in ,

Menelisik Perbedaan Tax Avoidance dan Tax Evasion

Perbedaan Tax Avoidance dan Tax Evasion
FOTO: IST

Menelisik Perbedaan Tax Avoidance dan Tax Evasion

Menelisik Perbedaan Tax Avoidance dan Tax Evasion. Setiap wajib pajak yang memperoleh penghasilan tentunya memiliki keinginan untuk menikmati penghasilan tersebut secara puas dan memiliki hasrat untuk melakukan cara agar pajak yang terutang bisa berkurang. Istilah dalam perpajakan yang menggambarkan tindakan wajib pajak untuk mengurangi pajak terutangnya yaitu Tax Avoidance dan Tax Evasion.

Penghindaran pajak (Tax Avoidance) dan Penggelapan pajak (Tax Evasion) ialah dua istilah yang sering dipersamakan namun berbeda. Perbedaan yang paling mencolok dari keduanya dapat dilihat dari sisi hukum. Dasar hukum Tax Avoidance adalah legal atau dibolehkan sedangkan Tax Evasion secara hukum ilegal atau tidak diperbolehkan.

Tax Avoidance bersifat legal karena dinilai sebagai bentuk kemampuan memanfaatkan peluang dari ketentuan perpajakan suatu negara dengan melakukan berbagai cara yang tidak melanggar peraturan pajak untuk meminimalkan beban pajak yang terutang. Sedangkan Tax Evasion bersifat ilegal karena melakukan tindakan dengan cara melanggar peraturan pajak yang telah ditetapkan untuk mengurangi jumlah pajak terutang atau sama sekali tidak membayar pajak.

Dari perbedaan tersebut ada poin yang harus digarisbawahi, walaupun Tax Avoidance bersifat legal tetapi pada dasarnya praktik penghindaran pajak tetap akan merugikan negara dan bertentangan dengan tujuan dibuatnya peraturan perundang-undangan perpajakan. Sehingga dapat diartikan bahwa Tax Avoidance dan Tax Evasion merupakan dua praktik penyelewengan pajak yang dapat mengurangi penerimaan negara yang seharusnya didapatkan dari sektor pajak.

Baca Juga  MK Tolak Permohonan Penghapusan Sanksi Penjara bagi Wajib Pajak yang Lalai Lapor SPT

 Lalu seperti apakah praktik Tax Avoidance yang terjadi di Indonesia?

  • Pemanfaatan ketentuan PP Nomor 23 Tahun 2018

Berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018 dijelaskan bahwa hanya wajib pajak pelaku UMKM yang memiliki peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam setahun yang dapat menggunakan tarif PPh Final UMKM sebesar 0,5% dari omzet yang diperolehnya. Bahkan saat ini setelah diundangkannya UU HPP, terdapat batas omzet UMKM yang tidak kena pajak yaitu sebesar Rp500 juta dalam setahun.

Selain dari kategori yang telah dijelaskan di atas yaitu apabila penghasilan yang diperoleh lebih dari Rp4,8 miliar dalam setahun maka perhitungan pajaknya berdasarkan tarif Pasal 17 UU PPh dengan ketentuan menggunakan tarif progresif bagi pelaku usaha wajib pajak orang pribadi dan tarif tunggal bagi pelaku usaha wajib pajak badan.

Namun sayangnya banyak pelaku usaha yang penghasilannya lebih dari Rp4,8 miliar tetapi dalam memenuhi kewajiban perpajaknnya menggunakan tarif 0,5% berdasarkan ketentuan PP Nomor 23/2018 dengan cara memecah laporan keuangannya agar peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar.

  • Transfer Pricing 

Praktik transfer pricing dilakukan dengan cara memindahkan laba dalam jumlah besar atas usaha di Indonesia kepada perusahaan di negara lain yang memiliki tarif pajak rendah atau dapat membebaskan pajak.

  • Hibah

Pasal 4 ayat 3 huruf a angka 2 UU Nomor 36 Tahun 2008 menjelaskan bahwa harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dikecualikan dari objek pajak. Sebagai ilustrasi apabila terjadi penghibahan tanah dari kakek kepada cucunya maka akan dikenakan pajak.

Baca Juga  DPR Usul Tunda Kenaikan Tarif PPN 12 Persen

Tetapi pada praktiknya tanah tersebut dihibahkan terlebih dahulu kepada anak si kakek yang kemudian oleh anak si kakek akan dihibahkan kembali ke anaknya (cucu si kakek) sehingga pada akhirnya atas penghibahan tanah tersebut tidak dikenakan pajak.

Kemudian seperti apakah praktik Tax Evasion yang terjadi di Indonesia?

  • Wajib pajak tidak melaporkan sebagian atau seluruh penghasilannya dalam Surat Pemberitahuan (SPT).
    Praktik ini jelas melanggar aturan perpajakan yang tercantum dalam ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Sehingga apabila wajib pajak memanipulasi data harta atau penghasilan yang dimilikinya dengan cara tidak mengungkapkan sebagian atau seluruhnya maka termasuk dalam golongan penggelapan pajak.
  • Pelaporan biaya dari objek pajak yang lebih besar dari seharusnya.
    Tujuan dilaporkannya biaya objek pajak yang lebih besar dari yang seharusnya ialah untuk mengurangi atau meminimalkan beban pajak terutang sehingga nantinya pajak yang dikenakan menjadi lebih kecil.

Pemerintah telah menerapkan beberapa kebijakan sebagai upaya untuk meminimalisir terjadinya praktik Tax Avoidance dan Tax Evasion. Kebijakan pemerintah untuk mengatasi praktik penghindaran pajak (Tax Avoidance) yaitu dengan menetapkan ketentuan tentang transfer pricing yang diatur dalam Pasal 18 ayat 3 UU PPh, ketentuan anti Thin Capitalization  yang diatur Pasal 18 ayat 1 UU PPh dan PMK Nomor 169/PMK.03/2015, serta ketentuan Anti Treaty Shopping yang diatur dalam PER-25/PJ/2010.

Baca Juga  Data Pendukung yang Diperlukan saat Ajukan Keberatan Penetapan Tarif Kepabeanan

Bagi wajib pajak yang melakukan praktik penggelapan pajak (Tax Evasion) maka akan menerima sanksi yang bersifat administrasi berupa bunga dan denda hingga sanksi pidana. Selain itu sebagai upaya mengatasi penghindaran dan penggelapan pajak, pemerintah juga telah membangun komunikasi antarnegara untuk melakukan pertukaran informasi secara otomatis atau yang disebut Automatic Exchange of Information (AEoI). Sehingga semakin mempersempit ruang gerak wajib pajak yang ingin melakukan penghindaran atau penggelapan pajak.

Namun hal terpenting yang dapat menjadi kunci agar tidak terjadi Tax Avoidance maupun Tax Evasion adalah tingkat kesadaran dan kepatuhan pajak dalam diri masing-masing wajib pajak. Apabila setiap individu memiliki kesadaran dan kepatuhan pajak yang tinggi maka kemungkinan untuk melakukan Tax Avoidance dan Tax Evasion sangatlah kecil.

Maka dari itu mari bersama-sama pupuk pengetahuan mengenai pentingnya pajak bagi negeri ini. Jangan sampai diakhir nanti muncul penyesalan karena menerima sanksi sebagai konsekuensi dari penyelewengan pajak. Karena Pajak Kita Untuk Kita.

Ditulis oleh

BAGAIMANA MENURUT ANDA ?

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *