Menu
in ,

Mengapa Pemerintah Belum Kenakan Cukai MBDK?

Pajak.com, Jakarta – Anggota Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI Muhammad Misbakhun mengatakan, secara substansial DPR telah memberikan persetujuan untuk menambahkan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) dan plastik sebagai objek cukai baru. Namun, ia mempertanyakan mengapa pemerintah belum juga menetapkan kebijakan ekstensifikasi atau perluasan objek Barang Kena Cukai (BKC), terutama untuk MBDK dan plastik.

“Hingga saat ini, BKC hanya diberlakukan untuk tiga kategori barang, yaitu produk hasil tembakau, etil alkohol, dan minuman mengandung etil alkohol (MMEA). Saya tidak tahu dasar pertimbangan pemerintah yang belum menerapkan hingga saat ini,” kata Misbakhun saat audiensi BAKN DPR RI dengan jajaran Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, dikutip Pajak.com pada Selasa (5/7).

Menurut politisi Partai Golkar itu, jika dua objek itu ditambah menjadi BKC, maka akan memberikan dampak besar tidak saja pada ekonomi tetapi juga kesehatan dan sosial.

“Kontribusi konsumsi MBDK membuat beban kesakitan dan kematian terus meningkat, untuk itu cukai MBDK perlu untuk membatasi konsumsi tinggi MBDK. Selain itu, terkait cukai plastik, saya juga melihat pemerintah telah berkorban sangat banyak dalam mengelola limbah plastik. Masukan ini kami terus sampaikan ke pemerintah,” jelasnya.

Di kesempatan yang sama, Plt Research Manager CISDI Gita Kusnadi menyampaikan pihaknya mengusulkan pemerintah dapat menerapkan tarif cukai untuk produk MBDK di Indonesia sebesar 20 persen. Menurut Gita, penerapan cukai MBDK akan berdampak pada kesehatan, sosial, ekonomi; mengingat konsumsi MBDK di Indonesia meningkat hingga 15 kali lipat dalam 20 tahun terakhir.

“Tingginya konsumsi MBDK berisiko menyebabkan penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung serta beberapa jenis kanker. Di masa pandemi juga ditemukan orang dengan diabetes memiliki risiko lebih tinggi terinfeksi COVID-19,” kata Gita.

Berdasarkan data yang didapat, sambung Gita, kebijakan cukai MBDK dapat membantu Indonesia mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB). Dan menurut estimasi Kementerian Keuangan, cukai MBDK berpotensi meningkatkan pemasukan negara mulai dari Rp 2,7 triliun hingga Rp 6,25 triliun per tahun.

“Cukai MBDK adalah instrumen fiskal yang hemat biaya. Cukai MBDK berpotensi dalam mengurangi konsumsi MBDK, mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya menurunkan kandungan gula dalam minuman yang mereka konsumsi, berpotensi menambah pemasukan negara, dan berkontribusi pada aspek kesehatan masyarakat,” urainya.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan ekstensifikasi BKC akan ditunda hingga tahun depan. Keputusan ini diambil meskipun Perpres 98/2022 memuat angka target penerimaan cukai produk plastik dan MBDK.

Saat ini, pemerintah melalui Perpres 98/2022 telah resmi mengubah postur APBN 2022. Perubahan tersebut dilakukan baik dari sisi pendapatan maupun belanja negara. Khusus mengenai penerimaan cukai, targetnya naik 7,9 persen dari Rp 203,92 triliun menjadi Rp 220 triliun.

Angka itu terdiri atas cukai hasil tembakau Rp 209,9 triliun, etil alkohol Rp 130 miliar, MMEA Rp 6,86 triliun, produk plastik Rp 1,9 triliun, dan MBDK Rp 1,19 triliun. Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto menyatakan, pemerintah akan hati-hati dalam melakukan ekstensifikasi barang kena cukai.

Menurutnya, pemerintah masih perlu melakukan sejumlah kajian agar ekstensifikasi barang kena cukai tidak mengganggu tren pemulihan ekonomi dari pandemi COVID-19. Nirwala mengklaim tidak ada masalah dengan penundaan ekstensifikasi barang kena cukai walaupun targetnya sudah termuat dalam APBN.

Selain itu, UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) juga mengatur rencana ekstensifikasi barang kena cukai harus diberitahukan kepada Komisi XI DPR dan selanjutnya disepakati di Banggar.

“Ini bukti bahwa pemerintah sangat berhati-hati dalam menerapkan suatu kebijakan yg berdampak pada masyarakat, industri, maupun lingkungan,” ucapnya.

Adapun gagasan pengenaan cukai kantong plastik mencuat sejak 2016, dan untuk pertama kalinya pemerintah memasang target setoran cukai kantong plastik pada APBN 2017. Sejak saat itu, target penerimaan cukai plastik selalu dipasang setiap tahunnya, walau pemerintah belum memulai penerapannya.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version