in ,

Pancasila dan Pajak: Sinergi untuk Indonesia yang Lebih Setara

FOTO : IST

Pancasila dan Pajak: Sinergi untuk Indonesia yang Lebih Setara

Pajak.com, Jakarta – Pancasila bukan hanya dasar negara, tapi juga arah moral dalam merancang kebijakan publik termasuk kebijakan perpajakan. Dalam semangat sila kelima, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” pajak memainkan peran strategis sebagai instrumen pemerataan untuk Indonesia yang lebih setara.

Hari Lahir Pancasila diperingati setiap tanggal 1 Juni. Peringatan ini berawal dari pidato Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, pada 1 Juni 1945 dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Melalui sistem pajak yang adil, negara berupaya mengalirkan kekayaan dari yang mampu kepada yang membutuhkan. Merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) per September 2024 mencatat rasio gini Indonesia berada di angka 0,381. Angka ini merefleksikan masih lebarnya jurang ketimpangan sosial di Tanah Air.

Dalam skala 0 hingga 1, semakin besar angka rasio gini, semakin timpang distribusi pendapatan di suatu negara. Salah satu langkah strategis yang terus digencarkan pemerintah saat ini adalah memperkuat fungsi pajak sebagai alat distribusi keadilan.

Baca Juga  IWPI Kritik Pengetatan Syarat Kuasa Hukum Pajak dalam Rancangan PMK Ini 

Dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta jiwa yang tersebar di ribuan pulau, pemerataan pembangunan di Indonesia memang bukan perkara mudah. Perbedaan geografis, akses layanan dasar, hingga ketimpangan ekonomi antarwilayah masih menjadi tantangan serius.

Namun, arah kebijakan fiskal Indonesia sudah jelas yaitu mengedepankan semangat sila kelima Pancasila. Dalam konteks ini, pajak bukan hanya sumber pendapatan negara, melainkan juga jembatan untuk menyalurkan kesejahteraan ke seluruh lapisan masyarakat.

Pemerintah memberikan batasan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) bagi Wajib Pajak orang pribadi. Artinya, masyarakat dengan penghasilan rendah tidak akan dibebani kewajiban pajak. Ini bukan sekadar insentif, melainkan bentuk perlindungan agar mereka bisa fokus memenuhi kebutuhan dasar tanpa terbebani administrasi perpajakan.

Di sisi lain, sistem tarif Pajak Penghasilan (PPh) dirancang dengan prinsip keadilan vertikal yaitu makin tinggi penghasilan, makin besar tarif pajaknya. Untuk orang pribadi, berlaku skema progresif yang menyesuaikan besarnya penghasilan. Sementara untuk badan usaha, terdapat dua skema tarif berdasarkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan: Pasal 17 ayat (1) b dan Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang PPh.

Baca Juga  Tarif Pajak 10 Persen untuk Lapangan Padel di Jakarta Resmi Berlaku, Ini Penjelasannya!

Kebijakan ini tidak bertujuan menghukum mereka yang sukses, tapi menyeimbangkan kontribusi terhadap negara demi terciptanya harmoni ekonomi. Pajak bukan sekadar potongan, tapi kontribusi nyata dalam menyokong pemerataan.

Untuk sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pemerintah menyediakan insentif tarif PPh sebesar 0,5 persen berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022.

Fasilitas tersebut berlaku selama tujuh tahun bagi Wajib Pajak orang pribadi dan tiga hingga empat tahun bagi badan usaha. Tujuannya yaitu UMKM tidak hanya bertahan, tapi mampu berkembang dan bersaing secara sehat di pasar.

Kebijakan perpajakan yang dirancang adil pada akhirnya bermuara di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada 2025, penerimaan pajak diproyeksikan menyumbang 82 persen dari total pendapatan negara. Dari angka ini, pemerintah mengalokasikan dana untuk sektor vital seperti pendidikan, kesehatan, hingga bantuan sosial bagi kelompok rentan.

Baca Juga  Penjual di Toko “Online” Bakal Kena Pajak, Ini Respons Asosiasi e-Commerce

Salah satu fokus utama dalam distribusi belanja adalah sektor pendidikan. Pemerintah menganggarkan Rp724,3 triliun untuk pendidikan di tahun 2025, yang mencakup bantuan operasional, program bantuan pendidikan, hingga tunjangan profesi guru. Harapannya, investasi di sektor ini dapat menekan ketimpangan antarwilayah melalui akses pendidikan yang merata.

Kesenjangan sosial tidak akan hilang dalam semalam. Tapi dengan pendekatan kebijakan yang berpihak, inovatif, dan terukur, kita bisa terus bergerak ke arah yang lebih adil. Pajak menjadi alat penting untuk menjembatani ketimpangan, bukan hanya sebagai kewajiban, tapi bentuk kontribusi nyata demi masa depan bersama.

Karena itu, peran masyarakat tidak bisa dikesampingkan. Ketaatan dalam membayar dan melaporkan pajak tepat waktu bukan hanya bentuk kepatuhan hukum, tapi juga wujud gotong royong dalam membangun negeri.

Selamat Hari Lahir Pancasila yang ke-80, perkokoh ideologi Pancasila menuju Indonesia raya.

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *