Menu
in ,

Kemenkeu: Realisasi Restitusi Pajak Turun 41,44 Persen

Pajak.com, Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan, realisasi restitusi pajak menurun hingga Mei 2022 mencapai Rp 6,64 triliun atau turun 41,44 persen dibandingkan periode yang sama di tahun lalu sebesar Rp 11,34 triliun. Penurunan restitusi itu utamanya berasal dari jenis Pajak Penghasilan (PPh) badan yang mencatat penurunan restitusi hingga 41,45 persen. Artinya, bisnis dan ekonomi nasional semakin pulih.

Sekilas mengulas, apa itu restitusi pajak? Dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 (UU KUP), restitusi pajak adalah permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak kepada negara. Hak itu timbul apabila terdapat kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan atau apabila terdapat kekeliruan pemungutan atau pemotongan yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak. Artinya, DJP akan mengembalikan pajak yang telah dibayar oleh Wajib Pajak.

“Restitusi PPh badan yang mengalami penurunan pada tahun 2022 sejalan dengan membaiknya tingkat keuntungan Wajib Pajak pada tahun 2022. Setelah mengalami penurunan keuntungan pada tahun 2021,” tulis Kemenkeu dalam Laporan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kinerja dan Fakta (KiTa) Juni 2022, dikutip Pajak.com (29/6).

Penurunan restitusi pajak hingga Mei 2022 itu juga memengaruhi kinerja penerimaan pajak. Namun, Kemenkeu menegaskan, penurunan restitusi pajak ini bukan satu-satunya faktor yang mendukung pengingkatan penerimaan pajak. Pasalnya, ada juga peningkatan penerimaan dari Program Pengungkapan Sukarela (PPS) serta naiknya tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN), serta aktivitas impor yang tinggi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan, penerimaan pajak dari Januari 2022 hingga Mei 2022 tumbuh positif, yakni tercatat sebesar Rp 705,82 triliun atau realisasinya mencapai 55,8 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 1.265 triliun. Pencapaian penerimaan ini tumbuh 53,58 persen bila dibandingkan dengan periode sama di 2021.

“Ini kenaikan yang luar biasa dari tahun lalu. Tahun lalu sudah naik, tahun ini lebih naik lagi. Ada tiga kontributor utama pada penerimaan pajak, harga komoditas, pertumbuhan dan pemulihan ekonomi yang kuat, dan tahun lalu insentif pajak yang telah diberikan, tahun ini sudah mulai ditarik karena sektor ekonomi mulai pulih kembali. Artinya, penerimaan yang meningkat juga karena pertumbuhan ekonomi yang ekspansif dan tingkat permintaan yang terus membaik, baik dari dalam maupun luar negeri. Kalau dilihat konsumsi rumah tangga, investasi, maupun ekspor memberi kontribusi terhadap penerimaan pajak kita,” ungkap Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta), yang disiarkan secara virtual (23/6).

Ia memerinci, penerimaan ditopang oleh PPh nonmigas (minyak dan gas) sebesar Rp 418,70 triliun (66,09 persen) dari target; PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar Rp 247,82 triliun (44,70 persen); Pajak Bumi Bangunan (PBB); pajak lainnya Rp 3,26 triliun (10,97 persen); PPh migas sebesar Rp 36,04 triliun (76,18 persen).

Adapun PPh, dielaborasi meliputi PPh 21 pajak karyawan dan tenaga kerja berkontribusi 11,2 persen, capaian ini tumbuh 22,4 persen dibanding tahun lalu 4,3 persen. Lalu. PPh 22 Impor berkontribusi 4,3 persen, dengan pertumbuhan 207,5. Sementara, pajak orang pribadi berkontribusi sebesar 1,2 persen atau tumbuh 8,6 persen, sedangkan PPh badan yang berkontribusi 27 persen dengan pertumbuhan 127,5 persen. Selanjutnya, PPh 26 berkontribusi sebesar 3,6 persen atau tumbuh mencapai 22,8 persen, sementara PPh final berkontribusi sebesar 7,6 persen dengan pertumbuhan 16,3 persen.

Untuk jenis PPN, ada PPN dalam negeri yang berkontribusi sebesar 19,6 persen dengan pertumbuhan 34,3 persen dan PPN impor berkontribusi sebesar 14,2 persen atau tumbuh 43,8 persen. Bila dilihat dari sektornya, industri pengolahan menjadi sektor yang paling berkontribusi pada penerimaan pajak, yakni mencapai 30,1 persen dengan pertumbuhan mencapai 50,7 persen. Sementara sektor dengan pertumbuhan paling tinggi, yakni pertambangan yang tumbuh 296,3 persen dengan kontribusi sebesar 10,1 persen.

Ditulis oleh

Leave a Reply

Exit mobile version