BPS: Inflasi April 2025 Capai 1,17 Persen, Imbas Tarif Listrik dan Harga Emas
Pajak.com, Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa tingkat inflasi Indonesia pada April 2025 mencapai 1,17 persen secara bulanan (month to month/mtm). Lonjakan ini terutama dipengaruhi oleh peningkatan tarif listrik dan kenaikan harga emas perhiasan seiring tren harga emas global.
“Atau terjadi kenaikan indeks harga konsumen (IHK) dari 107,22 pada Maret 2025 menjadi 108,47 pada April 2025,” ujar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam konferensi pers di Kantor BPS, dikutip Pajak.com pada Sabtu (4/5/25).
Meski masih menunjukkan tren inflasi, angka inflasi bulan ini tercatat lebih rendah dibandingkan Maret 2025 yang sebesar 1,65 persen. Secara tahunan (year on year/yoy), inflasi mencapai 1,95 persen, sementara secara tahun kalender (year to date/ytd), inflasi berada di angka 1,56 persen.
Kelompok pengeluaran yang menyumbang inflasi bulanan terbesar adalah kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga, dengan inflasi sebesar 6,60 persen dan andil terhadap inflasi keseluruhan sebesar 0,98 persen.
Kontributor besar berikutnya datang dari kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya dengan inflasi 2,46 persen dan andil sebesar 0,16 persen. Dalam kelompok ini, komoditas emas perhiasan menjadi penyumbang utama.
“Pada April 2025, komoditas emas perhiasan mengalami inflasi 10,52 persen dan merupakan tingkat inflasi tertinggi selama 20 bulan inflasi berturut-turut. Meningkatnya inflasi emas perhiasan ini terjadi seiring dengan kenaikan harga emas dunia,” jelas Pudji.
Secara spasial, BPS mencatat bahwa 37 provinsi mengalami inflasi secara bulanan. Inflasi tertinggi terjadi di Sumatra Barat sebesar 1,77 persen. Satu-satunya provinsi yang mengalami deflasi adalah Papua Pegunungan dengan tingkat deflasi 0,90 persen.
Sementara itu, secara tahunan, seluruh 38 provinsi di Indonesia mengalami inflasi. Inflasi tahunan tertinggi dicatat di Papua Pegunungan sebesar 5,96 persen, sementara inflasi terendah terjadi di Papua Barat sebesar 0,15 persen.
Pudji juga menambahkan bahwa secara tahunan, tekanan inflasi terbesar datang dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau dengan laju inflasi 2,17 persen dan andil sebesar 0,64 persen terhadap inflasi nasional.
Comments