in ,

OECD Luncurkan “Database” Inovasi Teknologi Perpajakan

“Otoritas pajak yang belum tercatat dalam database ini diperkenankan untuk turut serta dengan cara mengisi survei yang telah disediakan oleh Sekretariat FTA atau lembaga terkait,” harap Saint-Amans.

Sejak beberapa tahun terakhir, OECD memang fokus berupaya menciptakan kesetaraan perlakuan pelaporan pajak global di era digital. Pada 3 Juli 2020, OECD menerbitkan dokumen publik yang berisi panduan pelaporan pajak bertajuk sharing and gig economy.  

Secara simultan, OECD juga menetapkan ketentuan dalam dokumen OECD/G-20 Base Erosion and Profit Shifting Project Addressing the Tax Challenges Arising From The Digitalisation of The Economy. Laporan itu merilis ketentuan Pilar I dan II.

Pilar I merupakan usulan solusi yang berupaya menjamin hak pemajakan dan basis pajak yang lebih adil dalam konteks ekonomi digital. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan sistem pajak internasional yang tidak lagi berbasis kehadiran fisik. Salah satu poin usulan pada Pilar I, yaitu skema 20 persen—30 persen dari residual profit (seluruh laba di atas 10 persen dari penghasilan) akan diberikan pada yurisdiksi pasar dengan suatu formula alokasi. Dengan demikian, Pilar I mensyaratkan tiap negara untuk membatalkan kebijakan pajak digital yang bersifat unilateral, seperti digital services tax.

Secara bersamaan, untuk menjamin kepastian pajak, penerapan Pilar I harus diiringi dengan mekanisme penyelesaian sengketa pajak internasional yang efektif dalam mengantisipasi pajak berganda. Pilar I direncanakan akan berlaku mulai 2023 bagi negara anggota OECD/G-20 Inclusive Framework—termasuk Indonesia. 

Baca Juga  Pemkot Bengkulu Bentuk Tim Gerebek Pajak

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *