Menu
in ,

OECD Kaji Penerapan Pajak NFT

Pajak.com, Paris – Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) tengah mengkaji penerapan perpajakan terhadap non-fungible token (NFT). Langkah terhadap ini menindaklanjuti upaya OECD untuk mendorong penerapan kebijakan perpajakan untuk mata uang virtual, seperti cryptocurrency.

Penasihat Direktur dan Wakil Direktur Pusat Kebijakan dan Administrasi Pajak OECD Julien Jarrige menuturkan, analisis awal menunjukkan bahwa negara harus mempertimbangkan pengaturan NFT, termasuk penerapan pajak. Mengingat ekosistem NFT kini tengah berkembang di seluruh dunia.

“Apakah penerapan regulasi serupa atau berbeda dengan mata uang virtual yang sudah ditetapkan. OECD telah menerbitkan laporan pada Oktober 2020 tentang perpajakan mata uang virtual dan masalah kebijakan pajak yang muncul dan NFT jelas merupakan area utama untuk pertimbangan lebih lanjut,” kata Jarrige dalam webinar yang diselenggarakan oleh Hansuke Consulting.

Menurutnya, laporan G-20 juga telah menggambarkan pendekatan dan kebijakan yang telah diadopsi oleh lebih dari 50 yurisdiksi untuk mengatasi implikasi pajak dari mata uang virtual, seperti bitcoin dan ethereum.

“OECD telah melakukan analisis luas pertama dari kesenjangan kebijakan di beberapa bidang, meliputi pajak penghasilan (PPh), pajak konsumsi, dan pajak properti. OECD juga telah memasukkan beberapa pertimbangan bagi pembuat kebijakan yang menangani aset atau mata uang kripto. OECD mengharapkan untuk menghasilkan paket implementasi untuk kerangka kerja transparansi pajak baru untuk kripto pada tahun 2022,” kata Jarrige.

Namun, ia menilai, perlakuan pajak NFT sepertinya akan berbeda dengan mata uang virtual yang sudah berlaku. Sebab transaksi NFT tergantung pada kasus penggunaan dan sifat kepemilikannya.

“Secara keseluruhan, ini adalah pertanyaan, tentu saja, yang perlu kami klarifikasi dengan negara-negara, dengan kementerian keuangan mereka, dan dengan administrasi pajak mereka. Kami berharap ini akan mengarah pada pemahaman bersama sebelum beralih ke kemungkinan koordinasi tentang perlakuan pajak (NFT),” kata Jarrige.

Menurutnya, OECD melihat tiga tantangan utama dengan pajak mata uang virtual, meliputi karakterisasi, waktu, dan penilaian.

“Pembuat kebijakan menghadapi kesulitan yang sama dengan NFT, yang dapat mengambil berbagai bentuk dan digunakan dengan cara yang berbeda. NFT adalah token unik yang tidak dapat ditukar dengan NFT lain karena nilainya terkait dengan properti uniknya. Analisis OECD juga menunjukkan, sepertinya tidak tepat bagi pemerintah untuk mengenakan pajak pada semua NFT dengan cara yang sama, tetapi fitur utama NFT sudah memberikan beberapa indikasi tentang perlakuan yang seharusnya,” kata Jarrige.

Ia menambahkan, salah satu perbedaan mendasar antara NFT dan token pembayaran adalah NFT bukan sarana untuk bertukar atau menyimpan nilai.

“Karena NFT dapat mewakili hak atas ekuitas, seperti investasi, maka NFT mungkin lebih dekat dengan token keamanan atau utilitas. Pertanyaan juga muncul jika NFT dikenakan pajak sebagai properti, maka yang dikenakan capital gain atau pajak properti?” kata Jarrige.

Konsultan Sovos Compliance LLC Wendy Walker mengungkap, kepemilikan NFT dicatat dalam blockchain. NFT dapat berupa karya seni, graphics interchange format (GIF), klip video, kartu perdagangan digital, musik, dan bentuk representasi digital lainnya.

“Selain membeli NFT dari pasar menggunakan cryptocurrency, seperti ethereum. Individu juga dapat memiliki hak untuk menjualnya, yang dapat menghasilkan keuntungan, yang pada gilirannya menimbulkan potensi masalah pajak,” kata Walker.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version