Menu
in ,

Penerimaan DKI Jakarta Didominasi 3 Macam Pajak

Penerimaan Pajak DKI Jakarta

FOTO IST

Pajak.com, Jakarta – Kontribusi penerimaan perpajakan di wilayah Provinsi DKI Jakarta hingga Februari 2022 didominasi oleh Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Adapun realisasi penerimaan perpajakan hingga 28 Februari 2022 tercatat sebesar Rp 147,65 triliun.

Kepala Kanwil DJP Jakarta Khusus Budi Susanto mengatakan, dari ketiga penyumbang pajak terbesar itu, PBB memiliki pertumbuhan yang signifikan.

“Hal yang menarik adalah peningkatan PBB naik sebesar 1.176 persen, dibandingkan periode Februari 2021. Walaupun secara rupiah, PPB termasuk yang paling kecil yaitu sebesar Rp 80,15 miliar. Jadi di DKI Jakarta, semua (penerimaan) mengalami kenaikan,” katanya saat Konferensi Pers Kinerja APBN Provinsi DKI Jakarta, secara virtual, Rabu siang (30/3).

Sementara untuk PPh di Februari 2022, Budi menyebut pencapaiannya sebesar 20,02, atau tumbuh jika dibandingkan pencapaian pada Februari tahun lalu hanya 13,19 persen. PPN juga berkontribusi besar, yaitu mencapai Rp 53,33 triliun atau 15,58 persen dari target tahun ini.

“Sehingga kita dapat simpulkan bahwa realisasi kenaikan rupiah di 2022 dibandingkan 2021 untuk PPh itu 55,84 persen. Untuk PPN 53,74 persen, dan kalau melihat angkanya mirip-mirip seperti ini kita akan menganggap sudah in line antara PPh dan PPN,” imbuhnya.

Budi mengemukakan, khusus untuk realisasi penerimaan pajak pusat dari delapan wilayah kerja di DKI Jakarta sampai dengan Februari 2022 mencapai Rp 144,56 triliun atau 17,89 persen dari target, dan tumbuh 54,51 persen dibandingkan dengan periode yang sama dengan tahun lalu.

“Pencapaian itu tumbuh 4-5 persen dibandingkan capaian di periode yang sama tahun lalu hanya mencapai Rp 93.564 miliar. Kalau kita lihat pola kapasitas pajak tahun 2017-2021 per wilayah (total delapan wilayah), maka kita dapat melihat data lima tahun terakhir, interval realisasi penerimaan pajak dari APBN yang dibagi per wilayah di Kanwil DJP Jakarta tidak jauh berbeda di sekitar 88-89 persen. Hal ini membuat kita optimistis karena interval ini akan terus mengalami kenaikan,” jelasnya.

Adapun kinerja penerimaan pajak ini, lanjut Budi, dipengaruhi antara lain karena kondisi perekonomian regional yang semakin baik telah mendorong aktivitas masyarakat, peningkatan volume produksi serta kenaikan harga minyak dunia, peningkatan jumlah WP bayar, serta penerimaan dari Program Pengungkapan Sukarela (PPS).

Lainnya adalah karena peningkatan impor bahan baku beberapa WP sektor industri tahun 2022, peningkatan PPN Impor, kegiatan impor yang meningkat signifikan, juga kenaikan setoran PPh 25 badan karena jumlah KLI penerima insentif COVID-19 berkurang.

“Di sisi lain, beberapa faktor yang turut memengaruhi adalah tidak adanya atau berkurangnya insentif PPh 21 dan berakhirnya waktu pemberian fasilitas pada sebagian sektor, penurunan kontribusi penerimaan PPh 26 yang menyebabkan penurunan PPh Non Migas, peningkatan nilai restitusi Februari 2022, serta adanya perlambatan harga komoditas dan impor,” sambungnya.

Sementara dari sisi sektor, Budi mengklaim kontribusi kenaikan pajak terbesar disumbang dari sektor industri pengolahan, jasa keuangan dan asuransi, perdagangan besar dan eceran, reparasi perawatan mobil dan sepeda motor, pertambangan dan penggalian, serta informasi dan komunikasi.

Kepala Kanwil DJPB Prov DKI Jakarta Alfiker Siringoringo menambahkan, sampai dengan 28 Februari 2022 total pendapatan APBN di DKI Jakarta mencapai Rp 173,88 triliun, atau naik 42,01 persen. Sedangkan total belanja mencapai Rp 238,08 triliun, sehingga ada defisit regional sebesar Rp 64,19 triliun.

“DKI Jakarta belum bisa melepaskan diri dari COVID-19, sehingga bisa menjadi concern kita yang dapat berpengaruh negatif terhadap ekonomi. Data-datanya juga masih mengkhawatirkan, kasus terkonfirmasi mencapai 21,01 persen kasus nasional dengan tingkat kesembuhan 95,81 persen. Namun demikian, pemantauan kasus COVID-19 terus dilakukan seiring dengan kelanjutan program penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional,” jelasnya.

Ia menyebut, persentase realisasi tertinggi Belanja Bansos 18,45 persen disusul belanja pegawai 15,96 persen dan belanja subsidi 10,37 persen. Realisasi belanja yang naik signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lain adalah realisasi belanja subsidi naik 75,29 persen, yang menjadi salah satu prioritas pemerintah di masa Pandemi COVID-19 untuk memitigasi dampak pandemi terhadap masyarakat.

“Seperti yang sering dijelaskan Bu Menteri Keuangan, di saat-saat pandemi seperti ini kehadiran negara sangat dibutuhkan khususnya dalam bentuk perlindungan sosial masyarakat. Sampai tahun 2022 ini, APBN sudah dicairkan cukup besar untuk belanja sosial itu,” katanya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version