Pemindahan Ibu Kota Pacu DKI Jakarta Gali Potensi Pajak
Pajak.com, Jakarta – Kepala Badan Pengelolaan Aset Daerah (BPAD) Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta M Reza Pahlevi menyadari, penerimaan pajak akan berkurang setelah pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur. Oleh karena itu, BPAD DKI Jakarta akan gali potensi dan menyiapkan alternatif sumber penerimaan pajak baru.
“Kita antisipasi mencari sumber-sumber baru. Pindah atau tidaknya ibu kota aset harus bisa menghasilkan sesuatu untuk APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) ini. Denyut nadinya itu harus bergerak terus. Salah satu langkah yang diupayakan Pemprov DKI adalah mekanisme pemanfaatan kabel fiber optik bawah tanah dengan sistem bagi hasil. Selama ini sistem yang diterapkan adalah sewa kepada perusahaan jaringan telekomunikasi. Sistem sewa sudah tidak menggiurkan lagi hari ini. Yang ada sistem bagi hasil supaya APBD kita bergeraknya cepat untuk sebagai pemasukan berupa pajak,” ungkap Reza dalam keterangan tertulis yang dikutip Pajak.com (16/8).
Pada kesempatan berbeda, Anggota Panitia Khusus (Pansus) Jakarta PascaIKN DPRD DKI Jakarta Jamaludin akan terus mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk menyusun rencana penggalian sumber potensi pajak baru. Pasalnya, ia juga meyakini pemindahan ibu kota akan menyebabkan APBD terkoreksi.
Pasalnya, jumlah warga DKI Jakarta akan berkurang karena migrasi, sehingga memengaruhi pendapatan yang bersumber dari pajak daerah.
“Kita akan mengalami koreksi besar dalam hal APBD. APBD kita yang sekarang Rp 80 sekian triliun. Setelah tidak menjadi ibu kota pasti koreksinya besar. Nah apa yang kita lakukan dengan APBD yang sudah terkoreksi?” kata Jamaludin dalam Rapat Pansus Jakarta Pasca-IKN, (15/8).
Wakil Sekretaris Fraksi Golkar di DPRD DKI Jakarta ini meminta Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemprov DKI Jakarta segera bersiap terhadap segala kemungkinan. Apalagi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) terbesar saat ini adalah dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan pajak hiburan.
“PAD kita yang terbesar itu cuma dari PKB sama itu yang ajib-ajib, dunia hiburan atau jasa lah. Nah, ketika kita ini sudah tidak mempunyai ya otomatis PKB kita pasti anjlok ketika sudah tidak menjadi ibu kota karena orang-orang kaya pasti pindah. Kepemilikan kendaraan juga pasti berubah juga,” ungkap Jamaludin.
Ia memastikan, DPRD DKI Jakarta akan terus mengawal langkah pemprov dalam mengatasi dampak pemindahan IKN, antara lain dengan merekomendasikan sumber penerimaan pajak lain yang potensial.
“Maksudnya internalnya DKI Jakarta sendiri ini mau ngapain? Dari mana kita mau dapat duit karena Dana Perimbangan, Dana Bagi Hasil kita juga tentunya akan berkurang banyak. Jadi tolong, ke depan ada bahasan mengenai internalnya di dalam Pemprov DKI Jakarta sendiri kesiapannya bagaimana setelah tidak menjadi ibu kota, ” ungkap Jamaludin.
Sekilas informasi, berdasarkan data dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta, realisasi pendapatan DKI Jakarta tahun 2021 mencapai 100,60 persen atau sebesar Rp 65,59 triliun dari target Rp 65,20 triliun. Capaian ini diperoleh dari PAD sebesar Rp 41,63 triliun (92,15 persen), realisasi pendapatan transfer sebesar Rp 22,67 triliun (134,37 persen), serta lain-lain pendapatan daerah yang sah Rp 1,28 triliun (40,81 persen).
Kompenen PAD terdiri, antara lain dari penerimaan PKB Rp 8,63 triliun (98,12 persen), Pajak Bumi Bangunan Pedesaan Kota (PBB-P2) Rp 8,48 triliun, dan Bea Perolehan Hak Tanah atas Bangunan (BPHTB) Rp 5,45 triliun (78,84).
Sementara, hingga 27 April 2022, penerimaan pajak DKI Jakarta mencapai Rp 9,93 triliun atau 18,1 persen dari target sebesar Rp 54,86 triliun.
Comments