Menu
in ,

Mengenal Perbedaan PPS dan Tax Amnesty

Mengenal Perbedaan PPS dan Tax Amnesty

FOTO: IST

Pajak.com, Jakarta – Program Pengungkapan Sukarela (PPS) menjadi momentum yang sangat tepat bagi Wajib Pajak untuk kembali memperbaiki catatan kewajiban perpajakannya yang selama ini belum sesuai. Banyak pihak yang menilai, program ini sebagai program tax amnesty jilid II. Namun, faktanya program ini jelas berbeda dari program sebelumnya. Lantas, apa saja perbedaan program PPS dan tax amnesty yang pernah diberikan pemerintah melalui Direktorat jenderal Pajak pada 2016 silam?

Tax amnesty pada periode 2016 hingga 2017 atau yang disebut Program Pengampunan Pajak dilaksanakan pemerintah tidak hanya untuk menggenjot penerimaan pajak tetapi juga dijadikan sebagai landasan untuk melakukan reformasi pajak secara menyeluruh. Meski sempat menuai polemik, banyak yang menilai program ini sebagai terobosan pemerintah dalam memperoleh penerimaan dalam jangka waktu yang lebih cepat.

Tujuan Pengampunan Pajak dalam jangka pendek kala itu adalah untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor perpajakan. Kebijakan ini berpijak pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

Tax amnesty dilakukan pemerintah di tengah-tengah kondisi ekonomi yang lesu sebagai instrumen ampuh untuk mendapatkan penerimaan negara yang diinginkan demi keberlanjutan program-program pemerintah. Program ini dilakukan untuk menarik harta dari warga negara Indonesia yang disimpan secara rahasia di negara bebas pajak seperti di Panama atau di negara-negara lain. Melalui program ini dengan harapan uang tebusan yang sangat murah, dapat menarik minat warga negara Indonesia  untuk mengalihkan simpanannya atau berinvestasi  ke dalam negeri.

Program ini dibagi tiga periode. Pertama, berlangsung dari 28 Juni 2016-30 September 2016, kedua mulai dari 1 Oktober 2016-31 Desember 2016. Ketiga, berlangsung pada 1 Januari 2017-31 Maret 2017. Tarif pengampunan pajak untuk pengungkapan harta yang berada dalam negeri, pada periode I sebesar 2 persen. Periode II, tarifnya 3 persen dan periode III  dikenakan 5 persen. Tarif untuk pengungkapan harta di luar negeri (jika hartanya tidak dialihkan ke dalam negeri pada masing-masing periode, secara berurutan 4 persen, 6 persen, dan 10 persen.

Adapun tarif untuk pengungkapan  harta di luar negeri yang dialihkan ke dalam negeri (repatriasi), masing-masing periode secara berurutan, 2 persen, 3 persen, 5  persen.

Selain itu, ada juga tarif untuk pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang peredaran usahanya tidak lebih dari 4,8 miliar (sejak diundangkan sampai dengan 31 Maret 2017), yakni 0,5 persen jika hartanya yang diungkapkan tidak lebih dari Rp 10 miliar, dan  2 persen jika hartanya yang diungkapkan lebih dari Rp 1 miliar.

Sementara itu,  PPS merupakan tindaklanjut dari program amnesti sebelumnya. Kebijakan ini tertuang dalam Undang-undang (UU) tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. PPS merupakan upaya pemerintah meningkatkan kepatuhan pajak secara sukarela. Wajib Pajak didorong untuk lebih patuh dan jujur atas kepemilikan harta yang selama ini belum dilaporkan dalam SPT Tahunan, baik yang belum mengikuti amnesti 2016 maupun yang sudah mengikuti amnesti.

Kebijakan PPS dibagi menjadi dua. Pertama diperuntukkan bagi peserta yang belum mengungkapkan harta yang diperoleh sebelum Desember 2015 dan belum mengikuti tax amnesty diberi kesempatan sekali lagi.

Kebijakan I PPS meliputi pengenaan tarif PPh Final 11 persen bagi harta di luar negeri yang tidak direpatriasi, 8 persen untuk harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri, dan 6 persen bagi harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri serta diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) atau hilirisasi Sumber Daya Alam/Energi Terbarukan.

Selanjutnya, Kebijakan II PPS diperuntukkan bagi Wajib Pajak yang belum mengungkapkan harta yang diperoleh dari 2016 sampai dengan 2020 dalam SPT Tahunan 2020. Adapun pengenaan tarif PPh Final yaitu 18 persen bagi harta di luar negeri yang tidak direpatriasi, 14 persen harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri, serta 12 persen harta di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri, serta diinvestasikan dalam SBN atau hilirisasi SDA/Energi Terbarukan.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version