, dan PPN DN atas setoran masa Rp1,68 triliun,” urai Dwi.
Keempat, penerimaan pajak atas usaha ekonomi digital lainnya berasal dari penerimaan pajak Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (pajak SIPP) sebesar Rp2,94 triliun. Penerimaan dari pajak SIPP tersebut berasal dari Rp402,38 miliar (2022), Rp1,12 triliun (2023), Rp1,33 triliun (2024), dan Rp93,93 miliar (2025). Penerimaan pajak SIPP terdiri dari PPh sebesar Rp199,96 miliar dan PPN Rp2,74 triliun.
Dwi menambahkan, pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya, seperti pajak kripto atas transaksi perdagangan aset kripto, pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman, dan pajak SIPP atas transaksi pengadaan barang dan/atau jasa melalui SIPP.
Comments